Pulang dari mansion Alex, Belle langsung pergi ke rumah sakit. Orang tua Alex sudah pulang dan mungkin mereka sudah tahu kebenarannya sekarang.
Sedih, kehidupannya telah berakhir sekarang. Mimpi, karir, kebahagiaan semuanya telah hilang. Perasaan yang Grace rasakan dulu kini berbalik padanya. Bahkan berkali lipat lebih buruk.
Melihat Daniel duduk termenung sambil menatap keluar jendela membuat Belle semakin terluka. Merasa gagal menjadi anak karena tidak bisa melakukan apapun demi kebahagiaan ayahnya.
"Dad! ayo kita pulang," ajaknya. Mendorong kursi roda karena sepertinya Daniel masih lemah.
Melihat Belle datang, Daniel tersenyum tipis. Ia merentangkan kedua tangan, meminta sebuah pelukan hangat. Belle tak banyak bicara, langsung mendekap tubuh lemah sang ayah.
"Maafkan daddy sayang. Daddy tidak bisa memberi mu apa-apa lagi sekarang!" Belle semakin terisak. Tidak menyangka, di saat-saat seperti ini pun ayahnya masih bisa berkata demikian.
"Seharusnya aku yang minta maaf. Di usia sebesar ini aku masih menjadi beban dan tidak bisa memberikan kebahagiaan pada mu, dad!" Belle tidak bisa membayangkan, bagaimana reaksi ayahnya nanti saat tahu Alex menceraikannya.
"Dimana Alex, kau datang sendirian?" melihat ke arah pintu, siapa tahu menantunya itu menunggu di depan kamar.
"Dad! aku ingin membicarakan sesuatu. Tapi berjanjilah kau tidak akan marah!" lirih Belle. Ragu mengungkapkan kebenaran. Pasalnya kesehatan Daniel baru saja membaik.
"Cerita saja, tapi marah atau tidaknya dad tidak bisa berjanji. Semua itu tergantung dari cerita mu!" mendengar itu, Belle semakin takut. Jantungnya berdegup kencang.
"Sebenarnya a-anak yang ku kandung bukanlah milik Alex. A-aku tidak tahu siapa ayahnya!" sontak Daniel mendorong Belle menjauh.
Plak! satu tamparan kembali Belle dapatkan. Tamparan Alex masih menyisakan rasa perih, ditambah dengan tamparan ayahnya. Pipinya semakin memerah.
"Dengarkan penjelasan ku dad. Aku tidak masalah kau menampar ku sampai mati. Tapi dengarkan cerita ku!" Belle bersimpuh, memeluk kaki ayahnya.
"Kalau begitu jelaskan!" seru Daniel, duduk bersandar. Berusaha menahan diri.
Belle menceritakan segalanya, mulai dari obat perangsang sampai cinderamata yang ditinggalkan pria asing itu.Tanpa melebihkan ataupun mengurangi.
"Aku menyesal Dad!" Daniel menghembuskan napasnya lelah. Diusianya sekarang seharusnya ia duduk menikmati secangkir kopi sambil menunggu ajal menjemput.
Mungkinkah masalah yang datang adalah hukuman dari Tuhan karena perlakuan buruknya pada putri bungsunya yaitu Grace.
Lalu, dimana Grace sekarang. Jika bisa, Daniel ingin meminta maaf sebelum kematian datang menjemputnya.
"Sudahlah nak, mungkin tuhan memberikan hukuman yang setimpal pada kita karena telah menyakiti Grace."
"Jangan menangis, kita akan menjalani hukuman ini bersama-sama. Daddy selalu menemanimu nak!" Daniel ikut menangis, tidak bisa membayangkan betapa sulitnya hari-hari mereka nanti.
"Seharusnya aku jujur sejak awal. Mungkin masalah kita tidak akan serumit ini." sesal Belle masih terisak dalam pelukan sang ayah.
"Jangan menyalahkan dirimu sendiri nak, dad juga bersalah. Kematian Keira merubah ku menjadi manusia yang di penuhi kebencian. Akulah akar dari segala masalah, seharusnya kau menyalahkan ku." Belle mengeratkan pelukannya.
Mulai hari ini aku berjanji akan memperbaiki semuanya. Mulai dari hubunganku dengan adik ku, dan mencoba untuk menjadi seorang wanita yang mandiri.
...🦋🦋🦋🦋...
Tiga hari kemudian.
Grace duduk di depan cermin rias, membiarkan dua pelayanan membubuhkan make up ke wajahnya. Sesuai dugaannya, Damian mengajaknya pergi ke pesta pernikahan salah satu koleganya. Ini kesempatan, Grace akan beraksi malam ini.
"Nona, anda terlihat sangat cantik!" puji Ellie di iringi tawa renyah. Grace tidak menjawab, namun tersenyum tipis dan menunduk malu.
"Kau sudah selesai sayang, ayo kita pergi sekarang!" Damian menatap Grace kagum. Kecantikan Grace membuat Damian terpesona.
