Kita sudah menikah (Revisi)

Grace membuka mata, terkejut kala mendapati tubuhnya melayang di atas udara. Tampan, satu kata yang menggambarkan pemandangan di depannya ini.

Dalam sekejap Grace melupakan semua kejadian yang menimpanya karena terlalu terpesona dengan ketampanan Damian.

"Sudah bangun, sayang?" bertanya dengan suara serak yang khas. Terdengar seksi di telinga Grace. Hening, Grace masih memandangi wajah Damian. Bulu mata lentik, alis tebal, dan pupil abu. Sungguh ketampanan Damian di atas Rata-rata.

Gemas melihat Grace diam, Damian mengulas senyum tipis. Lalu, mendaratkan ciuman singkat di bibir Grace.

Deg! deg! deg! Jantung Grace berdetak kencang. Tidak menyangka Damian akan menciumnya secara tiba-tiba. Apalagi ini di bandara, tempat umum yang sering orang-orang datangi.

Entah mengapa, tiba-tiba pipi Grace memanas. Malu. Perlakuan manis ini Grace harapkan dari Alex dulu. Mengingat nama Alex, seketika sadar dan langsung memberontak.

"Turunkan aku!" perintahnya. Sesekali mendorong dada bidang Damian berharap dia kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Namun, Damian tidak gentar sedikitpun. Malah tergelak dan menatap remeh padanya.

"Tidak mau!" jawabnya santai. Melanjutkan langkahnya kembali menuju mobil sport yang tak jauh dari posisi mereka sekarang.

"Berani sekali kau mencium ku!" marah Grace, tidak terima jika ciuman pertamanya di ambil oleh Damian.

"Memangnya kenapa, kau istri ku. Aku berhak melakukan apapun termasuk lebih dari ciuman tadi!" menjawab dengan sebelah alis tertarik ke atas. Heran.

Diam, Grace menyerah memilih menenggelamkan wajahnya di dada bidang Damian. Grace sangat malu sekarang. Bagaimana tidak, semua pandangan tertuju ke arah mereka.

Damian membawa grace masuk kedalam mobil. Bahkan sampai saat ini pun Damian enggan melepaskan Grace. Seolah tubuh Grace adalah boneka besar yang memberi kehangatan.

Adam mengendari mobil dengan kecepatan sedang, sesekali matanya melirik ke atas. Tepatnya pada kaca spion. Adam memastikan situasi.

Sepanjang perjalanan hanya keheningan yang menyelimuti. Grace maupun Damian sama-sama diam. Mengamati pemandangan luar, ya walaupun Damian sering curi-curi pandang.

Lima belas menit berlalu, mobil mewah itu memasuki pekarangan mansion mewah. Grace melebarkan matanya. Shock berat. Tidak menyangka Damian sekaya ini.

Sebenarnya siapa dan apa pekerjaan Damian. Apa Damian seorang presiden, penjagaan di mansion ini sangat ketat. Tidak mungkin Damian orang biasa.

"Ayo kita masuk, sayang!" ajak Damian. Mengulurkan tangan, berharap Grace menjabatnya. Sayangnya Grace mengabaikan uluran tangan Damian dan keluar dari mobil.

Grace berdiri kaku, haruskah dia masuk sekarang. Tapi, ini bukan rumahnya. Jangan harap Grace mau menganggap Mansion mewah ini sebagai rumahnya.

"Ayo!" ajak Damian lagi. Langsung merengkuh pinggang Grace tanpa izin. Grace hanya bisa pasrah karena tubuh dan tenaganya kalah besar dengan Damian. Alhasil Grace membiarkan Damian membawanya masuk kedalam.

Begitu sampai di ruang tamu, Grace menepis tangan Damian dan berteriak minta di lepaskan. Namun, bukan Damian namanya jika menurut begitu saja.

"Aku akan kembali ke London!" bersiap melangkah pergi, tetapi tangan kekar Damian menahan pergelangan tangan Grace.

"Kau akan tinggal di sini, Bersama ku. Karena kita sudah menikah!" tegas Damian, menekankan kata pernikahan. Grace harus paham. Statusnya tidak lajang lagi kini. Mereka sudah menikah.

Protes, Grace hendak membuka suara. Namun, Damian tak menggubris malah mendarat ciuman di dahi. Jika Alex yang melakukan, mungkin Grace akan terlena. Tapi ini Damian, Grace tidak pernah bertemu ataupun mengenalnya.

"Aku bukan istri mu, tapi barang yang sudah kau beli dari ayah ku!" sungut Grace. Melawan. Faktanya Damian memang menukar Grace dengan sebuah kerja sama.

"Aku mohon, biarkan aku pergi dari sini." mulai menangis. Lelah, Grace tidak kuat lagi. Rasanya Grace ingin menyerah saja. Ujian yang Tuhan berikan sangat berat.

"Aku tidak akan membiarkan mu pergi. Untuk sekarang ataupun nanti, camkan itu!" Damian menegaskan kepemilikan. Raut mukanya berubah serius. Menandakan jika Damian tidak main-main dengan ucapannya.

"Kenapa, apa yang kau inginkan dari ku?" Grace bertanya lagi. Wajar saja jika Grace memberontak dan menolak cinta Damian. Mereka tidak mengenal satu sama lain. Mereka hanya orang asing yang terikat oleh ikatan pernikahan. Dan itupun pernikahan paksa.

