part 5

Bayu memutuskan mengantar ibunya pulang ke Malang. Selain karena tidak tega, Bayu sengaja menghindari Sofia. Entah mengapa Sofia kini menjelma menjadi sosok lain. Bukan lagi gadis lemah yang dulu selalu menangis karena diabaikan orang tuanya, bukan lagi gadis polos yang saat gundah menyergap hatinya akan bertingkah manja seperti belia. Sofia menjadi kasar dan pemarah.

Sementara itu, Sofia mengurung diri di kamar. Lagi. Narni kehabisan akal membujuk Sofia agar mau makan, tak terhitung berapa kali Narni mengetuk pintu kamar itu, tak ada jawaban. Narni mengerti betul Sofia pasti sakit hati dengan ucapan Ibu mertuanya yang menyuruh Bayu menceraikan Sofia. Bahkan saat Bayu memberitahu bahwa Sofia tengah mengandung, Ibu mertuanya itu justru menyuruh Sofia menggugurkan kandungannya, memakinya sebagai aib keluarga. Sofia menangis sejadinya, berlari ke kamar lalu mengunci pintu. Sementara Bayu bukannya menenangkan istri keduanya itu malah memilih mengantarkan Ibunya pulang ke Malang. Jadilah Narni yang mau tidak mau harus merawat Sofia.

"Sof ... makan dulu, ini Mbak tadi masak tongkol balado," suara lembut Narni di balik pintu.

"Makan, Sof. Kasihan anak kamu." Narni belum menyerah.

"Ayolah,Sof. Demi mas Bayu."

Terdengar suara langkah kaki mendekat, kemudian pintu kamar itu dibuka dengan kasar. Muncul Sofia dengan mata sembab, rambut acak-acakan dan tatapan marah.

"Mbak ... Mbak sengaja mau buat aku keguguran? Mbak nggak pernah baca kalau ikan laut itu beresiko jika dikonsumsi oleh ibu hamil muda? Mbak sengaja mau rebut Mas Bayu dariku? Menguasai Mas Bayu seutuhnya?" Sofia bersungut-sungut menumpahkan murka.

Narni tak habis pikir Sofia mampu mengatakan hal-hal mengerikan seperti itu. Benar memang, jauh di lubuk hatinya, Narni begitu ingin semua kembali seperti sebelum Sofia hadir di tengah rumah tangganya, ingin sekali menolak kenyataan bahwa Suaminya menyisihkan namanya dan memberi ruang untuk wanita lain di hatinya. Tapi sisi lembut Narni sebagai seorang Ibu dan wanita yang begitu peduli dengan keadaan Sofia membuatnya menaruh iba.

"Jangan salah paham, Sof. Mbak dulu juga makan ikan laut pas hamil, enggak ada apa-apa. Ya sudah kamu maunya makan apa? Biar Mbak pesankan saja, Ya?" Tangan Narni meraih pundak Sofia, Namun gadis itu menepisnya.

"Berhenti pura-pura baik, Mbak! Aku tahu kamu sebenarnya amat membenciku, bahkan kamu pernah berniat membunuhku, kan? Ayo lakukan sekarang! Aaargh!!!" Sofia histeris, kedua tangannya mencengkeram rambut panjangnya, kemudian tersungkur ke lantai sembari menangis.

Narni meraih tubuh kecil itu, memeluknya erat, seperti tersihir ia pun akhirnya meneteskan air mata. "Sofia, dengerin dulu! Ya ... aku sangat membencimu karena telah merebut suamiku, aku membencimu karena hadir tiba-tiba dalam rumah tanggaku," Narni menata napasnya yang tersengal. "Maafkan aku karena membuatmu ketakutan waktu itu, Sungguh, Mbak nggak bermaksud mencelakaimu."

Sofia perlahan tenang, masih menangis dalam pelukan Narni. "Kenapa? Kenapa Mbak baik sama aku? Aku udah jahat sama Mbak Narni, aku ...." Sofia menggerung, tak mampu menyelesaikan kalimatnya.

Keduanya masih saling memeluk saat bel berbunyi. Narni berdiri, diikuti Sofia. Keduanya menghapus air mata masing-masing, lalu saling pandang dan akhirnya tertawa. Menertawakan keributan kecil yang menguras energi.

Narni menghapus sisa air matanya, mematut diri di cermin saat melewati bingkai kaca besar di ruang tengah, tentu saja tidak ingin orang tahu kalau dia habis menangis. Narni membuka pintu. Mengerutkan dahi saat melihat tamunya.

"Siapa, ya? Ada perlu apa?" Tanyanya sopan.

