Menjelang malam Raffa membuka matanya, kepalanya masih terasa sakit akibat pengaruh anestesi yang masih terasa hingga kini.
"Sudah sadar? bagaimana perasaanmu?" tanya David begitu melihat Raffa membuka mata.
Raffa langsung melihat kearah David lalu memandang mengitari ruangan, hatinya langsung kecewa. Mengingat kejadian tadi dan ruangan yang sekarang ditempatinya. Raffa langsung menyadari, gadis itu telah mengabaikan keinginannya untuk kembali ke Villa.
Raffa memijit keningnya yang terasa sakit, namun laki-laki itu lebih merasakan sakit hatinya. Raffa tidak mengerti kenapa merasa seperti itu. Bahkan pertanyaan dari David pun tak dijawabnya.
Gadis itu telah mengabaikan permintaannya, dan sekarang Raffa yakin tidak akan pernah lagi melihatnya. Gadis itu telah meninggalkannya.
Raffa ingin duduk namun di larang oleh David karena luka yang di derita Raffa cukup parah, laki-laki itu di larang terlalu banyak bergerak.
"Bagaimana kamu bisa tahu aku ada disini?" tanya Raffa akhirnya.
"Polisi datang ke kantor dan memberi tahu keadaanmu. Mobilmu juga menabrak pot kembang rumah sakit ini hingga hancur, ada beberapa kerusakan yang harus dibereskan" ucapnya sambil tersenyum kecut.
David bersikap seperti seorang sahabat pada Raffa, saat tak ada satu pun orang perusahaan di sana. Raffa terkejut mendengar cerita David tentang mobilnya yang menabrak. Laki-laki itu langsung mengkhawatirkan Celina.
"Apa tabrakan yang parah?" tanya Raffa khawatir.
"Lumayan, tapi tidak sampai mengembangkan airbag" ucap laki-laki itu menggambarkan situasi mobil Raffa.
Raffa lega, sejujurnya laki-laki itu tidak mengkhawatirkan keadaan mobilnya tapi mengkhawatirkan gadis itu. Mendengar gambaran situasinya, Raffa berpikir benturannya tidak sampai melukai gadis itu.
"Kamu tidak mau cerita, apa yang terjadi? beberapa hari ini tingkahmu sangat aneh, keluar dari kebiasaanmu" ucap David.
Raffa memandang ke arah lain, laki-laki itu bingung harus bagaimana. Apa yang terjadi padanya ini memang tidak biasa. David sahabatnya tahu semua tentang dirinya, tak ada yang ditutup-tutupi darinya. Tapi entah mengapa, kali ini laki-laki itu enggan bercerita.
"Jika terjadi sesuatu, aku akan kesulitan membantumu" ucap David lagi memancing Raffa untuk bercerita.
Raffa menoleh pada David, hatinya risau. Sebenarnya David mengetahui sedikit banyak kejadian yang menimpa sahabatnya itu melalui berita di televisi. Tapi David ingin mendengar penjelasannya secara langsung dari Raffa.
"Kenapa bisa menolong gadis club itu di sana? bukankah lokasi itu tidak jauh dari Villa?" pancing David.
Raffa kaget, David bisa mengetahui tentang gadis itu. Malam itu mereka datang bersama ke club malam. Raffa yang tak terima diabaikan Celina lalu mengejar gadis itu dan meninggalkan David di sana. Raffa meminta David pulang menggunakan taksi. Raffa sama sekali tidak memberi tahu alasannya keluar dari club malam itu.
"Gadis itu dinyatakan hilang beberapa hari yang lalu, banyak isu buruk yang merebak tentang hilangnya gadis itu. Polisi bahkan mendatangi night club untuk investigasi, gadis itu menghilang tepat di saat kamu pergi dari club malam itu" cerita David.
"Lalu gadis itu muncul di rumah sakit ini menggunakan mobilmu, aku tidak peduli dengan ceritanya pada media. Aku hanya ingin tahu cerita yang sebenarnya darimu" ucap David lagi.
"Apa? gadis itu berkata apa pada media?" tanya Raffa panik.
Gadis itu telah menghilang dari hadapannya, timbul rasa khawatir kalau gadis itu akan menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Nama baiknya akan langsung tercoreng, bukan hanya itu, nama baik keluarga dan perusahaannya pun akan menjadi taruhannya.
Raffa kesal kenapa tidak berpikir panjang malam itu. Penolakan Celina membuat laki-laki itu merasa diremehkan. Dia tidak terima di tolak oleh seorang gadis. Gadis-gadis seperti itu biasanya akan langsung bertekuk lutut padanya.
Raffa meremas rambutnya dengan kasar, menyesal? setengah hatinya menyesal, namun setengahnya lagi merasa puas.
"Apa aku akan di tangkap?" tanya Raffa khawatir.