Namun, melihat pakaian Grace, senyum malu-malu itu luntur. Berubah menjadi wajah datar nan dingin. Pakaian kurang bahan macam apa ini, belahan dada dan punggung Grace terekspos dengan sempurna.
"Pakai ini, jangan dilepaskan sampai kita pulang!" Grace mengangguk. Mengiyakan.
...🦋🦋🦋🦋...
Sampai di tempat acara, semua wartawan menyoroti kedatangan Damian dan Grace. Apalagi melihat sosok wanita cantik di peluk dengan posesif, membuat mereka gencar mengejar jawaban.
"Mr Wilson, siapa wanita cantik yang berada
di samping mu ini?" satu pertanyaan reporter mewakili reporter lainnya.
"Dia istriku!" sedetik kemudian seluruh kamera terarah pada Grace. Mereka berusaha mengambil foto Grace, namun keamanan datang dan menyingkirkan segerombolan reporter itu.
Grace tak henti-hentinya mengumpat. Mengapa Damian memperkenalkannya pada dunia. Grace berharap tidak ada foto yang menampilkan wajahnya dengan jelas.
"Jangan menjauh dari ku, Grace!" pinta Damian. Tangannya memeluk erat pinggang ramping Grace. Grace tersenyum renyah dan mengangguk sebagai jawaban.
"Selamat atas pernikahan mu Mr. Nicholas!" Damian menjabat tangan rekan bisnisnya, sambil memperlihatkan seutas senyum tipis.
"Terimakasih Mr Wilson, saya harap anda menikmati pestanya!" Damian kembali memeluk Grace, mengajaknya ke sana kemari tanpa ada niatan untuk melepaskan
"Sayang, aku mau ke kamar mandi sebentar!"
"Aku akan mengantarmu!" Grace menarik memutar bola matanya malas. Sampai kapan Damian akan menempel padanya.
"Baiklah, ayo!" Grace memaksakan bibirnya terangkat membentuk seutas senyum tipis.
"Cepatlah, aku akan menunggu mu disini!" Grace mengangguk, kemudian masuk kedalam dan menutup pintu. Awalnya Grace menyalakan keran agar Damian tidak curiga.
Grace mengamati mau ruangan persegi itu. Mencari jendela atau ventilasi udara. Hingga akhirnya di pojok ruangan, tepatnya di tempat peralatan kebersihan. Sebuah jendela Grace temukan. .
Grace melepaskan sepatunya dan melompat keluar. Akhirnya Grace berhasil kabur dari cengkeraman Damian.
Diluar Damian merasa pegal menunggu Grace yang tak kunjung keluar. Habis sudah kesabarannya. Alhasil Damian menerobos masuk. kebetulan kamar mandi itu kosong.
Damian terus memanggil Grace. Namun, tidak ada jawaban. Yang Damian temukan malah sepatu hak tinggi yang tergeletak begitu saja di bawah jendela.
"Kau melarikan diri heh!" Damian tersenyum miring, segera keluar dari kamar mandi itu lewat jendela yang sama. Mengejar Grace yang berlari kencang menjauhinya.
Dor! suara tembakan membuat semua orang berhamburan keluar. Damian kehilangan fokus, matanya tidak bisa menemukan Grace di antara ribuan orang orang yang berlalu lalang.
Sial, siapa yang menembakkan senjata di tempat umum seperti ini. Disisi lain Grace terus berlari menuju jalan raya. "Grace masuklah!"
"Rachel, kau disini?"
"Yah cepatlah sebelum suamimu menangkap kita!" Grace mengangguk, lalu masuk kedalam mobil Rachel dan berpegangan erat.
"Bagaimana kau tahu aku ada di sini?"
"Aku melihat berita tadi, Damian memperkenalkan mu pada seluruh dunia!"
"Lalu tembakan itu, apa kau juga yang melakukannya?"
"Tidak, aku rasa mereka pembunuh bayaran yang mengincar suamimu. Kau tahu kan hidup sebagai orang kaya tidaklah mudah. Dia punya banyak musuh Grace!"
"Aku tidak peduli, jangan membahasnya sekarang." Rachel terkekeh.
"Tunggu, apa ini?" Rachel menunjuk benda berkilau yang melingkar apik di jari manis Grace.
"Lepaskan, bisa jadi Damian menaruh alat pelacak didalamnya!"
"Lalu aku harus bagaimana?" Grace panik, tubuhnya mulai mengeluarkan keringat dingin.
"Serahkan pada ku!"
TBC
warning!
cerita ini hanya fiksi yang author buat sesuai dengan imajinasi author jadi mohon untuk tidak dianggap serius. 🙏!!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Imam Sutoto Suro
wooow keren lanjut thor
2023-07-05
0
aniya_kim
Hhm Damian masihh tenang ... slow yaaa HAHAHAHA
AH!! Grace jika kamu tertangkap habislah. Damian pernah mengatakan jangan sampai menghianati kepercayaannya tapiii masih berani kaboorrr 😅😅😅
2022-06-05
0
Rhiverio Julio
sombong Grace, mau balik ke ayahx yg jahat itu, mala hartax udah di sita pihak Bank, udh bersyukur di nikahi org kaya
2022-05-14
0