Kevin telah kembali ke New York City, Alyssa dan Celina menjalani kehidupan seperti biasa. Meski selama beberapa hari setelah Kevin berangkat, hari-hari mereka terasa sangat sepi.
Belajar dengan giat menjelang ujian semester, Alyssa sangat giat belajar pada Celina yang memang lebih unggul dalam setiap mata kuliah. Gadis itu sangat bersyukur Celina tinggal dirumahnya. Alyssa memiliki kesempatan belajar lebih banyak pada gadis yang selalu menjadi juara umum disetiap semesternya.
Belum pernah ada yang bisa mengalahkan IP yang diperoleh Celina. Selain cerdas Celina memang giat belajar. Mereka menjalani ujian semester dengan sebaik-baiknya. Alyssa tertawa riang saat merasa dapat mengerjakan ujian semester dengan baik.Rasa percaya dirinya muncuk, bahwa semester ini gadis itu akan mendapat Indeks Prestasi lebih dari tiga.
Hari ini Celina berniat mengajukan cuti kuliah, karena sebentar lagi masa perkuliahan semester ini akan segera habis. Ujian semester hanya tinggal dua hari. kesempatannya berada dikampus ini sudah tak lama lagi.
Karena tak mungkin Celina melanjutkan kuliahnya untuk semester depan karena perutnya yang akan semakin membesar. Celina tak akan bisa melewati semester lima tanpa ketahuan hamil.
Mengingat itu Celina terisak, kesedihannya bukan karena harus menunda studinya tapi mengingat hidupnya dan anak yang dikandungnya.
Celina keluar dari gedung sekretariat dengan wajah murung, kesedihan selalu membayang diraut wajahnya sejak berniat mengajukan cuti kuliah.
Usia kandungannya yang hampir mencapai tiga bulan, dengan intensitas morning sickness yang masih cukup tinggi, membuat gadis itu kesulitan menutupi kehamilannya. Tidak bisa selamanya menjadikan masuk angin sebagai alasan.
Ditambah Alyssa yang selalu khawatir, dengan berbagai cara mengajak Celina memeriksakan diri ke dokter. Celina kesulitan mencari alasan setiap kali mengalami mual dipagi hari.
Celina tidak ingin Alyssa mengetahui kehamilannya dari dokter yang memeriksa. Seperti yang pernah terjadi saat bersama Kevin, membuat gadis itu bertahan tidak mau diajak ke dokter.
Saat-saat seperti itu, biasanya Celina akan teringat pada Kevin. Gadis itu butuh dukungan dari seseorang yang mengetahui kondisinya. Cuma laki-laki itu yang mengetahui tentang kehamilan Celina. Celina menangis sendiri saat mengingat pesan Kevin yang memintanya untuk tetap tinggal di rumah Alyssa.
Nggak mungkin, aku nggak mungkin tetap tinggal disini, apa yang akan dibicarakan orang-orang di sekitar kami. Aku tak boleh melibatkan Alyssa dalam masalah hidupku, jerit hati Celina.
Celina menangis terisak dikamarnya mengingat saat ini adalah saat-saat terakhir bersama Alyssa. Karena bagaimanapun juga Celina akan tetap memilih untuk meninggalkan Alyssa.
Gadis itu tidak sanggup membayangkan ekspresi Alyssa saat tau dirinya hamil diluar nikah. Entah apa yang akan Alyssa pikirkan tentangnya. Alyssa akan kecewa, teringat saat awal mereka bersama, Alyssa percaya Celina gadis baik yang tak akan menjual dirinya.
Sesak terasa di dada, perih, namun harus ditanggungnya. Tak ada tempat berbagi, satu-satunya pelampiasan hanyalah menangis seorang diri didalam kamarnya.
"Dari mana aja sih, dicariin dari tadi" ucap Alyssa yang tiba-tiba muncul dihadapan Celina.
Celina buru-buru menyembunyikan lembar formulir pengajuan cutinya.
