Kenyataan Yang Pahit

Karinah sedang menidurkan Kamila di kamar. Setelah itu dia mengambil beberapa lembar uang dari sakunya. Uang yang tadi di beri kan oleh suami, rencananya akan untuk biaya berobat Kamila.

Ada dua ratus empat puluh lima ribu rupiah. Karinah menyisihkan beberapa puluh ribu untuk kebutuhan mereka. Dan uang jajan Dimas jika bersekolah.

"Mudah-mudahan bisa cukup untuk besok ke rumah ki Agung. Kamila bapak ibu akan berusaha menyembuhkan mu nak," ucap Karinah sambil mengelus pipi putri kecilnya.

Bulir air mata menetes perlahan tak kala dia mengingat keadaan Kamila.Memikirkan bagaimana nasibnya kelak jika harus menanggung malu karena kekurangannya.

"Bu," Harun menepuk pundak istrinya. Karinah segera menyeka air matanya dengan cepat.

"Bapak," jawab Karinah.

"Kenapa bu kok nangis?" tanya Harun. Karinah menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau menambah beban pikiran bagi sang suami.

"Tidak pak, ibu hanya menguap tadi," jawab Karinah berbohong.

"Bapak tahu bu, apa yang ibu khawatirkan. Bapak juga sama. Besok kita coba bawa Kamila ke rumah ki Agung ya?" tanya Harun.

"Tapi pak, Kamila masih berusia dua hari. Bukankah terlalu kecil untuk kita bawa ke sana, apalagi melewati sungai. Ibu takut," jawab Karinah.

"Benar juga ya bu, sebaiknya kita menunggu Kamila usia satu bulan saja. Sambil mengumpulkan uang untuk dia nantinya."

"Benar pak. Semoga Kamila bisa seperti anak-anak seusianya ya," harap Karinah.

"Amin bu," Harun mendekap istrinya. Memberikan ketenangan bagi ibu dua anak itu.

Tepat sebulan usia Kamila saat ini. Harun dan Karinah membawanya ke rumah ki Agung. Dengan berbekal dua ratus ribu rupiah dari hasil menyisihkan upah sang suami. Karinah meminta Harun untuk mengantarnya ke rumah ki Agung.

Sama seperti jalanan yang di lalui oleh Harun sebelumnya. Namun kali ini perjalanan mereka lebih aman, karena beberapa hari yang lalu kedua desa itu sudah di buat jembatan gantung.Jembatan itu untuk memudahkan para penduduk ke desa seberang.

Pagi-pagi Karinah dan sang suami sudah pergi ke sana. Sekitar pukul delapan pagi mereka sudah berada di depan rumah ki Agung.

Harun mengetuk pintu rumah ki Agung. Dan seorang ibu paruh baya membuka pintunya.

"Cari siapa ya?" tanyanya.

"Maaf bu, kami mencari ki Agung. Apa beliau ada di rumah?" tanya Harun.

"Ada, silahkan masuk nak," jawab ibu itu.

Karinah dan Harun masuk ke dalam rumah. Keduanya lalu di persilahkan duduk di kursi ruang tamu.

"Tunggu ya ki Agungnya masih mandi,"ucap ibu yang di ketahui bernama bu Darti. istri dari ki Agung.

"Baik bu Darti," jawab Harun.

Beberapa menit berlalu, ki Agung akhirnya menemui keduanya. Mereka saling berjabat tangan.

"Ada apa ya nak mencari saya?" tanya ki Agung.

"Begini ki, saya ke sini karena nyai Ijah yang memberitahu ke saya bahwa ki Agung tukang urut terkenal di sini. Saya ingin meminta tolong, barangkali ki Agung bisa menyembuhkan anak saya, Kamila."

Harun menjelaskan apa tujuannya ke rumah ki Agung. Pria paruh baya itu mengangguk tanda mengerti. Dia lalu memeriksa leher Kamila.

Ki Agung menghela napas berat. Dari wajah pria itu tampak sebuah keraguan. Harun dan Karinah saling memandang. Keduanya khawatir jika saja ki Agung menyerah tentang kekurangan putrinya.

"Gimana ki? Apakah bisa sembuh?" tanya Harun.

"Kelihatannya sulit nak, tapi biar aki coba dulu," jawab ki Agung. Harun mengangguk.

Perlahan leher Kamila di urut oleh ki Agung. Putri kecil itu menangis karena pijatan itu. Karinah tidak tega melihatnya. Tapi mereka harus berikhtiar demi kesembuhan Kamila.

Setengah jam ki Agung memijat leher Kamila. Mencari otot-otot yang mungkin tidak pada tempatnya. Tapi helaan nafas pria tua itu seolah menjawab kegundahan hati Harun dan Karinah.

"Sepertinya memang dia harus menerima takdirnya nak Harun. Kalian yang sabar. Ini memang sudah digariskan oleh Tuhan untuknya."

Nasihat ki Agung menjadi tamparan bertubi-tubi bagi Karinah. Dia menangis lagi.