"Di tangkap? kamu adalah pahlawan, kenapa harus di tangkap?" tanya David masih berusaha mencerna reaksi Raffa.
"Pahlawan?" ungkap Raffa heran.
"Sepertinya ada perbedaan kronologi di sini, saya akan jelaskan padamu atau dengar sendiri dari berita?" ucap David lalu menekan tombol remote control televisi mencari berita tentang kembalinya Celina.
Raffa menatap layar TV dengan serius, ada dua channel saat ini yang membahas tentang gadis itu.
Bagaimana aku tidak tahu berita tentang hilangnya gadis itu? batin Raffa.
Ya, sejak membawanya ke Villa, aku tidak peduli pada berita apapun, aku lupa, pasti ada orang yang merasa kehilangannya, Celina Rose, gadis itu bernama Celina Rose, dia seorang mahasiswi? batin Raffa mengikuti berita.
Raffa mendengar dengan cermat, tak ada sedikit pun berita tentang penyekapan apalagi tentang pemerkosaan. Raffa heran sekaligus lega, gadis itu tidak menceritakan apa pun tentang perlakuannya pada gadis itu.
Raffa memejamkan matanya, bulir bening menetes dari sudut matanya, menyesal atas perbuatan jahatnya.
Meski diperlakukan dengan kejam namun gadis itu justru melindunginya. Raffa tiba-tiba merasa merindukannya, tidak, sejujurnya laki-laki itu selalu merindukannya. Sejak pertama menyentuh Celina, laki-laki itu selalu merindukannya.
Tapi sekarang dia telah pergi, Raffa merasa tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. David menunduk, melihat ekspresi sedih Raffa, hatinya berkecamuk. Ingin melakukan sesuatu untuk membantu sahabatnya itu.
Tapi Raffa masih belum bercerita padanya, hingga dia tidak tahu tindakan apa yang harus diambilnya.
Menjelang tengah malam David pulang, laki-laki itu menawarkan Raffa untuk pindah ke rumah sakit yang lebih besar di tengah kota namun Raffa menolak. Laki-laki itu masih berharap Celina akan datang menemuinya di rumah sakit ini.
Sendiri Raffa menangis, mengingat perlakuan jahatnya pada Celina. Ucapan dan perbuatannya membuat gadis itu hampir bunuh diri. Raffa mengingat setiap tetes air mata gadis itu saat ketakutan, sedih dan frustrasi.
Tolong beri aku kesempatan, aku ingin bertemu denganmu. Tolong biarkan aku melihatmu sekali lagi, jerit hati Raffa.
Belum pernah Raffa merasakan perasaan seperti ini. Rasa bersalah yang sangat kuat dan memang baru kali ini dia berbuat terlalu jauh seperti ini.
Laki-laki itu mencoba untuk tidur namun bayangan Celina membuatnya tak bisa memejamkan mata. Gadis yang di jahatinya justru melindungi nama baiknya.
Celina menatap bulan dari jendela asramanya, gadis itu memikirkan keadaan Raffa. Masih mengkhawatirkan keadaan laki-laki. Begitu dipindahkan ke ruang rawat inap, gadis itu memilih pergi dari rumah sakit tanpa menunggu Raffa sadar terlebih dahulu.
Siang itu, Celina termenung di bangku di bawah pohon rindang, gadis itu ingin menunggu jadwal kuliah selanjutnya. Tatapannya kosong, gadis itu merasa ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Entah sampai kapan gadis itu akan merasa seperti itu.
Celina menghapus air yang menetes dari pelupuk matanya. Semakin lama semakin banyak tetesan air yang menetes. Celina ingin beranjak dari tempat itu, dia tak ingin menjadi perhatian mahasiswa-mahasiswa yang lalu lalang di sana. Tiba-tiba berdiri dihadapannya Maura dengan wajah yang kesal.
"Kamu kemana aja? kenapa nggak masuk kerja?" tanya gadis itu langsung tanpa aba-aba.
"Aku sudah berhenti" ucap Celina sambil menatap mata Maura.
"Kalau nggak kerja, kamu dapat uang dari mana? kamu tahu berapa tawaran tertinggimu sekarang?" tanya Maura.
"Apa maksudmu?" tanya Celina tak mengerti.
"Tamu-tamu itu sudah menjanjikan sepuluh persen untukku kalau kamu setuju. Hanya sekali main aja apa susahnya sih, buat apa kamu pertahankan harga diri kalau habis itu kelaparan trus mati" ucap Maura kasar, karena kesal mengetahui Celina keluar dari club malam.
"Apa? jadi, kamu yang menyebar isu kalau aku...," Celina tak sanggup melanjutkan kata-katanya.