"Ada keperluan di sekre" jawab Celina singkat.
"Harusnya kamu itu punya ponsel jadi aku bisa menghubungimu, kak Kevin juga bisa langsung nelponmu nggak perlu nelpon ke ponsel ku dulu kan ?" ucap Alyssa tersenyum memberi usul.
Alyssa bukannya keberatan jika Celina teleponan dengan Kevin menggunakan ponselnya. Tapi menurutnya, kakaknya akan lebih leluasa menelpon langsung pada Celina dibanding melalui Alyssa.
"Kita ke mall yuk, kita beli ponsel untukmu" ajak Alyssa.
"Nggak usah Al, saya nggak butuh ponsel, sungguh, satu-satunya orang yang ingin kuhubungi cuma kamu, tapi kita selalu bersama kan ?" ucap Celina tak ingin Alyssa membelikan ponsel untuknya.
Alyssa tercenung, benar juga, Celina tak memiliki teman lain dan juga tak memiliki kepentingan dengan siapapun. Akhirnya Alyssa mengalah mengikuti pemikiran Celina.
Namun dihari terakhir ulangan semester Alyssa ngotot mengajak Celina jalan-jalan ke mall. Dengan alasan merayakan kebebasan dari masa-masa ujian yang melelahkan otaknya.
Untuk alasan itu Celina bersedia diajak ke mall ditambah lagi sudah lama mereka tidak jalan-jalan. Suasana menjelang ujian membuat mereka kehilangan napsu bermain-main.
Celina termangu menatap baju-baju bayi yang terpajang di counter khusus perlengkapan bayi. Celina menarik nafas berat mengingat beberapa bulan lagi gadis itu harus menyiapkan semua keperluan untuk bayinya.
Matanya terasa panas namun gadis itu berusaha bersikap tenang didepan Alyssa. Kembali gadis itu menghela nafas berat saat melihat label harga perlengkapan bayi itu.
Entah kenapa mereka harus melewati counter ini, karena ingin berjalan-jalan dan melihat-lihat akhirnya sampailah ke counter yang membuat hati Celina menjadi lebih resah.
Pandangan Celina terpaku pada sosok yang sibuk menelpon didepannya. Tubuhnya membatu, sulit untuk digerakkan, matanya berkaca-kaca. Alyssa menarik gadis itu bersembunyi dibalik deretan pajangan.
Dada Celina terasa sesak, tubuhnya gemetar, Celina memalingkan wajahnya agar Alyssa tidak melihat perubahan wajahnya.
"Itu Raffa dan istrinya, aku tidak suka berhadapan langsung dengan mereka" ucap Alyssa yang masih mengintip.
Sekuat tenaga Celina menghilangkan bulir bening dimatanya yang memaksa untuk tumpah. Menghela nafas berkali-kali barulah gadis itu merasa tenang, namun tubuhnya masih terasa gemetar.
Alyssa mengajak Celina mengintip, berat rasanya, namun akhirnya mengikuti Alyssa menatap wajah laki-laki yang dirindukannya sekaligus dibencinya itu.
"Kamu kan pernah ditolong olehnya, apa kamu mau menyapanya ?" tanya Alyssa teringat bahwa Celina tak harus bersembunyi sepertinya.
Celina menggeleng cepat, jelas gadis itu tidak akan sanggup menemui laki-laki yang sedang menemani isterinya berbelanja keperluan bayi mereka. Diam-diam Celina kembali menghapus air matanya.
Terlihat Raffa yang sedang menelpon dan Jessica yang sedang mengamati barang-barang. Celina memandang mereka dengan tatapan nanar. Kandungan Jessica sudah terlihat besar, Celina tersenyum dengan perasaan perih, air matanya mengalir.
"Kalau ini bagaimana ?" tanya Jessica menujuk kereta bayi didepannya.
"Terserah" ucap Raffa singkat.
