PLEASE, LOVE ME, JANDA
Titik titik hujan mulai terasa membasahi bumi, seolah berusaha menutupi titik titik airmata yang mengalir di pipi cantik seorang wanita muda di sore hari yang mendung ini. Wanita itu terpekur sendiri, tenggelam dalam lamunannya, hingga dia tidak menyadari segala suasana yang terjadi di sekelilingnya.
“Sayang, kenapa, kenapa kamu tega meninggalkan aku, apa salahku padamu sehingga kamu membiarkan aku menjalani semua ini sendiri. Mengapa kamu tak membiarkan aku mengikutimu, mengapa kamu melepaskan genggaman tanganku. Sayang, aku lelah, aku rindu kamu, kumohon kasihani aku, jemput aku agar aku bisa bersamamu” desis wanita itu dalam isak tangis yang membuat bahunya terguncang hebat.
Gerimis kecil tadi semakin lama kian membesar dan menjadi titik titik besar yang mulai bertambah lebat. Namun, wanita itu sama sekali tidak bergeming, dia tetap tergugu dan terisak ditempatnya.
Sebuah payung hitam tiba-tiba melindungi wanita itu dari hujan yang semakin lebat, tapi wanita itu tetap tidak bergeming.
“Nona, hari semakin gelap dan hujan semakin deras, Anda harus meninggalkan tempat ini jika Anda tidak ingin menderita dan sakit” sebuah suara bariton membuat wanita itu terkejut. Dia mengangkat wajahnya dan baru menyadari jika seorang laki-laki telah berdiri di sampingnya dan melindungi dirinya dengan sebuah payung.
“Terima kasih, Tuan, tapi aku sedang tidak ingin pulang, biarkan aku disini sendiri, pergilah, tak perlu mengkhawatirkan diriku” ucap wanita itu sendu.
“Nona, ini komplek pemakaman, akan sangat berbahaya jika Anda terus berada disini sendirian, apalagi hari sudah mulai gelap” ucap laki-laki itu lagi.
“Terima kasih atas kepedulian Anda, Tuan, tapi ini rumah saya, saya akan tetap berada disini. Silahkan Anda melanjutkan urusan Anda, tidak perlu mengkhawatirkan saya” sahut wanita itu lagi. Dia bahkan berbicara tanpa menatap pada laki-laki yang tetap setia melindungi dirinya dari hujan dengan sebuah payung hitam.
“Nona…” laki-laki itu ingin kembali mengajukan protes namun segera di potong oleh si wanita.
“Tuan, tolong hargai keinginan saya, saya rasa, tidak ada larangan untuk siapapun tetap berada disini, jadi, tolong, saya mohon sekali lagi silahkan Anda pergi dari sini” sahut wanita itu tegas.
Laki-laki itu akhirnya berdiam diri, lampu di sekeliling pemakaman itu mulai menyala dan keadaan menjadi temaram. Laki-laki itu bimbang, disatu sisi dia ingin pergi meninggalkan wanita itu karena ada pekerjaan yang harus segera diselesaikannya. Namun, di sisi lain dia benar-benar tidak tega meninggalkan seorang wanita sendirian berada di tengah pemakaman lagi.
Dalam kebimbangannya, tiba-tiba dia melihat wanita itu terkulai dan bersandar diatas pusara yang ditangisinya sejak tadi. Laki-laki itu terkejut, dia mengguncang bahu wanita itu perlahan, “Nona, Nona, apa Anda baik-baik saja” tanya laki-laki itu dengan nada penuh kekhawatiran.
Namun, wanita itu sama sekali tidak memberikan respon apapun, bahkan saat laki-laki itu mencoba merngguncang bahunya, tubuh wanita itu malah terjatuh. Hingga kepalanya hampir saja membentur keramik yang menutupi pusara tempat wanita itu bersimpuh.
Laki-laki itu segera mengambil phonsel disakunya “Vian, segera kemari, wanita ini tidak sadarkan diri” seru laki-laki itu. Dia berusaha menyangga tubuh wanita itu dengan satu tangannya, sedang tangan yang satunya tetap memegang payung untuk melindungi wanita itu.