"Ya.., kenapa? jangan sok jual mahal dengan harga segitu. Harusnya kamu bersyukur, bisa harga setinggi itu karena ego mereka yang nggak mau kalah, kalau nggak hargamu cuma...,"
"Tutup mulutmu !!!" Celina mengangkat tangannya hendak melayangkan tamparan pada Maura.
Tapi Celina menghentikannya, sekuat tenaga gadis itu akhirnya menghentikan niatnya melakukan tindakan kekerasan itu. Akibatnya, air matanya mengalir, tubuhnya bergetar. Maura menatap tangan Celina yang terhenti, matanya melebar.
"Kamu benar-benar tidak tertolong lagi, aku..., tidak punya teman sepertimu, jangan pernah perlihatkan lagi wajahmu padaku" ucap Celina dengan tatapan tajam, kemudian berlalu dari hadapan Maura.
Celina menyesal tidak menampar gadis jahat itu namun Celina merasa tidak ada gunanya. Gadis tak punya hati itu masih tidak merasa bersalah. Dan apa yang hilang dari Celina tetap tak bisa kembali lagi.
Gadis itu menangis seorang diri, sebentar-sebentar menghapus air matanya di sudut bangunan kampus.
Celina mengikuti kuliah ke dua dengan perasaan tak menentu. Gadis itu hingga di tegur dosen karena ketahuan melamun. Beruntung Celina dapat menjawab pertanyaan yang diajukan hingga kejadian itu tidak terlalu memalukan.
Ini adalah hari ke dua Celina menatap Raffa melalui lobang kaca pintu ruang rawat inap. Setelah menjalani kuliah gadis itu selalu mampir ke rumah sakit tempat laki-laki itu di rawat.
Menatap Raffa yang hanya termenung seorang diri. Kadang gadis itu ingin mendatangi tapi untuk apa. Menatap laki-laki itu saja sudah cukup baginya.
Kadang gadis itu harus bersembunyi jika ada yang mengunjungi Raffa. Gadis itu tidak ingin terlihat oleh siapapun. Setelah bertanya keadaannya pada suster jaga, gadis itu akan memandang Raffa lalu pulang kembali ke asramanya.
Gadis itu bersyukur keadaan Raffa semakin hari semakin membaik.
Hari ini adalah hari terakhir aku mengunjungimu setelah itu aku akan melupakanmu, batin Celina pada dirinya sendiri.
Itulah ucapannya setiap hari namun tetap saja gadis itu kembali datang mengunjungi. Datang tapi tidak pernah mau menemui. Gadis itu menjalani hari-hari dengan tatapan kosong, pikirannya hanya ingin mendatangi rumah sakit itu. Menatap Raffa, menatap laki-laki yang hanya duduk tertunduk itu.
Namun, kali ini Celina tak melihatnya di kamar. Seperti biasa setelah menanyakan keadaan Raffa pada suster jaga gadis itu akan mampir untuk melihat keadaan laki-laki itu. Namun kali ini dia tidak melihat Raffa dikamarnya.
Kemana dia? batin Celina bertanya-tanya.
"Suster, di mana tuan Raffa?" tanya gadis itu pada suster yang kebetulan lewat.
"Mungkin di taman mbak, keadaan tuan Raffa sudah membaik. Sudah boleh berjalan pelan-pelan. Kemarin saya lihat dia lagi duduk di taman" ucap suster itu menjelaskan.
Celina berterima kasih pada suster itu, lalu berjalan menuju taman yang terletak di samping rumah sakit. Gadis itu berjalan pelan mengitari taman namun tetap saja tak melihat laki-laki itu.
Sudahlah, aku tak harus melihatnya, suster berkata kondisinya sudah membaik, mungkin memang tidak perlu melihatnya lagi, bisik hati Celina.
Celina membalik badan hendak pulang sambil tertunduk gadis itu melangkah pelan. Langkahnya kembali terhenti di depan ruangan Raffa, berharap bisa melihatnya sekali lagi saja.
Celina tertunduk, laki-laki itu masih tidak terlihat. Gadis itu memutuskan untuk pergi. Namun langkahnya terhenti, seseorang berdiri dihadapannya. Seseorang dengan pakaian pasien itu berdiri menghalangi jalannya.
Celina mengangkat wajahnya, menatap pemilik tubuh yang tinggi itu. Celina terpaku, Raffa berdiri tepat dihadapannya menatap tajam kearahnya.
"Tiap hari datang tapi tidak mau menemui, untuk apa kamu kesini?" teriak Raffa dengan suara keras.
Celina kaget mundur, gadis itu tertunduk.
Raffa bersikeras mengantar David ke parkiran karena merasa bosan hanya duduk di ruangan. Sambil berjalan pelan laki-laki itu menanyakan keadaan keluarganya.
"Sepertinya mereka belum mendengar berita tentangmu. Aku mungkin akan di maki karena tidak mengabari mereka" jawab David berjalan sambil menunduk.