"Sudah bu, sudah jangan menangis lagi. Kita terima saja keadaan anak kita. Dia memang anak spesial."

Harun mencoba menenangkan istrinya, ki Agung yang melihat tangis kedua orang di depannya itu merasa tidak tega. Tapi memang dia tidak bisa merubah takdir seorang anak yang sudah di tuliskan seperti itu.

"Iya ki,kami akan menerima apapun keadaan anak kami. Ini untuk aki, maaf hanya sedikit ki," ucap Harun sambil menyerahkan sebuah amplop yang berisi sejumlah uang untuk upah ki Agung.

Tapi ki Agung menolaknya. Dia tidak tega mengambil upah itu karena dia tahu bagaimana kehidupan Harun dan keluarganya.

"Sudah kamu simpan saja nak Harun. Aki ikhlas membantu kalian, semoga ada keajaiban untuk putri kalian."

"Ya Alloh ki, terima kasih. Saya berhutang budi pada aki," Harun mencium punggung tangan ki Agung seperti bapaknya sendiri.

Setelah itu Harun dan Karinah pamit untuk segera pulang. Sepanjang jalan Karinah tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Harun hanya bisa menghela napas panjang.

Begitu berat cobaan yang dia hadapi kali ini. Harun sangat merasa khawatir jika suatu saat putrinya tidak bisa menerima dirinya sendiri yang memiliki kekurangan.

"Kamila, kamu putri kecil bapak yang cantik. Meski kamu cacat dari lahir. Tapi kecantikkan mu sudah terlihat jelas. Semoga kelak kamu akan bertemu dengan jodoh yang baik nak. Yang bisa menerimamu apa adanya." Batin Harun tak pernah berhenti berharap.

Keduanya sampai di rumah saat siang hari. Bersamaan dengan Dimas pulang sekolah. Anak itu terlihat murung saat masuk ke pekarangan rumah mereka.

Karinah tengah sibuk menidurkan Kamila di dalam rumah. Sedangkan Harun mendekati Dimas. Duduk di samping anak itu.

"Dimas, kamu kenapa nak?" tanya Harun yang melihat anaknya murung di kursi depan rumah.

"Bapak, tadi teman Dimas bilang kalau adik Dimas jelek karena lehernya cacat. Dimas gak suka pak dia bilang seperti itu. Tapi dia masih terus bilang kalau adik jelek!" cerita Dimas polos.

Harun langsung memeluk putranya. Rasa gemuruh di hati pria itu saat mendengar cerita polos sang anak.

"Sudahlah Dimas, jangan di masukkan hati perkataan temanmu. Kamila cantik kok."

"Iya bapak, Dimas sayang kok sama Kamila. Biarpun Kamila berbeda," jawab Dimas, seketika bulir air mata menetes di kedua pipi Karinah saat mendengar keduanya bercerita.Karinah sedang berada diambang pintu rumah mereka.Mendengarkan semua cerita putra sulungnya.

Hati orang tua mana yang tak teriris saat mendengar di luar sana. Putrinya menjadi perbincangan orang lain karena kekurangan gadis itu. Bahkan Kamila saja belum mengerti tentang dirinya. Usia yang begitu kecil masih harus menerima cobaan yang begitu berat.

"Dimas, ayo masuk nak. Kamu belum makan siang kan?" tanya Karinah membuyarkan pelukan antara bapak dan anak itu. Karinah tidak mau jika putranya terlalu sedih memikirkan perkataan temannya itu.

"Ibu," sapa Dimas. Dia lalu berdiri dan memeluk ibunya. Meski putranya terlihat kuat di luar,tapi dia hanyalah anak kecil yang kadang juga masih suka bermanja pada ibu dan bapaknya.

"Ayo ganti baju dan makan!" ajak Karinah pada putranya.

*****

Tiga tahun berlalu seperti biasanya, Harun pergi ke ladang setiap hari untuk mencari uang. Begitu pula Karinah, wanita itu setelah melewati masa nifas berusaha membantu suaminya. Kamila bahkan sering di ajak olehnya saat Karinah menanam padi milik tetangga yang menyuruhnya.

Kamila bukan anak yang sering rewel, bahkan dia sangat senang saat diajak sang ibu ke sawah. Duduk di tepi sawah melihat ibunya menanam padi.

Kini usia gadis itu sudah menginjak tiga tahun. Parasnya yang cantik sudah terlihat dari kecil. Para tetangga Karinah juga sudah terbiasa dengan keadaan anak itu. Mereka kasihan padanya, tapi demi menjaga hati sang ibu. Para ibu itu hanya diam saja tidak berkomentar apapun tentang putri kecil Karinah.

"Karinah! Gawat Karinah!" teriak seorang pria tetangga Karinah bernama pak Tamri. Pria itu lari di tepian sawah mendekati Karinah yang sedang menanam padi.

"Ada apa kang?" tanya Karinah ikut khawatir.

"Suamimu, suamimu dia-" ucap pria itu sambil mengatur nafasnya yang terengah - engah.