Jessica memonyongkan mulutnya, mendapat jawaban seperti itu dari suaminya. Meski sering mendapatkan perlakuan tak acuh seperti itu, Jessica berharap suatu saat nanti Raffa akan kembali menyayanginya.
"Sebentar lagi David datang, kamu bisa belanja dengannya" ucap Raffa sambil mengamati ponselnya.
"Kenapa harus sama David, memangnya dia suamiku" ucap Jessica protes.
"Kalau tidak mau ditemani David itu terserah padamu, suamimu banyak, pilih salah satu, asal jangan denganku, jika bukan karena permintaan mommy aku tidak akan mau menemanimu" jawab Raffa santai namun sakartis.
Jessica menatap tajam wajah Raffa, hingga kini wanita itu masih belum bisa mendapatkan kembali hati Raffa.
Pak David, bisik hati Celina saat melihat David melintas.
Celina dan Alyssa masih bersembunyi di deretan pajangan. Terlihat Raffa yang berjalan sendiri meninggalkan istrinya bersama David, Personal Assistant-nya.
Celina dan Alyssa terpaku menatap laki-laki tampan dengan tubuh tinggi proporsional itu berjalan dengan setelan jas hitam yang elegan.
Melangkah dengan santai menuju teras mall, membuat setiap wanita-wanita yang dilewatinya terpaku menatap wajah tampannya. Laki-laki itu tidak peduli, sedikitpun tidak peduli, masih melangkah kearah mobil dan sopirnya yang telah menunggu.
Celina menatap punggung Raffa yang semakin menjauh, mungkin kesempatan ini tak akan pernah terjadi lagi. Menatap laki-laki itu didepan mata, pasrah dengan takdir hanya itu yang bisa Celina lakukan. Mengharapkan laki-laki itu adalah tidak mungkin.
Raffa menatap kosong melalui jendela kaca mobilnya.
"Tolong ke Villa pak" ucap laki-laki itu pada sopir keluarganya.
"Baik tuan" sahut sopir paruh baya itu, menatap Raffa yang memejamkan mata melalui spion tengah.
Sudah berkali-kali sopir itu mengantarkan tuan mudanya ke Villa miliknya. Sejak menikah, tuan mudanya sering menghabiskan waktu di Villa itu.
Raffa akan langsung menghempaskan diri di ranjang yang pernah ditempatinya bersama Celina. Setiap kali lelah dengan pernikahannya. Laki-laki itu akan mendatangi Villa itu, dan tidur disana.
Hanya tempat itulah yang membuatnya nyaman, sekaligus sedih, ranjang yang sekarang selalu rapi itu akan menjadi tempatnya mengenang hari-hari bersama Celina.
Aku akan menemuimu setelah anak itu lahir, aku akan mencarimu, aku ingin menemuimu, aku ingin memelukmu, aku ingin bersamamu, aku hanya ingin bersamamu, batin Raffa mengulang setiap keinginan-keinginannya.
Tidur telungkup membuat air mata laki-laki itu menetes di bantal hingga akhirnya tertidur. Menjelang malam barulah Raffa pulang dengan perasaan yang lebih tenang.
"Darimana saja kamu, mommy ke kantor tapi kamu tidak disana, mommy telepon kamu tidak menyahut" tanya Ny. Rowenna melihat putranya baru muncul di depan pintu.
Kata-kata seperti itu sering terdengar, dan semakin sering ditanyakan. Raffa tidak pernah pedulikan itu, kehidupan seperti itulah yang dijalaninya sekarang. Ibunya harus bisa menerima kenyataan itu.
Raffa akan langsung melangkah menuju kamarnya, tanpa menjawab apapun. Melepas pakaiannya, berdiri di depan shower tertumpu pada kedua tangannya, membiarkan air yang mengalir itu membasahi tubuhnya hingga berjam-jam.
Lalu termenung di balkon kamarnya, jangan ditanya kemana dia pergi, jangan tanya apa yang dilakukannya. Apapun akan dilakukannya asal jangan menyuruhnya berbaik hati pada Jessica, gadis yang memisahkannya dengan Celina.
