Keesokan harinya, Ashan tertidur nyenyak. Dia tidak menghiraukan bunyi alarm milik Ruben.
"Bangun Ashan, kamu bisa terlambat baris berbaris." ujar Ruben.
"Apaan sih, mengganggu saja." Memeluk bantal guling kembali.
Ruben segera keluar kamar, dia tidak mempedulikan si Ashan. Pria itu begitu nyenyak tertidur, susah dibangunkan.
"Mana temanmu?" tanya Anar.
"Dia sedang tidur." jawab Ruben.
"Dia menyebalkan, biarkan saja tidur. Kalau Casanova itu bangun, sungguh mengganggu konsentrasi ku." batin Adel bergumam-gumam.
Semua siswa dan siswi telah diabsen, hanya Ashan yang tidak terlihat. Instruktur benar-benar heran, pada pria pemalas itu.
"Prajurit, tolong bangunkan si Ashan. Bila dia tidak mau juga, siram menggunakan air." titah Kevin.
"Baik instruktur." jawab dua prajurit bersamaan.
Mereka membuka kamar Ashan, dengan membawa ember berisi air. Awalnya dibangunkan baik-baik, tapi malah Ashan marah.
Byurr!
Air seember disiramkan ke wajah dan tubuhnya. Ashan terkejut, karena dua prajurit yang menghampiri. Ashan menatap sekeliling, ternyata Ruben tidak ada.
"Ah sial, dia tidak membangunkan aku. Benar-benar membuatku naik pitam." batin Ashan.
Ashan ditarik keluar kamar, oleh dua prajurit. Dia masih mengenakan baju tidur.
"Ternyata, ada yang suka warna merah muda." Teman sekelasnya tertawa.
"Hahah... memang benar-benar iya. Jangan-jangan dalamnya merah muda juga." Teman sebelahnya, ikut tertawa juga.
Terdengar suara riuh di lapangan dimana banyak siswa dan siswi latihan berlari, membawa senjata busur panah. Ashan diikat disebuah tiang dibiarkan berjemur, dan tidak boleh makan siang bersama.
Adel tersenyum mengejek, sambil melirik ke arah Ashan. Di dalam hatinya ingin tertawa terbahak-bahak tidak terkira.
Setelah mereka semua berlari keliling lapangan, sambil membawa senjata. Sekarang, mereka berkumpul baris berbaris kembali.
"Dengarkan aku, kalian harus berlatih untuk memanah. Setelah latihan di asrama militer berhasil kita akan keluar, untuk berlatih di alam bebas." ujar instruktur Kevin.
"Menyebalkan si Adel, berani-beraninya menertawakan aku. Lebih baik aku kabur saja nanti malam, aku akan pergi ke tempat bar langganan ku." batin Ashan.
"Semangat Adel, kamu pasti bisa." ujar Anar.
"Iya, ini juga sedang berusaha fokus." jawab Adel, sambil tersenyum.
Busur yang Adel tarik, berhasil menancapkan panah pada papan sasaran. Ruben bertepuk tangan, bersamaan dengan tepuk tangan murid lainnya.
Pukul 12.00. mereka beristirahat, pergi ke dapur untuk minta makanan pada koki. Seperti hari kemarin, Adel duduk bersama dengan Anar dan Ruben.
"Kalian mau ikut aku tidak?" tanya Ruben.
"Kemana?" Anar balik bertanya.
"Mau memberi makanan secara diam-diam, untuk si Ashan. Kasian dia bakalan lama dihukum, pasti kelaparan." jawab Ruben.
"Kalau aku sih tidak ikut. Aku tidak mau terima resiko. Lagipula, siapa yang suruh dia terlambat." ucap Adel.
"Oke, tidak masalah." jawab Refic.
Adel mengunyah makanannya dengan lahap. Dia merasa menikmati, telur rebus dengan sambal yang asam manis itu.
"Adel, kami pergi dulu iya." ujar Ruben.
"Iya hati-hati, banyak prajurit mengawasi lapangan." jawab Adel.
"Iya kami tahu, asrama ini dijaga ketat." ucap Ruben.
"Kami pergi dulu iya." Anar berpamitan.
"Dadah!" Adel melambaikan tangan.
Mereka berdua pergi, tinggal tersisa Adel sendirian. Tiba-tiba seorang pria menghampiri Adel.
"Boleh duduk tidak?" tanyanya.
"Duduk saja." jawab Adel.
Pria itu duduk, sambil membawa rantang makannya. Dia melihat wajah Adel, yang sangat cantik.
"Kamu tidak takut masuk sekolah tentara. Di sini pria semua, kamu perempuan sendirian." ujarnya.
"Tidak, ini sudah menjadi tujuan paten." jawab Adel santai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments