CEO Belok Kesayangan Ibu Dokter
Dari baris ke tiga belas, deret ke empat seorang gadis dengan baju serba putih, di lengkapi dengan kerudung putih juga. Gadis itu mengusap lembut batu nisan dengan menitikan air mata.
Wanita itu menumpahkan lelahnya, dan keluh kesahnya. Serta kerinduan kepada orang yang telah bersemayam di sana.
"Ayah ini Juwita, Juwita rindu dengan ayah. Ayah ingat janji kita? Kalau Juwita sudah sukses kita akan ke India, melihat pemandangan bersejarah."
Gadis itu terus bermonolog, sembari membingkai salah sudut batu nisan tersebut. Hari ini adalah hari di mana hari berkabung untuknya, sudah genap delapan tahun semenjak ayah nya meninggal dunia.
Saat itu dunia Juwita hancur, luluh lanta, ketika dirinya mendengar kabar tersebut. Dirinya seakan hidup sebatang kara. Ibunya? Wanita itu telah bahagia dengan keluarga nya. Wanita yang tak pernah memberi kasih sayang, wanita yang mengukir luka sejak ia masih berumur enam tahun.
Wanita yang harusnya menjadi guru pertama untuknya, memberikan sekelebat rasa kecewa. Wanita itu berselingkuh dengan mantan kekasihnya, ketika usaha ayahnya menurun akibat kebakaran.
Ibunya meninggalkan mereka dan memilih hidup bergelimang harta dengan mantan pacarnya. Ayahnya adalah laki laki sejati, yang memiliki cinta luar biasa. Rela melepaskan wanita yang di cintai nya, agar wanita itu bahagia.
Ibunya pergi meninggalkannya dan ayahnya di Manado. Ibunya pergi ke kota kelahirannya, hanya demi untuk hidup bahagia dengan mantan kekasihnya. Saat mereka merantau ke Jakarta, Juwita bertemu ibunya. Saat itu umurnya menginjak sepuluh tahun.
Gadis kecil yang sangat merindukan ibunya, berlari dengan mata yang berbinar, saat itu ayah Juwita masih menjadi supir pribadi dari kakek Rio. Juwita berlari menuju ke arah wanita yang, tengah menggendong seorang anak kecil yang tampaknya berusia tiga tahun. Ya itu adalah anak dari ibunya.
"Ibu," teriak Juwita dari sebrang jalan, mengejar wanita yang tengah akan menaiki sedan mewah.
Wanita itu hanya melihat sekilas ke arah Juwita, kemudian kembali membuka pintu mobil tersebut.
"Ibu ini Juwita, anak ibu," Juwita masih mengira ibunya lupa, karena lama tak bertemu. Gadis lugu itu masih mengharapkan kasih sayang dari ibunya yang egois. Demi harta, dan kedudukan rela meninggalkan dirinya dan suaminya.
"Hei kau siapa?" Tanya wanita itu, segera memasukkan anak kecil tersebut ke dalam mobil.
"Ibu ini Juwita, ini kita. Juwita selalu bawa foto ibu sama Juwita," gadis kecil itu memberikan selembaran foto ke arah wanita itu.
Seketika wanita itu menegang, raut wajahnya tak terbaca, namun sikapnya tenang seolah tak mengenal anak yang telah ia lahikan sepuluh tahun lalu.
"Sayang, Weni dia siapa?" Wanita itu seketika menoleh memandang ke arah sumber suara.
"Entahlah, aku tak mengenalinya," katanya merogoh dompetnya, dan mengambil beberapa lembar uang dan menghamburkannya di hadapan Juwita. "Ini yang kau mau kan?"
Juwita terbelalak dengan keangkuhan wanita itu, air mata Juwita terjatuh. Ibunya berubah, tidak ibunya pasti lupa dengan dirinya. Iya, pasti begitu. Batin gadis polos tersebut. Namun kata berikutnya berhasil membuat hati Juwita teriris.
"Dengarkan aku baik baik, aku hanya punya satu anak, kita tidak saling mengenal, ingat sekalipun kau anak 'ku, aku akan membuang mu, aku tak sudi memiliki anak seperti mu, lusuh dan jelek," telak kata kata itu menghunus langsung bersarang di relung hati Juwita.
Dirinya lusuh, jelek, dan ibunya tidak mengakuinya. Bahkan akan membuangnya. Bukankah ini merupakan luka yang teramat berat untuk seorang anak berusia sepuluh tahun? Bahkan ibunya yang mengatakannya.
