Mungkin uang 100 juta terlihat sedikit dibandingkan omset bisnis mereka yang mencapai miliaran pada tahun 2010 ini. Tiwi yang sedikit bingung dengan sumber kekayaan kakaknya, ia merasa sudah tahu semuanya. Namun kenyataannya tidak sesuai dengan pikirannya.
Allen berhasil mendapatkan uang itu dari perseteruan dunia melalui pasar modal. Pada tahun 2008, krisis telah terjadi di seluruh dunia. Namun pada 2010 masih ada beberapa orang yang memanfaatkan momen untuk mengeruk keuntungan.
Dengan memanfaatkan kepanikan para taipan kaya yang menjual beberapa kepemilikan saham mereka, Allen membelinya di harga yang cukup murah. Hanya dalam 3 bulan saja, ia berhasil menggandakan uangnya.
Harga Bitcoin di awal tahun 2010 belum menyentuh satu dolar atau dikonversikan ke rupiah sekitar 9000an. Hal ini tentu memakan biaya yang sangat besar, pasalnya Allen harus mengeluarkan jutaan rupiah setiap bulannya untuk menutup listrik dan membeli beberapa perangkat yang rusak.
“Jangan terlalu terkejut, aku masih punya banyak kejutan untuk kalian.” Allen memberikan uangnya dengan sedikit mengeratkan giginya. Ia sebenarnya sangat membutuhkan uang itu untuk memulai bisnis baru, tapi Tiwi dan kawan-kawannya harus di PHK.
Mengingat jasa Tiwi dan kawan-kawannya, Allen memilih mempertahankan mereka dan memulainya dari awal. Setelah mengatakan kata-kata keren, Allen memilih untuk meninggalkan kantor dan menuju ke alun-alun kota.
Tangan kanannya segera membuka teleponnya dan melihat saldo, wajahnya langsung terlihat masam. Tertulis saldo yang hampir 0 di teleponnya.
“Setidaknya masih ada 200 perak di bank, ayo pergi dulu.”
Allen pergi ke rumah khusus untuk penambangan Bitcoin, ia tidak memperkerjakan orang karena semua perangkatnya bekerja otomatis. Jadi ia hanya perlu memeriksa perangkat yang sekiranya harus diganti.
Setelah berkeliling beberapa kali, Allen tidak mendapati perangkat yang harus diganti. “Untungnya tidak ada yang rusak.”
Kemudian ia keluar rumah yang disewa untuk penambangan koinnya, tanpa disengaja ia melihat Clarissa dengan Dina berjalan di seberang jalan. Mereka berdua berjalan sambil mengenakan pakaian formal khas kantor.
Tanpa rasa malu Allen melambaikan tangan dan memanggil Clarissa. “Clarissa!” teriaknya dari seberang jalan.
Karena Clarissa fokus dengan teleponnya, tapi Dina sempat melirik Allen. Bukannya memberitahu Clarissa, Dina malah mengalihkan pandangan Clarissa supaya tidak melihat Allen.
“Ris, ayo cepat kayaknya mau hujan nih,” kata Dina sambil menutupi pandangan Clarissa ke Allen.
Clarissa mendongak melihat langit, ia mendapati awan yang terlihat mulai menghitam. Tanpa menjawab Clarissa langsung menyimpan teleponnya dan segera berlari menuju mobil yang terparkir di ujung jalan.
Allen hanya bisa kehilangan senyumnya, ia memang belum pantas bersanding dengan Clarissa dengan keadaannya saat ini. Namun komunikasi mereka tidak putus, Allen selalu mengirimkan ucapan selamat malam pada perempuan idamannya.
“Belum waktunya bertindak, ayo cari sumber penghasilan lain.” Allen berjalan ke utara.
Perlahan tapi pasti, air hujan mulai jatuh Clarissa dan Dina masuk ke dalam mobil. Kemudian mereka langsung menancap gas menuju selatan.