Seorang laki-laki lain datang ke tempat itu dengan membawa payung lain, “Tuan Dean, apa yang Tuan lakukan, Tuan bisa sakit kalau seperti ini” ucap laki-laki muda itu. Wajah cemasnya sangat terlihat saat dia menatap laki-laki yang dipanggilnya Dean itu, membiarkan dirinya basah kuyup karena dia melindungi wanita yang sedang tidak sadarkan diri itu.
“Sudahlah, Vian, kamu pegang saja payungnya, aku akan mengangkat wanita ini” sahut Dean tanpa memperdulikan kekhawatiran sekertarisnya. Asisten Vian tidak bisa membantah lagi, dia berusaha melindungi tuannya juga wanita yang sedang digendong oleh Dean.
Mereka melangkah dengan cepat menembus hujan yang semakin deras dan jalanan yang semakin gelap. Mereka sampai di parkiran pemakaman itu dan langsung menuju satu-satunya mobil mewah yang masih terparkir di pemakaman itu.
“Vian, apa tidak ada kendaraan lain di parkiran ini” tanya Dean pada asisten Vian.
“Tidak ada, Tuan, sepertinya Nona ini datang dengan menggunakan taksi” sahut asisten Vian yang mengerti arah pertanyaan Dean. Asisten Vian tahu, pasti Dean ingin mengetahui dengan kendaraan apa wanita ini datang ke pemakaman itu.
“Wanita aneh, kalau dia naik taksi, saat sudah malam begini, apa mungkin ada taksi yang mau menjemputnya ke komplek pemakaman ini” desis Dean dengan nada heran. Dia membaringkan wanita itu di jok belakang mobil mewahnya, dan memangku kepala wanita itu.
Asisten Vian melirik sekilas ke kaca spion, sejenak keningnya berkerut, ada tanda tanya besar dihatinya, “Mengapa Tuan Dean begitu perduli dengan wanita itu, bukankah dia tidak pernah perduli dengan wanita manapun, dan bahkan dia membenci makhluk yang namanya wanita” bisik Dean dalam hati.
“Apalagi yang kamu tunggu, Vian, ayo kita berangkat, tubuh wanita ini semakin dingin” seru Dean, dia meraih tangan wanita itu dan menggenggamnya sambil menggosoknya perlahan berusaha memberikan kehangatan pada wanita itu.
“Maaf, Tuan, tapi kita akan kemana membawa wanita ini” tanya asisten Vian yang semakin kebingungan melihat perlakuan Dean pada wanita itu.
“Astaga, kamu betul juga, bagaimana kalau kita bawa dia ke rumah sakit saja” tanya Dean yang baru menyadari kalau dia sama sekali tidak mengenal wanita itu, apalagi mengetahui alamat rumahnya.
“Tapi, Tuan, kalau kita ke rumah sakit akan ada banyak pemberitaan yang harus kita hadapi, dunia akan gempar kalau melihat Anda membawa seorang wanita dalam keadaan seperti ini” sahut asisten Vian.
“Kamu benar juga, Vian, ya sudah, kita bawa dia ke apartemenku saja, segera kamu menghubungi dokter Alfred, suruh dia secepatnya ke apartemenku, tidak perlu menjelaskan apapun padanya” sahut Dean.
“Baik, Tuan” sahut asisten Vian, dia segera menghubungi dokter Alfred, lalu dia mulai membawa mobil mewah itu keluar dari komplek pemakaman elite itu.
“Apa Alfred sudah menuju ke apartemen” tanya Dean memecah kesunyian didalam mobil mewah itu.
“Sudah, Tuan, mungkin saat kita tiba disana, Tuan Alfred juga akan tiba” sahut asisten Vian.
“Baguslah, kondisi wanita ini sangat lemah, aku merasakan denyut nadinya yang begitu lemah” ucap Dean dengan nada sangat khawatir. “Apa kamu tidak bisa menambah kecepatan mobil ini, Vian” seru Dean lagi.