Lelaki itu membuang puntung rokok sembarang, menyemburkan sisa asal di mulutnya ke udara. "Cari Bayu, ada?"

"Mohon maaf, Mas Bayu sedang tidak dirumah. Emm anda siapa ya?"

Lelaki itu terbatuk. "Saya mertuanya, saya mau menagih uang mahar karena bulan kemarin, entah kapan, pokoknya dia menikahi anakku. Sofia."

"Papa?" Sofia menyembul dari balik pintu. "Masuk, Pa!"

Narni sigap menutup pintu agar menghalangi lelaki itu masuk. Sofia menatapnya penuh tanya.

"Maaf, Sof. Bukannya tidak mau menerima Papamu, tapi ini bukan urusan sederhana. Nanti tunggu Mas Bayu pulang dulu, ya?" tutur Narni lembut.

Narni hendak mengusir tamunya namun enggan karena ada Sofia. Mereka berdua duduk di bangku teras sementara Narni menyiapkan minuman dan makanan kecil.

"Papa, kangen Sofia, ya?" Sofia bertanya antusias.

Lelaki itu mengangguk. "Iya, Nak. Dan juga Papa ada permintaan kecil buat kamu."

Sofia menunggu.

"Sekarang kamu tingg di sini?"

Sofia mengangguk.

"Kalau begitu, apartemen kamu dijual saja. Papa lagi butuh uang, Nak." Lelaki itu terbatuk lagi.

Sofia nampak berpikir sejenak. "Tapi itu kan punya Mama, Sofi nggak berani jual tanpa sepengetahuan Mama."

Lelaki itu tampak kesal, tangannya mengepal berusaha menahan marah.

"Tapi Papa butuh uang, Nak.Papa habis ditipu sama teman. Kalau begitu, mintakan saja uang dama suamimu, anggap saja sebagai mahar."

Sofia menatap lelaki itu takut-takut. "Ma ... maaf, Pa. Tapi So ... Sofi nggak berani."

Air muka lelaki itu berubah, mengangkat tangan bersiap menampar gadis di sebelahnya.

"Hentikan!" Narni meletakkan nampan di lantai. Batal menyuguh tamunya teh panas dan camilan.

"Keterlaluan sekali! Anda tidak pantas mengaku sebagai Ayah Sofia." Narni menarik Sofia, menempatkannya berdiri di belakang tubunya.

"Anda siapa?" Suara lelaki itu meninggi.

"Saya ... "

"Dia ... dia pembantu, Pa" Sofia menyela.

Narni tercengang dengan jawaban Sofia. Hampir ia menampar gadis tak tahu diri itu akan tetapi terdengar tangisan Alifa dari dalam kamar. Maka Narni bergegas berlari menghampiri putri semata wayangnya.

***

Narni sudah tak peduli lagi dengan tamunya. Dia sibuk menyiapkan makan sore Alifa, gadis menggemaskan itu terbangun lalu meminta makan dengan tatapan terimut khas balita. Narni luluh, putri kecilnya seperti keajaiban yang mampu meniadakan semua murka dalam hatinya, beban kebencian yang sedari tadi memenuhi setiap persendian tubuhnya perlahan lenyap. Sirna oleh senyum manis Alifa.

Tak lama kemudian, saat Narni sedang menyuapi Alifa di halaman belakang, Sofia menyusul dengan langkah perlahan. Narni diam, seolah tidak menyadari kehadiran madunya tersebut.

"Mbak ... maafin aku. Papa akan marah kalau tahu aku hanya istri kedua."

"Asal kamu tahu, Sof. Aku menelpon kedua orang tuamu di malam yang sama saat aku memutuskan merestui pernikahanmu dengan Mas Bayu. Dan asal kamu tahu aku sudah menjelaskan situasinya. Bohong kalau ayahmu belum tahu." Narni masih sibuk menyuapi Alifa.

Sofia tercengang, menutup mulutnya dengan kedua tangan. Bagaimana bisa dia sebodoh itu, menyerahkan semua perhiasan dan uang tunai pemberian Bayu. Begitu bodohnya sehingga mentah-mentah menelan ucapan manis Papa yang mengatakan rindu, memanggilnya dengan sebutan 'Nak'. Sesuatu yang sangat jarang ia rasakan.

Narni mengajak Alifa masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Sofia yang masih mengutuk kebodohannya.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

금

Dasar gatau diri sudah mnykiti msh di rawat masih ngatain pmbantu, hrsnya di usir sj si sofi biar tau diri dia, cm nmbah2i krjaan narni gak nguntungin jg

2020-11-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!