Berbanding terbalik dengan Allen yang berjalan kaki bersama sendal jepit berwarna putih dengan tali hijau. Tanpa rasa takut Allen menerjang hujan yang membasahi seluruh tubuhnya, walaupun begitu ia tetap berjalan sambil memikirkan masa depan.
Beberapa orang melewatinya dengan lari terbirit-birit, mereka segera berteduh. Allen terus berjalan perlahan sambil memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Bersamaan dengan suara gemuruh petir, Allen menemukan sebuah ide yang dapat dimanfaatkan.
“Ya, toko bangunan!” teriak Allen.
Dengan ingatannya yang masih segar, Allen segera mencari tempat kosong di Kota K. Tidak butuh waktu lama untuknya menemukan tempat strategis untuk memulai bisnis toko bangunan miliknya.
Ada sebuah lahan sebesar 1250 meter persegi di jual dengan harga 500 juta, tentu saja itu sangat murah di tahun 2010. Namun Allen harus memutar otak supaya bisa memiliki tanah itu tanpa mengeluarkan uang.
Dengan pakaian yang masih basah, Allen duduk di warung sebelahnya. “Bu, kopi tanpa gula,” katanya memesan minuman.
Siapa yang menyangka ternyata ada 3 orang tua yang sedang menyantap makanan ditemani secangkir teh hijau di mejanya. Mereka bertiga tampak akrab dan membicarakan tanah di sebelah.
“Ayolah, beli saja,” kata salah satu kakek yang mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna merah.
Kakek yang lain menjawab, “350 juta atau tidak sama sekali. Aku saja masih bingung lahan itu untuk apa.”
“Jangan tanya aku, 500 juta terlalu banyak.” Kakek yang mengenakan kaos berwarna hijau muda menanggapi.
Kakek dengan kemeja kotak-kotak merangkul kakek kaos hijau muda. “Jangan membuatku tertawa, 500 juta terlalu sedikit untukmu. Hanya dengan satu telepon pasti putramu memberikannya.”
“Semua hartaku sudah di pegang dia, jadi tidak ada hak untukku memintanya lagi.”
Pembicaraan mereka terus berkembang, Allen terus mendengarkannya tanpa terasa kopi hitam tanpa gulanya sudah habis. Ketika ingin tambah, kakek kaos hijau berdiri dan mengatakan ingin membelinya dengan harga 450 juta.
Kakek kemeja kotak-kotak berdiri dan menjabat tangannya, keduanya sepakat dengan jual beli. Makan di warung sederhana, tiga kakek kaya itu mendapatkan kerja sama yang saling menguntungkan.
Entah apa yang menguatkan Allen, dia berusaha menemui kakek kaos hijau yang membeli tanah seluas 1250 meter persegi. Untungnya kakek kaos hijau itu tidak langsung pulang dengan motornya, ia masih memandangi tanah kosong di depannya.
“Kek, apa Anda pemilik tanah ini?” tanya Allen dengan suara pelan.
Kakek kaos hijau menoleh perlahan, kemudian tersenyum tipis. “Aku baru saja membelinya, tapi bingung untuk apa. 3 putraku sudah punya bisnisnya masing-masing, jadi aku harus mencari orang.”
“Kebetulan, Kek. Saya Allen salah satu konsultan bisnis.” Allen memperkenalkan dirinya sebagai seorang konsultan bisnis.
Kakek kaos hijau melihatnya dari atas ke bawah, pantas untuknya curiga karena Allen mengenakan pakaian yang setengah kering dengan sendal jepit yang menahan berat badannya.
Meskipun tampilan Allen kurang meyakinkan, kakek kaos hijau tetap memperkenalkan dirinya dan bertanya, “Aku Harjo Susanto, banyak orang memanggilku Jojo. Apa ide yang ingin kau sampaikan?.”
“Toko bangunan,” ungkap Allen dengan percaya diri.
“Penipu bodoh!” umpat Kakek Jojo sebelum mendengar penjelasan Allen yang sebenarnya.
Meskipun mendapat jawaban kasar, Allen tetap tenang karena ia yakin orang normal akan mengatakan itu. Perlu diketahui, letak lahan kosong ini berada di tengah, tengah perkebunan jati. Untuk sampai ke pemukiman, setidaknya harus menempuh 2 kilometer jauhnya.