“Maafkan saya, Tuan, tapi hujan ini sangat lebat, jalan juga sangat licin, akan sangat berbahaya kalau kita menambah kecepatan” sahut asisten Vian.
“Hah, tapi tubuh wanita ini mulai menggigil, Vian” seru Dean lagi, kecemasan tergambar jelas dalam kata-katanya.
“Saya akan berusaha dengan semampu saya, Tuan” sahut asisten Vian, perlahan dia menambah kecepatan mobil itu namun dengan kewaspadaan penuh.
Empat puluh menit kemudian, mobil mewah itu memasuki basement sebuah apartemen yang mewah. Asisten Vian segera turun dari mobil dan membuka pintu di kursi penumpang.
“Tuan, biarkan saya menggendong Nona ini” ucap asisten Vian yang ingin membantu Dean.
“Tidak perlu, Vian, aku akan membawanya ke atas, kamu buka saja liftnya” sahut Dean. Dia menggendong wanita itu dengan hati-hati dan melangkah cepat menuju ke lift khusus yang hanya bisa diakses olehnya dan asisten Vian.
Mereka berdua membawa wanita yang masih belum sadarkan diri itu menuju ke lantai teratas apartemen mewah itu. Di lantai itu hanya ada satu kamar saja, dan merupakan sebuah pethahouse mewah dengan berbagai furniture megah menghiasi bagian dalamnya.
Asisten Vian membuka pintu pethahouse itu dengan menggunakan sidik jari, karena hanya sidik jarinya dan sidik jari Dean yang bisa membuka penthahouse itu. Setelah terbuka, Dean segera masuk dan membawa wanita itu masuk ke kamar utama di pentahouse itu.
Lagi-lagi asisten Vian mengernyitkan keningnya, “Tuan, apa tidak sebaiknya meletakkan wanita itu di kamar tamu” tanya asisten Vian yang tidak dapat lagi menahan rasa herannya.
“Kamar tamu belum dibersihkan, Vian, biar saja dia beristirahat di kamarku dulu, kamu keluarlah dan tunggu Alfred datang, aku akan mengganti pakaian wanita ini” sahut Dean tegas tanpa ada keraguan apapun.
Asisten Vian benar-benar semakin kebingungan, namun dia hanya berdiam diri saja. Asisten Vian meninggalkan kamar utama dan melangkah menuju ke ruang tamu menunggu kedatangan dokter Alfred.
Di dalam kamar, Dean mengambil bathrobe yang masih baru dari lemarinya, kemudian dia perlahan membuka seluruh pakaian wanita itu yang ditutupinya dengan selimut. Walau agak kesulitan, namun Dean tetap menutupi tubuh wanita itu dengan selimut agar tidak terbuka.
Saat Dean selesai memasang bathrobe di tubuh wanita itu dan meletakkan pakaian basah wanita itu di tempat pakaian kotor, dia segera membersihkan dirinya yang sudah basah kuyup dan mengganti pakaiaannya. Baru saja Dean selesai berpakaian, pintu kamarnya diketuk dari luar.
“Masuk” seru Dean yang tahu bahwa pasti dokter Alfred yang datang.
“Kamu apa-apaan sich, Dean, malam-malam begini menyuruhku datang, awas saja jika kamu hanya sekedar memintaku menemanimu minum” omelan laki-laki tampan itu segera terdengar saat dia memasuki kamar mewah Itu.
“Kamu dokter pribadiku, Al, jadi kapanpun aku perlu, kamu harus selalu siap” seru Dean.
“Okey, okey, dasar pemaksa, sekarang katakan apa yang harus aku lakukan untukmu” sahut dokter Alfred, dia masih belum menyadari kalau ada seorang wanita terbaring di tempat tidur Dean.
“Periksalah wanita itu” sahut Dean santai.
“Apaa!!” seru dokter Alfred.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 220 Episodes
Comments
Siti Fatonah
nyimak thorr semoga baguss
2022-11-16
0
Narni Wijayanti
kayaknya bagus
2022-01-31
1
Piet Mayong
kesan pertama sih oke...
2022-01-24
2