"Mama cucu," Arini terbangun, ia mengelus puncak kepala anaknya dan memberikan ciuman sekilas di pipinya. Wajah Arini terlihat pucat pagi ini, mungkin karena ia begadang tadi malam.
Bibir Arini pun nampak kering, di sertai lingkar matanya yang menghitam, menandakan bahwa ia kurang tidur. Namun ia tak menghiraukan itu, yang terpenting adalah Anaknya tidak rewel itu sudah cukup.
"Buatkan aku kopi!" Suara Rico mengagetkannya, tanpa menjawab Arini pun segera menuangkan gula, dan kopi ke dalam cangkir.
Lelaki nan Arogan itu membawa Anaknya untuk duduk di sebuah kursi, yang berada di dapur. "Anak papa sudah bangun ya? Semalam ngompol ya?"
Sudut bibir Arini tersenyum, sejujurnya momen seperti inilah yang ia dambakan, walaupun Rico kasar kepadanya, tetapi Arini tahu, suaminya itu sangat menyayangi anaknya.
"terkadang lembut…terkadang kasar membuat hati bertanya siapa kau?" Ucap Arini dalam hati.
Rico yang ringan tangan, kadang membuat Arini selalu berpikir untuk mengakhiri rumah tangganya, jika di hitung- hitung Rico baik kepadanya ketika pengantin baru saja. Arini pun tak tahu apa salahnya, hingga Rico bersikap demikian. Bahkan sisa tamparan kemarin, masih terasa nyeri hingga menimbulkan bekas memar di pipinya.
Rico masih bercengkrama dengan putrinya, lelaki muda nan Arogan yang berusia 27 tahun itu. Segera menyeruput kopi buatan Arini. Rico sudah berpakaian rapi dan hendak pergi bekerja ia adalah salah satu mandor bangunan.
Selepas kelahiran putrinya, sepasang suami istri itu tidak pernah tidur satu kamar, bahkan hanya sekedar makan bersama pun sekarang jarang. Arini memilih makan sendirian sebab, Rico selalu menolak jika di ajak makan bersama.
"Mana sepatuku mah?"
Suara panggilan Rico membuat tubuh Arini tersentak, tanpa bicara Arini segera mengambil sepatu untuk suaminya itu. Namun pagi ini serasa ada yang aneh tidak biasanya Rico mau di layani olehnya.
Tak ingin membuat suaminya kesal Arini dengan sigap segera menyerahkan sepatu untuk suaminya.
"Ini sepatunya, mas," ucap Arini dengan menaruh sepatu di samping kaki suaminya.
" Hari ini berhentilah bekerja! Hanya untuk memberimu makan aku masih sanggup !" Kata Rico ketus.
Arini hanya diam tak menjawab, tatapan dingin suaminya membuat tubuhnya seolah terbelah menjadi dua bagian.
"Aku akan mengajukan risegn nanti, tapi tidak bisa langsung keluar karena di tempatku bekerja sebulan pengajuan risegn baru bisa keluar,"
Menghembuskan nafas dengan kasar, Rico menajamkan matanya, pertanda Arini telah membuatnya marah, Arini menunduk, ia mencoba menghindari pertengkaran, wajah pucatnya seolah menjadi pertanda ia lelah untuk bertengkar lagi.
Rico bersedekap dada, " kau mau jadi istri pembangkang?"
Arini meremas ujung bajunya, ketika Rico hendak memakinya, tiba- tiba putrinya membuat Rico mengalihkan pandangannya." Papa inum ,"
"Mas.." ragu-ragu Arini membuka suara.
"Hem.."
"Aku akan mencoba bilang kepada bosku untuk risegn semoga saja segera di setujui, tapi.." Arini tak berani melanjutkan lagi ucapannya saat matanya bertemu dengan manik mata Rico, seluruh tubuhnya seakan melemas.
Tanpa menyahut, Rico meraih dompet di saku celananya dan memberikan sejumlah uang seratus ribuan dan menaruhnya di atas meja dengan kasar.
Arini melihat uang yang baru saja Rico letakkan di atas meja.
"Ambilah uang ini, dan jangan boros-boros!" Ujar Rico dengan tatapan dinginnya.
"Iya, mas… terimakasih,"
Tangan Arini mengulur dan mengambil uang itu, tak selang berapa lama, Rico pun beranjak dari duduknya, tanpa berpamitan dengan Arini, lelaki Arogan itu berangkat bekerja tak lupa ia mencium pipi putrinya itu.