“Terlihat tidak masuk akal untuk sekarang, tapi lihatlah kesana!” ucap Allen sambil menunjuk beberapa alat berat yang sudah disiapkan untuk memotong beberapa pohon jati.
Kakek Jojo menyempitkan matanya untuk melihat beberapa alat berat untuk memotong pohon. Otaknya bekerja keras untuk memproses maksud dari Allen. Pada dasarnya dia adalah seorang pebisnis ulung yang sangat andal, jadi menemukan maksud bisnis yang dikatakan Allen langsung dimengerti.
“Siapa namamu tadi, bocah nakal?” tanya Kakek Jojo sambil tersenyum tipis.
Tidak dapat dipungkiri, ide Allen sedikit licik karena memanfaatkan keadaan orang lain. Dapat dilihat dari pohon jati yang akan di tebang, pohon jati itu hanya berumur sekitar 12 tahun, padahal idealnya pohon jati di area ini dipanen ketika sudah melewati 20 tahun. Artinya, pemilik tanah sedang membutuhkan uang, dari sini Kakek Jojo mengerti bahwa Allen ingin memanfaatkan situasi yang dihadapi pemilik tanah.
Melihat Kakek Jojo mengetahui maksudnya, Allen segera mengulurkan tangan untuk menjabat tangan. Kakek Jojo segera menanggapi dan menjabat tangan Allen dengan senyum lebar.
“Katakan rencanamu!”
Allen mengatakan detail rencananya, pertama-tama ia harus membangun sebuah toko bangunan. Setelah berjalan selama satu tahun, mereka harus membangun sebuah tim untuk mengambil proyek pembangunan di sekitar sini.
Karena keuangan Harjo Susanto sangat kuat, Allen mengusulkan rencana gila yang tidak bisa dilakukan semua orang. Dalam kurun waktu 5 tahun, Allen optimis bisa menguasai pasar di wilayah ini dan membangun banyak proyek di sekitar sini.
“Apa kau tahu risiko makan terlalu banyak?” tanya Kakek Jojo sambil mengerutkan alisnya.
Allen tersenyum manis. “Itu tergantung bagaimana cara kita memakannya, Kan?”
Keduanya saling memandang dan membaca pikiran satu sama lain. Allen yang cukup berpengalaman di kehidupan biasanya, segera mengerti dan meyakinkan hatinya.
Kakek Jojo tiba-tiba tertawa keras hingga lidahnya terlihat. “Haha, kau memang konsultan bisnis gila!”
“Bukankah Anda juga sama sepertiku?” ungkap Allen sambil tersenyum tipis.
“Kau memang bocah nakal. Baiklah ayo lakukan sesuai yang kau katakan!” jawab Kakek Jojo.
Siapa yang mengira sebuah kesempatan hadir di tempat yang tidak terduga, hanya saja maukah kau mengambilnya.
Sehari setelah membuat kesepakatan dengan Kakek Jojo, Allen diberikan kekuasaan penuh untuk mengelola toko bangunan dan semua sumber dana menggunakan Kakek Jojo.
Allen segera mengunjungi Bank Rakyat yang sudah disepakati untuk meminjam modal atas nama Harjo Susanto. Tepat sebelum Allen masuk ke dalam, ia mendapati Clarissa dengan David.
Pintu terbuka, Allen hanya bisa memandangi Clarissa dan David yang bercengkrama. Kemudian Clarissa langsung menjauh karena melihat Allen berdiri di depannya.
“Allen?” kata Clarissa terkejut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
useless god
Jojo everywhere
2022-11-17
1
🇮🇩⃝͠😜ⒷⒶᷜⓀᷤⓊⓁ🤪
memandang dan membaca pikiran satu sama lain.. thor...
2022-10-01
1
🇮🇩⃝͠😜ⒷⒶᷜⓀᷤⓊⓁ🤪
yang di katakan allenn.. thor..
2022-10-01
1