"Jangan khawatir, katakan saja aku yang melarangmu" ucap Raffa sambil tersenyum.
Raffa dan orang tuanya memang tidak se rumah, Raffa di apartemen mewahnya. Sementara tuan dan nyonya Saltano menempati rumah megahnya sendiri.
Laki-laki yang telah dipercayai memimpin perusahaan milik keluarganya itu memilih hidup terpisah dengan alasan mandiri dan privasi.
Raffa sangat berterima kasih atas perhatian sahabatnya. David adalah satu-satunya tempat bergantungnya. Tempatnya berbagi masalah dan sahabat yang paling disayanginya.
Setelah mengantar David, Raffa melangkah kembali ke ruangannya.
"Oh..., rupanya tuan ada disini? saya pikir di taman" ucap seorang suster yang kaget melihatnya berjalan di lorong rumah sakit itu.
Raffa hanya tersenyum, mengangguk sebentar lalu melanjutkan langkahnya pelan.
"Apa tuan sudah bertemu dengannya?" tanya suster itu penasaran karena terlanjur memberi petunjuk yang salah pada Celina.
Langkah Raffa terhenti, membalikkan badan menatap heran pada suster itu.
"Siapa?" tanya Raffa penasaran.
"Nona Celina, gadis yang mengantar tuan ke rumah sakit ini" jawab suster itu lagi yang telah begitu mengenal Celina.
"Dia datang kesini?" tanya Raffa penasaran hingga melangkah mendekat pada suster itu.
Suster itu sedikit heran dengan ekspresi Raffa yang seperti terkejut.
"Iya, dia datang setiap hari menanyakan keadaan tuan. Apa tuan tidak bertemu dengannya?" tanya suster itu lagi.
"Setiap hari?" tanya Raffa semakin heran.
Suster itu mengangguk kuat karena dia yakin setiap hari Celina menanyakan keadaan Raffa padanya.
"Di mana dia sekarang?" tanya Raffa langsung terburu-buru.
"Saya tadi menyuruhnya mencari tuan di taman" jawab suster itu.
Raffa langsung melangkah tergesa-gesa, suster itu berteriak meminta Raffa berjalan pelan-pelan saja. Namun laki-laki itu tidak peduli, rasa perih diperutnya pun tak dihiraukannya sama sekali.
Raffa ingin segera mencari gadis itu, dia ingin menatap wajah itu, dia tidak ingin lagi kehilangan gadis itu.
Belum mencapai taman langkah kaki Raffa telah terhenti. Matanya terpaku menatap sosok di depan sana. Menatap tubuh mungil yang sedang berdiri memandang ke arah kamar rawat inapnya.
Rasanya ingin segera menangkapnya, memeluknya, mendekapnya, menyimpannya dalam sebuah kamar dan tidak akan melepaskannya. Namun, rasa kesal menguasai hati laki-laki itu.
Raffa ingin diam menatap gadis itu lebih lama tapi gadis itu ingin melangkah pergi. Raffa segera melangkah cepat kearahnya, menghalangi gadis itu pergi meninggalkannya.
"Untuk apa kamu datang kesini?" bentak laki-laki itu mengulangi.
Tubuh Celina terguncang kaget mendengar bentakan Raffa. Mata gadis itu berkaca-kaca, segera Celina melangkah melewati laki-laki dihadapannya. Raffa meraih tangan Celina lalu menarik tubuh gadis itu ke dalam pelukannya.
Air mata Celina langsung mengucur deras. Gadis itu ingin melepaskan diri dari pelukan Raffa. Namun, hatinya ingin tetap berada di situ. Raffa menguatkan pelukannya, rasa rindunya pada gadis itu telah menguasai dirinya.
Dengan cepat Raffa mendorong Celina memasuki ruangannya. Menyandarkan gadis itu ke dinding, menangkup wajah cantiknya, menciumnya kasar penuh napsu.
Celina memejamkan mata, membiarkan laki-laki itu melakukan apa yang diinginkannya. Semakin lama ciuman kasar itu berubah menjadi ciuman yang lembut.
Tangan Celina yang memegang pinggang Raffa perlahan naik ke punggung laki-laki itu. Raffa yang merasakan sentuhan dipunggungnya kembali mengencangkan pelukannya, memperdalam ciumannya.
Raffa ingin melakukan itu lebih lama namun dia telah kehabisan napas. Raffa merenggangkan pelukannya menatap wajah yang sangat dirindukannya.
"Jangan tinggalkan aku lagi, aku lebih baik mati di Villa asalkan bisa tetap bersamamu" ucap Raffa lalu memeluk kembali tubuh mungil Celina.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Wirda Lubis
lanjut..
2023-10-10
0
Sering Halu
❤❤❤❤
2023-09-16
0
Bang Wind
☕☕☕
2023-09-14
0