Malam hari begitu terasa mencekam ketika hujan deras di sertai petir mengguyur kota x yang di tinggali Arini. Arini menangis terisak kala suami yang pernah mencintainya mengusirnya begitu saja bahkan ia merebut putri semata wayangnya yang teramat ia cintai.
Rico sudah menggenggam ikat pinggang, yang telah ia lilitkan ke tangannya, ikat pinggang itu terjuntai hingga ke lantai. Rico telah siap memberi kekerasan kepada istrinya itu karena ia tidak menurut.
Rico menampar pipi Arini kuat, hingga wanita itu terjerembab ke atas lantai. Namun sosok seseorang yang tengah merebahkan diri ke atas sofa terlihat tersenyum dengan penuh kemenangan. Ia teramat menikmati pertunjukan itu.
"Duaarr,"
Suara gemuruh petir membuat Arini terbangun, ia memegangi pipinya, rasanya begitu nyata, mimpi apa ia barusan, sangat menyeramkan.
Ia masih mengatur nafasnya, kemudian melirik anaknya yang masih terlelap dalam balutan selimut. Tangannya yang masih gemetar menyentuh rambut anaknya, "sayang..untung hanya mimpi, sungguh entah apa yang akan mama lakukan tanpa kamu nak!".
Air matanya tiba-tiba mengalir, sosok seseorang yang merebahkan diri di sofa tadi mengusik hatinya, sayangnya tidak jelas, hanya samar-samar bayangan hitam.
Arini hanya mampu berdoa semoga mimpi itu tidak akan pernah menjadi nyata.
Di kota lain, Seto sedang tidur di dalam kamar bernuansa gelap, Seto terhenyak bangun, setelah suara dering ponsel memekakkan telinganya. Mulai terlihat jelas jam di dinding kamarnya sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Pria itu mulai meraih ponselnya dan menempelkannya di telinga.
"Hallo.." Seto menerima panggilan telepon itu dengan rasa kantuk yang melandanya.
"hallo..maaf." suara Arini agak ragu saat menelepon seseorang yang bukan siapa-siapanya.
"Ya." Seto masih belum menyadari suara siapa sekarang yang meneleponnya, satu tangan kini mengucek matanya.
Telepon itu terputus, Seto kemudian melirik nomor yang baru saja menghubunginya, nomor baru ia mengerutkan kening, mencoba mengingat-ingat nomor siapa ini.
Lelaki itu lupa, ketika mengantarkan Arini pulang, beberapa waktu lalu, saat Arini mabuk dari kafenya, ia memberikan kartu namanya, jika ada apa-apa Seto menawarkan diri agar Arini tak ragu menghubunginya.
Seto hanya bergeming, masih menatap Nomor sang pemanggil, beberapa detik kemudian ia menekan nomor itu hingga panggilan itu tersambung.
"Maaf…mas, mengganggu," suara Arini membuat Seto berbinar.
"Arini? Hlo ada apa..apa terjadi sesuatu?" tanya Seto cemas, tentu saja lelaki itu cemas di dini hari seperti ini Arini menghubunginya sungguh hal yang tidak wajar.
"Maaf..mas, tadi aku hanya bingung, salah pencet." Suara Arini serak, membuat Seto curiga.
"Ada apa Arini? Katakan saja…aku pasti akan membantumu."
"Tidak mas. Beneran tadi nggak sengaja kepencet, ya sudah mas.. selamat istirahat, maaf mengganggu."
Panggilan itu terputus, tanpa menunggu Seto menjawabnya, jelas saja kejadian ini membuat Seto berpikir, ada apakah gerangan?. Ia kemudian menelepon Bimo seseorang yang ia suruh untuk mencari informasi tentang Arini, ia meminta kepada Bimo agar berjaga-jaga di sekitaran rumah Arini dan memastikan wanita itu dan putrinya baik-baik saja, jika ada hal sedikit yang menyakiti Arini, maka bimo lah yang akan menjadi samsak untuk praktek tinjunya.
Seto terdiam kembali, pikirannya tak lepas mencemaskan Arini, kini rasa kantuknya pun hilang seketika. Tangannya meraih bungkus rokok di atas nakas mengambil satu batang kemudian menyulutkan api.
Menghisap lalu mengeluarkan asapnya beberapa kali, itu cukup efektif untuk menghilangkan stresnya memikirkan apa yang baru saja ia alami. "Arini.. sebenarnya ada apa denganmu?"
Sebelumnya Seto tidak pernah merasa secemas ini terhadap wanita, ia selalu acuh dan merasa wanita itu adalah biang menjengkelkan, ribet itu kata yang selalu mendefinisikan kata wanita bagi Seto.