"Aku menginginkan hati mu, Sayang!"menjawab cepat. Suaranya merendah, tatapannya melemah. Semua yang Damian rasakan benar adanya.

Damian hanya ingin Grace menerima kenyataan, tinggal dan melalui suka duka bersama. Untuk cinta, percayalah perasaan itu akan tiba pada waktunya. Jika bukan sekarang mungkin nanti. Saat Grace terbiasa tinggal di Mansion ini.

Yang menjadi tujuan Damian sekarang adalah menyembuhkan luka Grace dan memenuhi Hari-hari Grace dengan kebahagiaan. Itu saja tidak lebih.

"Lebih baik kau istirahat saja!" Damian menarik Grace masuk kedalam lift. Kamar Damian berada di lantai tiga. Akan melelahkan jika menaiki tangga.

Grace masih diam membisu, pikirannya berkecamuk. Apa yang Damian katakan tadi cukup membuatnya terharu. Namun, Tetap saja mereka tidak saling kenal dan tidak pernah bertemu. Grace kurang nyaman berada didekat dengan Damian.

Hingga akhirnya mereka sampai di lantai tiga. Damian membuka pintu kamar, seketika aroma maskulin menyeruak masuk kedalam indra penciuman Grace.

"Mandi dan bersihkan diri mu, aku akan pergi ke ruang kerja sebentar!" Grace tak menjawab. Memilih diam dan masuk kedalam.

Helaan napas lelah kerap kali terdengar. Sepertinya Damian harus bersabar dalam menyikapi masalah ini.

Grace duduk di pinggiran ranjang. Menyapukan pandangan, mengamati kamar tidur ini. Luas dan mewah. Seperti kamar Sultan pada umumnya.

Tok! tok! tok! ketukan terdengar berulang kali. Sebelum akhirnya pintu terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya.

"Selamat sore nona, perkenalkan nama saya Ellie. Kepala maid di mansion ini. Kedepannya saya yang akan melayani anda, Nona!" Ellie memperkenalkan diri. Grace tersenyum kikuk, mengulas senyum tipis sebagai tanggapan.

"Anu.. dimana kamar mandinya?" tanya Grace ragu. Ellie tersenyum tipis melihat nona mudanya yang kebingungan.

"Saya akan menunjukkan pada anda, sekaligus menyiapkan bathub anda, nona!" Lagi-lagi Grace mengangguk tiga kali. Lalu, berjalan lambat. Mengikuti Ellie dari belakang.

"Silahkan, nona!" Grace masuk kedalam kamar mandi. Sangat luas dan bersih. Berbagai macam perawatan ada di tempat ini.

Grace mengamati Ellie yang sibuk menuangkan berbagai macam aroma ke dalam bathub. Aroma cherry blossom, Ellie tahu aroma kesukaannya?

"Bersihkan diri anda nona. Saya akan menyiapkan pakaian anda!" kata Ellie begitu selesai menyiapkan bathub.

"Tidak usah, Ellie. Aku akan mengambilnya sendiri. Dimana pakaian ku?" tanya Grace. Ellie tersenyum tipis, lalu menunjukkan walk in closet pada sang majikan.

"Di sebelah sana, Nona!"

"Baiklah, aku akan menyiapkannya sendiri. Kau pergi saja, aku akan memanggil mu jika aku memerlukan sesuatu!" Ellie tersenyum ramah, lalu mengangguk.

"Baik nona, kalau begitu saya permisi!" membungkuk singkat. Sebelum akhirnya pergi meninggalkan Grace sendiri.

...🦋🦋🦋🦋...

Jam menunjukkan pukul delapan malam. Dan Damian masih belum kembali. Grace berguling ke sana kemari, menghilangkan kebosanan.

"Nona, bisa anda keluar sebentar?" suara Ellie terdengar lirih, di iringi oleh ketukan pintu berulang kali. Grace mendesah pelan, memaksakan diri untuk berdiri dan membuka pintu.

“Maaf mengganggu nona! tuan muda meminta anda turun kebawah untuk makan malam bersama.” Grace melihat kegugupan dalam raut wajah Ellie, apa Damian sedang marah sekarang.

“Baiklah!” jawab Grace, menyuruh wanita tua itu berjalan dulu. Grace mengikuti dari belakang, matanya melihat ke seluruh penjuru mansion mencari CCTV juga pintu keluar.Terlalu sibuk mengamati sampai membuat Grace tidak sadar kalau sudah sampai di ruang makan.

"Silahkan nona!" Grace duduk di kursi paling jauh dari tempat duduk Damian. Beberapa maid maju, menyiapkan piring dan sendok.

Makanan yang disajikan juga bukan makanan biasa, jelas hidangan kelas atas yang disajikan oleh koki terbaik. Namun, semua masakan ini tak menggugah selera, sehingga Grace duduk diam dan memandangnya tanpa minat.

"Makanlah, baby!" tegur Damian dengan suara mendesak. Grace memalingkan wajah, bersama dengan Damian membuat selera makannya menghilang. Seakan tenggorokannya menolak untuk menelan.

"Kau tidak mau, hm?"

"Panggil koki yang memasak hari ini!"

TBC

warning!

cerita ini hanya fiksi yang author buat sesuai dengan imajinasi author jadi mohon untuk tidak dianggap serius. 🙏

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***