Itulah yang terpikirkan olehnya, menjalani kehidupan pernikahan yang tak diinginkannya. Demi terbebas dari tuntutan keluarga, dengan harapan bisa hidup bahagia bersama gadis yang dirindukannya, suatu saat nanti.
Laki-laki itu menarik nafas berat, keinginannya belum terwujud, masa pernikahan yang menyiksa ini terasa begitu lama.
Seseorang merangkulnya dari belakang, Raffa langsung melepaskan tangan yang melingkar di dadanya itu. Dari aromanya laki-laki itu sudah tau, kalau yang memeluknya adalah Jessica. Wanita yang tak lagi bisa menguasai hatinya.
Jessica melepaskan rangkulannya lalu duduk dikursi di samping Raffa, wajahnya cemberut menatap lurus kedepan mengikuti pandangan suaminya. Bosan menatap arah yang sama, wanita itu menoleh ke ranjang Raffa, wanita hamil itu berpikir entah kapan dia bisa tidur disana, bersama suaminya.
Jessica meraih tangan Raffa, laki-laki itu langsung menepisnya.
"Tega sekali kamu mengabaikanku, aku telah menjadi istrimu. Namun tak pernah sekalipun kamu peduli padaku" ucap Jessica pelan sedikit manja.
"Bukan aku yang menginginkanmu menjadi istriku" jawab Raffa.
"Gadis itu, apa kamu bertemu dengannya ? kamu selalu menghilang, apa kamu diam-diam menemuinya ?" tanya Jessica tiba-tiba.
Raffa menoleh pada Jessica, terusik dengan pertanyaan itu. Jessica langsung senang melihat Raffa menoleh kearahnya, wanita itu mendapat perhatian karena ucapannya.
Namun Raffa menoleh bukan dengan tatapan yang menyenangkan namun dengan tatapan yang tajam. Laki-laki itu merasa wanita ini mencoba mengatur hidupnya, mulai ingin tau apa yang dilakukannya.
"Kamu ingin aku menceraikanmu sekarang ?" ucapnya sambil berdiri dari kursi.
"Jangan salah paham dulu, aku bukannya menuduhmu, aku sama sekali tidak mempermasalahkan jika kamu bertemu dengannya, aku hanya ingin mendapat sedikit perhatian darimu" ucap Jessica tertunduk.
Jessica menyinggung tentang gadis yang diimpikan laki-laki itu, berharap suaminya akan bersikap baik padanya, jika dia berbesar hati merelakan Raffa bertemu dengan wanita idamannya itu.
"Apapun yang kulakukan bukan urusanmu, jangan coba-coba mengatur hidupku" ucap Raffa membuka pintu kamar lalu merebahkan diri diranjangnya.
Jessica ikut merebahkan diri disamping Raffa. Raffa langsung duduk memandang tajam pada wanita itu.
"Aku tidur disini ya, mommy menanyakan kenapa aku selalu tidur terpisah denganmu" ucap Jessica sambil tersenyum.
"Kamu benar-benar ingin membuatku tidak betah dengan pernikahan ini" jawab sambil Raffa beranjak dari ranjang.
Jessica duduk, masih berharap Raffa memberinya kesempatan untuk tetap berada disitu. Namun Raffa telah berada disamping pintu.
"KELUAR DARI KAMAR INI !!!" ucapnya keras.
Jessica kaget langsung berdiri dan berlalu dari kamar itu. Raffa membanting pintu hingga dindingnya bergetar, suaranya terdengar oleh seluruh penghuni rumah yang megah itu. Membuat Ny. Rowenna keluar dari kamarnya.
"Apa dia ingin menghancurkan rumah ini ?"tanya Rowenna sambil menatap kelantai atas.