"Suamiku kenapa kang?" tanya Karinah semakin khawatir. Dia berhenti menanam padi. Begitu juga para ibu yang berada di sawah itu.

"Suamimu pingsan Karinah!" ucap pak Tamri. Karinah terkejut mendengar kabar itu,dia segera keluar dari kubangan lumpur di sawah. Dan menggendong Kamila di punggungnya.

"Dimana dia sekarang kang?" tanya Karinah.

"Dia sedang di rumahmu, tadi pak Hadi sudah memanggil mantri desa," jawabnya.

Karinah segera mempercepat langkahnya,rasa berat di punggungnya tak lagi dia pedulikan. Asal segera bisa melihat sang suami.Untungnya Kamila tidak rewel, dia diam di punggung sang ibu.

Karinah dan Tamri tiba di depan rumah Harun. Ada sebuah sepeda motor tua di depan rumah itu. Motor milik mantri desa yang akan memeriksa Harun.

Karinah segera masuk ke dalam rumah. Dia mencari dimana suaminya. Harun tengah tergeletak di atas ranjang mereka.

"Ada apa pak Hadi?" tanya Karinah panik.

"Karinah, Harun terkena cangkul di kakinya. Ini sudah di jahit oleh pak mantri."

"Ya Alloh pak kenapa bisa seperti ini, cepat sadar pak!" ucap Karinah di samping Harun.

"Ba-pak te-na-pa?" seolah ingin tahu apa yang terjadi dengan bapaknya, Kamila bertanya meski belum bisa terdengar jelas kata-katanya.

"Bapak gak apa-apa Kamila, dia sedang istirahat ya," jawab pak Hadi sambil membantu Karinah menurunkan Kamila.

Kamila mendekati bapaknya, dan mengelus kepala pria itu.

"Ba-pak ba-nun eh, mi-ya ma-yu en-dong,(bapak bangun deh, mila mau di gendong), ucap Kamila pada Harun.

Beberapa orang yang ada di rumah, terharu dengan ucapan anak kecil itu.

Harun perlahan sadar dari pingsannya. Samar-sama dia mendengar celoteh sang putri mereka. Harun menatap ke arah Kamila. Gadis itu tersenyum sambil memainkan rambut Harun.

"Ba-pak,ba-pak!" teriak Kamila senang karena sang bapak sudah sadar.

"Iya Kamila, bapak sudah bangun. Kamila main dulu ya sama kak Dimas," pinta Karinah. Kamila mengangguk mengerti lalu berlari ke arah kakaknya.

Karina lalu mengambilkan minuman untuk Harun. Sedangkan pak Hadi membantunya untuk duduk di ranjang itu.

"Harun kamu istirahat dulu saja sampai lukanya sembuh," pinta pak Hadi.

"Iya pak, maaf ya saya kurang hati-hati hari ini," jawab Harun merasa bersalah sudah merepotkan pak Hadi.

"Sudah tidak apa-apa, ini kan memang kecelakaan, tidak ada yang meminta seperti ini juga pak Harun," jawab pak Hadi.

"Iya pak Hadi," jawab Harun. Dari pintu kamar Karinah membawa segelas air. Lalu memberikannya pada Harun. Pria itu segera meneguk air itu hingga habis.

Pak Hadi segera membayar biasa pengobatan untuk Harun. Setelah itu dia dan yang lainnya pamit untuk pulang.

Rasa nyeri mulai terasa di kaki pria itu. Tepat di punggung kaki kirinya luka sepanjang sepuluh jahitan terlihat membengkak. Bekas darah masih terlihat di pinggiran kakinya. Karinah segera membersihkan sisa darah itu dengan kain bersih dan air hangat.

"Bapak kok bisa kayak gini, lagi mikirin apa pak?" tanya Karinah.

"Tidak bu, bapak cuma lelah saja. Jadi tidak fokus malah cangkulnya kena kaki," jawab Harun.

"Ya sudah bapak istirahat dulu ya, ibu akan siapkan makanan untuk kita makan sore ini," Karinah membantu Harun merebahkan tubuhnya.

"Iya bu."

Kamila dan Dimas sedang bermain di ruang tamu mereka. Ruang kecil yang telah di beri sekat bambu oleh Harun. Agar bisa menutupi kamar mereka.

Di rumah itu hanya ada dua ruang itu saja. Sedangkan dapur mereka ada di luar rumah. Itupun hanya terbuat dari bambu di dinding dan tiangnya.

Harun dan Karinah hanya bisa membangun rumah seperti itu. Mereka tak punya uang untuk membangun yang lebih baik. Kadang kala saat hujan lebat di malam hari mereka tidak bisa tidur. Karena atap rumah mereka yang bocor. Membasahi kamar dan juga ruang tamu mereka.

Jika di perhatikan dari jauh. Rumah mereka sudah hampir miring. Banyak bambu yang sudah mulai lapuk di atap rumah mereka.

Terpopuler

Comments

Tito Assa

Tito Assa

keren semangat ya thor

2022-01-31

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!