Juwita tersadar ketika mobil tersebut telah beranjak menjauh dari tempatnya, Juwita mencoba mengejar. Namun kaki mungilnya tak mampu mengejar mobil sedan mewah tersebut. Juwita terjatuh, beberapa orang memandangnya iba.
"Ibu, ini Juwita, ibu Juwita rindu, ibu Juwita sayang ibu," itulah kata kata yang keluar dari bibir gadis mungil tersebut, sendalnya tertinggal entah di mana, kakinya lecet terdapat dara di beberapa tempat. Beberapa wanita menghampirinya, hendak menolongnya, Juwita segera di bawa ke pinggir jalan, untuk di obati lukanya.
Beberapa orang mengeluarkan sumpah serapah kepada ibu yang meninggalkan gadis tersebut, beberapa berdoa agar gadis mungil tersebut mendapat mendapatkan kebahagiaan, di kemudian hari.
Sebuah mobil berhenti tepat di tempat kerumunan, itu adalah ayah dari Juwita, laki laki itu turun dari mobil yang tak kalah mewah. Ya, itu adalah mobil dari kakek Rio, tuannya.
Kakek Rio turun bersamaan dengan ayah Juwita. Mereka menghampiri Juwita, gadis itu menangis tersedu sedu meratapi nasibnya, yang tak memiliki ibu. Ayah Juwita teriris melihat hal itu, lagi lagi laki laki itu menyalahkan ketidak mempan dirinya menjaga keluarga. Kakek Rio yang tahu tentang masa lalu ayah Juwita, segera memegang pundaknya.
"Ayo bawa cucuku, kita harus pulang ke rumah," kakek Rio membuat ayah Juwita terharu dengan pengakuan tersebut, secara langsung kakek Rio mengakui bahwa Juwita adalah cucu darinya.
Semua orang terkejut, ternyata gadis yang mengejar ibunya adalah anak dari konglom rat, yang bisnisnya telah menjulang tinggi. Mereka hanya mampu berbisik, tentang wanita yang tak tahu malu, sehingga meninggalkan anaknya sendiri, yang ternyata cucu dari seorang Rio Winata.
"Ayah, tadi Juwita lihat ibu, tapi dia malah melemparkan uang pada Juwita," Juwita mengadu membuat hati ayahnya semakin terkikis, seandainya dulu usahanya tidak terbakar mungkin Juwita tidak akan semenderita ini. "Ibu bilang Juwita lusuh, jelek, kalau ibu punya anak seperti Juwita, Juwita akan di buang."
Lagi lagi keluhannya membuat sudut mata ayahnya mengalir, kakek Rio geram mendengarkannya, kakek Rio tak suka cucunya di permalukan. Meskipun baru bertemu Juwita kakek Rio sudah menyayangi Juwita seperti cucunya sendiri, Aliya. Usia mereka hanya selisih satu tahun, namun tumbuh kembang Aliya yang memang lebih baik, membuatnya lebih tinggi dari Juwita.
Juwita terus menangis menceritakan rasa perih di hatinya, hingga luka fisiknya saja tak iya rasakan, lama Juwita menangis hingga tertidur.
"Ayah lihatlah putri kecil ayah, Juwita sudah berhasil, Juwita sudah menjadi sukses yah, sudah menjadi dokter, sudah banyak menyembuhkan penyakit pasiennya," Juwita kembali bermonolok memandang pusara ayahnya. "Kata Al, Juwita cantik, cuman jutek sama cerewet, apa dia tidak sadar diri ya? Kalau dia juga cerewet."
"Yah, Juwita bangga jadi anak dari superhero seperti ayah, yang di Marvel lewat yah. Nanti kalau uang Juwita terkumpul, Juwita mau mewujudkan impian kita. Ayah katanya di India sekarang ada fasilitas naik kereta, Maharaja’s Express dari India, katanya sekarang kereta itu merupakan kereta terbaik."
Juwita kembali menangis mengingat kisah masa kecilnya. Air matanya kembali menetes kala mengingat perlakuan ibunya. Tak ingin berlama lama larut dalam kesedihan, Juwita segera mengecup pusara terakhir dari ayahnya, dan melafalkan doa, kemudian berdiri dan meninggalkan pusara tersebut, dengan senyuman dan air mata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Kusii Yaati
ya Allah kak baru mampir udah di suguhi bawang aja...kan mewek jadinya😞☹️... nextlah
2023-10-30
0
Nenk NOER
Aku mampir Thor..😭😭😭
2023-08-04
1
Adeirmalubis
aq mampir thor
baca kelanjutan CEO belok season 2
2022-05-24
0