SCSM 17

🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂

"Saya ingin mendaftar jadi PACAR anda, apa bisa di Terima hari ini juga?" tanya Adam sambil menahan tawa karna ia sedang membayangkan wajah terkejut Diana saat ini.

Tuuuuuuut...

"Sial. Dimatiin!" rutuknya kesal lalu membuang ponselnya ke tengah kasur, Akram yang baru saja masuk membawa dua kaleng minuman bersoda tertawa kecil.

"Cinta bisa bikin orang kaya lo ini gila ya" cetus pria terpintar di sekolahnya itu.

"Jarang ngomong tapi sebaliknya ngomong ngatain gue gila!" oceh Adam sambil merampas minuman kaleng di atas meja, Kini pemuda itu memang sedang ada di kos-kosan Akram yang tak jauh dari sekolah, sepupunya itu memang memilih tetep tinggal di tanah air saat kedua orang tuanya justru pindah ke luar negeri.

"Lo mau beli obat apa? biar gue cariin" tanya Akram yang tadi mendapat keluhan jika Adam sedikit pusing.

"Gak usah, gue mau tidur aja" jawab Adam sambil naik keatas ranjang berukuran sedang, ia langsung terpejam saat bayangan Diana sudah memenuhi pelupuk matanya.

Sampai bertemu esok lagi, Dee..

****

Diana menyembunyikan wajahnya di balik bantal saat mendengar keributan yang terjadi di antara kedua orang tuanya, Bapaknya yang pulang hanya sekedar meminta uang langsung terpancing emosinya saat ibu tak memberinya sama sekali dengan alasan baru saja membayar listrik yang hampir dua bulan menunggak.

" Lu kerja mana duitnya? gue minta gak ada terus! gue butuh modal buat judi!" sentak bapak pada istri keduanya yang mempunyai rasa sabar luar biasa itu.

"Kan suda di bilang tadi kalau.."

"Ah... ALASAN!"

Bapak keluar lagi dari rumah dengan membanting pintu seperti biasa, Diana hanya bisa menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangisnya agar tak pecah, bagaimana pun ia ingin menjadi penguat untuk ibu sambungnya itu.

"Mau kemana, Dee?" tanya ibu saat melihat putrinya hendak keluar memakai hoody.

"Kedepan, Bu. Cari jajanan" Jawab Diana pelan, hatinya begitu sakit melihat kedua mata wanita yang sudah membesarkannya itu bengkak karna tangis.

"Ya sudah, jangan lama-lama, takut hujan"

Diana hanya menganggukan kepalanya sambil tersenyum lalu pergi dari rumah kontrakannya itu.

Dengan langkah yang tak jelas, ia berjalan tanpa arah hatinya yang begitu kacau hanya bisa tersenyum getir saat melihat keramaian di sekelilingnya.

"Begitu banyak orang tapi aku merasa kesepian!" lirihnya sedih dengan nasib yang ia jalani saat ini.

Kakinya berhenti di salah satu halte yang tak ada siapapun disana, hanya ia yang duduk entah untuk apa.

"Permisi" sapa seorang pria pada Diana.

"Iya, ada apa?" Diana mengernyit kan dahinya seperti sedang mengingat sesuatu.

"Kamu Diana, teman Amel, 'kan? masih ingat denganku?" tanyanya lagi yang langsung membuat Diana bangun dari duduknya.

"Apa kamu sepupu Amel? yang tempo hari kita bertemu di toko buku." tanya Diana memastikan ingatannya.

"Iya, Dhafin" sebut pria itu sambil mengulurkan tangannya.

Diana menyambutnya sambil tersenyum kecil, ia kembali duduk begitu pun dengan Dhafin yang ikut menghempaskan bokongnya di sisi Diana.

"Lagi apa disini?"

"Enggak, aku lagi iseng aja" jawab Diana dengan pandangan lurus kedepan.

Dhafin terus mencari bahan obrolan tapi tetap saja Diana menjawabnya dengan begitu dingin sampai akhirnya suara dering telepon milik Dhafin membuat pria itu sedikit menjauh.