Tak terasa ia telah menghabiskan satu batang rokok, ia membuang puntungnya ke asbak, tangannya tergerak mengulir layar ponsel beberapa teks ia ketik.
"Are you ok?" Ia mengetik beberapa kata ini beberapa kali, menghapusnya, lalu mengetiknya berulang kali. Lelaki mendesah kesal, dirinya di buat mati penasaran oleh Arini.
Jam menunjukkan pukul empat pagi, tak terasa sudah dua jam Seto terbangun, dan matanya tidak ada hasrat untuk terlelap, ia benar-benar di buat kalut oleh Arini.
Sedangkan di rumahnya, Arini sudah bangun untuk rutinitas sehari-hari, ia bangun lebih awal dan mengerjakan pekerjaan rumah. Walaupun ada pembantu, tak membuat Arini bermalas-malasan untuk bangun.
Namun seseorang mengetuk pintunya, sepagi ini siapa yang bertamu batin Arini, ia berjalan segera mendekati pintu namun sebelum membukanya, Arini mengintip dari tirai jendela, ternyata Rico pulang. Tentu saja membuat Arini senang dan segera membuka pintu.
"Mas..kok balik nggak ngabarin dulu..?"
Namun Rico tak menjawab, ia menyelonong masuk, sikap Rico yang seperti ini membuat Arini seketika paham, suaminya itu sedang ada Masalah.
Sebenarnya setelah pergulatan panasnya dengan Clara, Rico tak hentinya memikirkan Arini, entah tidak seperti biasanya, terlebih lagi Clara membuatnya kesal, ia menuntut dirinya agar menceraikan Arini. Jelas saja hal itu tidak akan di kabulkan oleh Rico.
Arini mendekati Rico yang duduk di sofa, ia membantu melepaskan sepatu suaminya itu. "Mas..mau di buatkan kopi atau teh?" Seraya melepaskan sepatu Rico Arini bertanya.
"Rin..." Arini mendongak ketika namanya di sebut.
"Iya. Mas..?"
sebenarnya ada sesuatu yang ingin Rico sampaikan, namun rasanya ungkapan itu sulit dan tercekat di tenggorokan. "Mas..ada apa?" tanya Arini memastikan saat Rico ragu meneruskan ucapannya.
"Tidak. Aku lelah tidak usah membuatkan aku minuman, aku mau istirahat.." setelah mengatakan itu Rico bergegas masuk ke kamarnya dan meninggalkan Arini dalam rasa penasarannya.
"Aneh sekali," gumam Arini kemudian berjalan menuju rak sepatu dan menata sepatu suaminya tadi.
Arini tiba-tiba saja teringat akan mimpinya, ia mengelus dadanya, "itu hanya mimpi..tapi kenapa rasanya seperti nyata," gumam Arini.
Di kamar, Rico mematikan ponsel, ia menghindari Clara yang sedari tadi tak henti menghubunginya, tidak mungkin juga baginya mengangkat telepon Clara untuk sekarang, bisa-bisa Arini curiga dengannya.
Namun di tempat lain Clara di buat naik pitam oleh Rico, ia sangat kesal suaminya itu meninggalkannya begitu saja, ia bersumpah akan menghancurkan Arini. Karenanya suaminya itu telah meninggalnya, walaupun sebenarnya hak terkuat di miliki oleh Arini, namanya cinta buta, jadi apapun akan benar baginya.
"Wanita ******* itu harus aku singkirkan!" teriak Clara seraya membanting apapun yang berada di jangkauannya.
"Arini. Aku membencimu. Wanita sialan!" Amarah Clara begitu menggebu-gebu, saat ia teringat Rico menolak keinginannya agar suaminya itu menceraikan Arini. Ia menginginkan Rico seutuhnya, tanpa harus berbagi suami.
Sungguh Clara akan melenyapkan Arini, ia bersumpah seraya menusuk foto Arini menggunakan jarum lalu membakarnya.
namun ia juga tidak menyadari bahwa maut kematian juga sedang mengincar dirinya jika ia berani menyentuh Arini.
Bersambung.....
siapakah dewa kematian itu?
gimana nih menurut kalian kok Arini bisa telpon mas Seto sih ?
lalu mas rico kok bimbang ?
jangan pelit like komen dan vote ya ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Maya Khauw
Cinta segitiga akan menghancurkan rmh tangga mu dengan Arini Rico ..ternyata istri siri mu si Clara mempunyai sifat jht
2022-07-04
1
Ariey Rosdiana
clara tanduk nya mulai keluar...
2021-10-25
4
°αηggιє ησєямα ⏤͟͟͞R❣️
dewa kematian nya itu Bang seto🙄
2021-10-03
6