Tak lama kemudian terdengar suara mobil sport yang di kemudikan dengan kecepatan tinggi. Keluar dari rumah yang memiliki pagar otomatis itu. Telat sedikit saja pagar itu terbuka mobil Raffa akan menghantam pagar besi bergaya klasik itu.
Sabarlah, aku akan segera kembali padamu, batin Raffa.
Laki-laki itu tak peduli apa yang dipikirkan ibu dan istrinya, dia ingin berada jauh dari rumah itu. Kemana saja, asalkan bisa mengalihkan pikirannya dari bayang-bayang gadis itu.
Laki-laki itu menyesal, menjadi laki-laki pengecut yang tak mampu mempertahankan gadis yang dicintainya. Sanggup berkorban nyawa untuknya, namun tidak bisa mendapatkan kebebasan untuk memilikinya.
Berkendara tak tentu arah, akhirnya memarkirkan mobilnya di sebuah ketinggian, memandang nanar kerlap-kerlip lampu kota. Laki-laki itu menitikkan air mata, mengingat lagi ancaman ibunya.
Mampukah dia melindunginya ? mampukah melindungi gadis yang dicintainya ? keraguanlah yang membuatnya memilih menghindar dari ancaman itu.
Dimana kamu Celina, bisakah aku melihatmu sebentar saja ? jerit hati Raffa.
"CELINA... AKU MENCINTAIMU !!!!" teriak Raffa frustrasi, jatuh berlutut, menitikkan air mata.
Seberapapun kuat teriakannya tak mampu membawa kembali Celina dalam pelukannya.
Celina membuka mata, langsung duduk diranjangnya. Hari ini Celina memutuskan untuk keluar dari rumah Alyssa. Pengajuan cuti kuliah dan nilai semesternya telah diterima. Meski nilainya sedikit turun tapi gadis itu tetap menjadi mahasiswi dengan IP tertinggi.
Nilai KHS Alyssa menunjukkan peningkatan nilai yang luar biasa, gadis itu hingga melompat sepanjang hari diranjangnya. Celina tersenyum senang melihat hasil kerja keras mereka. Bulir bening mengalir menatap kebahagiaan gadis itu.
Setelah mendapatkan hasil studi, mereka akan langsung memilih dan mendaftarkan mata kuliah yang akan diambil untuk semester depan. Namun kali ini Celina tak mendaftar dan memperoleh KRS nya.
Alyssa memandang Kartu Rencana Studi miliknya, terlihat deretan mata kuliah yang berhasil didaftarkannya, lebih banyak dari daftar mata kuliah semester-semester sebelumnya.
Gadis itu merasa sangat senang hingga tak mempedulikan Celina yang tak memiliki KRS. Alyssa masih sibuk mengagumi pencapaiannya. Celina memeluk Alyssa, gadis itu heran namun membalas pelukan itu. Alyssa membisikkan terima kasih pada Celina, Celina membisikkan 'aku sayang padamu' pada Alyssa.
Meski terasa aneh namun Alyssa mengangguk dan membalas dengan ucapan yang sama. Gadis itu tidak menyadari itu adalah ungkapan terakhir perasaan Celina untuknya.
Celina telah menyiapkan segala sesuatunya, menyiapkan masakan dikulkas untuknya, membersihkan seluruh rumah, hingga merapikan semua pakaian Alyssa.
Gadis itu terbangun ditengah malam, seperti mendengar seseorang memanggil namanya. Celina merasa inilah saatnya dia pergi dari rumah Alyssa. Beberapa hari lagi perkuliahan semester baru akan dimulai.
Celina tidak bisa menunggu perkuliahan dimulai, Alyssa akan merasa heran Celina tidak mendaftar mata kuliah apapun. Saat inilah yang terbaik baginya untuk pergi.
Selamat tinggal Alyssa. Selamat tinggal sahabatku.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Wirda Lubis
lanjut
2023-10-10
0
Sering Halu
💕💕
2023-09-20
0
Bang Wind
💕💕
2023-09-14
0