Arini menghitung jumlah uang yang di berikan Rico kepadanya, lima ratus ribu rupiah. Arini bernafas lega, setidaknya ia masih di nafkahi Rico walaupun tidak seimbang dengan jumlah pengeluaran. Itulah sebabnya Arini bekerja karena uang yang di kasihkan Rico tidaklah cukup terlebih membeli susu untuk putrinya.
Setelah pekerjaan rumah selesai Arini segera bersiap-siap untuk berangkat kerja, pembantu yang di mintanya datang harian itu kini telah tiba, jadi ia tidak khawatir lagi perihal putrinya saat ia meninggalkannya.
"Bibi..tolong nanti berikan putri saya susu yang telah saya siapkan di dalam kulkas!"
Rico tidak pernah peduli apakah gizi anaknya tercukupi atau tidak, lelaki itu juga tidak pernah tertarik untuk bertanya apakah selama ini kebutuhan rumah tangga tercukupi, baginya yang ia tahu adalah bekerja dan soal anak itu tanggung jawab Arini.
Setibanya di tempatnya bekerja, suasana terlihat ramai pengunjung, membuat Arini merasa tidak enak karena ia telah terlambat datang. Arini melemparkan senyum saat tatapan temannya itu mengarah kepadanya, akan tetapi, bukannya membalas senyum rekan kerjanya itu malah terlihat kesal saat melihat kedatangan Arini.
"Bukan main, karyawan biasa datangnya lebih lambat daripada bos!" sindir salah satu temannya tadi.
"Sudah jangan di hiraukan! Cepat bersiap," kata teman dekat Arini menenangkannya.
Arini mengangguk, kemudian bergegas bersiap.
Untuk menghindari adu mulut, Arini memilih mengabaikan sindiran dari rekannya bekerja tadi, ia sebisa mungkin mengabaikannya, seorang pelanggan datang, Arini pun melayani pembelian bunga dengan tulus hati.
Namun ia merasa ada yang aneh dengan pesanan pelanggannya kali ini, ia melirik dan kemudian melanjutkan pekerjaannya, sebenarnya bukan jumlah pesanan bunganya akan tetapi nama dari sang pengirim seperti familiar baginya.
Dalam benaknya bertanya, apakah nama ini sama dengan orang yang saat ini di kenalnya?. Ah, nama seperti itu kan di dunia tidak dia saja banyak kan nama yang sama di dunia ini.
Arini masih berpikir keras, namun dengan cepat ia menyelesaikan pesanan dari pelanggan.
"Mbak...tolong diantarkan ke alamat yang tertera ya!" Ucap sang pemilik toko membuyarkan lamunan Arini.
Ia menoleh ke sumber suara, terlihat bos sedang berbicara dengan temannya. Alis Arini mengerut pertanda bingung, bukankah biasanya ia yang melakukannya tapi tidak dengan hari ini ada apa?.
Arini pun teringat, bahwa ia ingin mengajukan risegn, ia pun berjalan mendekati bos setelah ia menyelesaikan pesanan tadi.
"Bos. Maaf, saya ingin mengajukan risegn! Karena suami saya sudah tidak memperbolehkan saya bekerja lagi dan menyuruh saya untuk fokus mengurus anak,"
Tak ada respon sebagai petunjuk apakah di setujui atau tidak karena bosnya hanya terdiam. Arini ingin mengatakannya sekali lagi tapi ia merasa tidak enak.
Beberapa menit berlalu, masih tampak tenang tidak ada sahutan dari bos membuat Arini bingung, kemudian ia pun bertanya sekali lagi.
"Bagaimana bos? Apakah saya boleh risegn?"
Bosnya hanya terdiam, hanya manik coklatnya yang menatap sendu Arini, namun masih dengan bibirnya yang membisu.
Sekali lagi Arini bertanya, namun masih saja bosnya itu membisu hanya dengan di iringi tatapan sendu.
Sebuah suara membuat keduanya menoleh, hingga Arini mengabaikan menunggu jawaban dari bosnya itu karena saat ini bosnya sedang mendapatkan tamu.
Bersambung.....
like komen dan vote ya ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Ramawati Dewi
kayak lirik dangdut😁😄
2022-07-16
0
Erni Kusumawati
msh menyimak dulu
2022-01-28
1
Seruni Reaja
coba judulnya hartamu yang aku suka heheh
2021-12-01
4