part 2

Hari-hari tak akan sama lagi bagi Narni. ia menyadari kini harus rela berbagi dengan madunya. Gadis manis yang dua hari lalu datang menancapkan luka dalam rumah tangganya.

sementara Sofia diterkam rasa yang tak bernama. Ada rasa bersalah di sana, gelisah tentang esok hari dan juga ketakutan tentang cinta yang tak bisa diraihnya. Sepanjang hari ia hanya mengurung diri di kamar, berharap suaminya yang dua hari lalu berikrar di hadapan Tuhan akan datang mengetuk pintu kamarnya, membelai pundak lelahnya atau sekadar bertanya tentang kabar bayi dalam perutnya. Tapi nihil. Bayu sama sekali tidak menggubris keberadaan Sofia. Justru Narni yang setia mengantar makanan ke kamarnya, bertanya tentang kabar dan keadaannya.

"Kalau ada yang kamu inginkan, katakan saja. Paksa dirimu makan, demi jabang bayi di perutmu," tutur Narni lembut.

Sofia takut-takut menatap Narni, bertanya-tanya dalam hati tentang perubahan sikapnya kini. Sofia ingat betul wanita itu pernah mendatanginya di kamar ini dengan pisau di genggaman tangannya.

"Kenapa ibu begitu baik?" tanya Sofia.

Narni tersenyum. Teduh sekali melihat lengkungan bibir Wanita itu. "kita sekarang keluarga, Sofia. Terlepas dari hatiku yang masih sangat terluka, aku punya kewajiban berbuat baik kepadamu. Maaf karena kemarin sempat membuatmu takut, aku sungguh di luar kendali."

Sofia bisa mengerti. Siapa pula yang tak sakit hati saat seorang gadis asing datang ke rumahmu, mengaku hamil dan menuntut tanggung jawab suamimu? Sofia tahu betul, bahwa dirinyalah yang paling bersalah saat ini.

"Pak Bayu mana?" Tercekat, Sofia memberanikan diri menanyakan suaminya.

Narni menyusul duduk di samping Sofia. menyentuh pundak gadis itu lembut, seolah mencoba mengalirkan kekuatan padanya.

"Sofia, beri Mas Bayu waktu, ya? Dia pasti juga terpukul karena kejadian ini. Saat ini Mas Bayu sedang ke Malang, menjelaskan tentang pernikahannya kemarin kepada keluarga besar kami di sana." Narni berdiri. "Aku ke Alifa dulu, ya? mau nyuapin dia. Kamu makan yang banyak, kalau mau nambah ambil sendiri di dapur. Ingat, demi bayi kamu."

Sofia hampir menangis. Netranya mengikuti langkah Narni, wanita itu sungguh berhati berlian seperti yang Mas Bayu ceritakan. Bahkan kepada gadis brengsek yang sudah merusak rumah tangganya pun ia masih bersikap sangat baik.

Sofia memejamkan mata, mencari sisa kekuatan dalam dirinya. Mencoba mencerna setiap rentetan kejadian, mengais alasan yang barangkali tertinggal untuk membenarkan dirinya. Tidak ada. Kecuali egois dan nasib yang selama ini mengutuknya.

Sofia kemudian meraih piring di atas nakas. Sesuap demi sesuap ia paksakan. Benarlah kata Narni tadi, bayinya butuh makan. Sepiring nasi dengan ayam goreng dan acar tandas dalam hitungan menit. Tubuhnya jauh lebih bertenaga, maka ia putuskan pergi ke dapur, membereskan bekas makannya sendiri. Mencoba berhenti bersikap manja, mencoba bersikap layaknya wanita dewasa.

Sofia berjalan ke dapur, namun karena rumah itu asing baginya, berulang kali Sofia harus putar arah. salah ruangan. Hingga saat langkahnya melewati sebuah kamar yang pintunya setengah terbuka, jiwa mudanya yang dipenuhi rasa penasaran memaksanya mengintip. Sedikit. Namun sempurna menampakan kemesraan pasangan di kamar itu. Dilihatnya Bayu memeluk Narni dari belakang, keduanya berdiri menghadap jendela, sementara Alifa terlelap di kasur di samping mereka berdiri. Nampak keduanya bahagia, sesekali Bayu jahil mencubit pinggang Narni, pun Narni membalasnya dengan cubitan kecil di lengan suami.

Sofia merasakan panas menjalar dari ujung kaki hingga ubun-ubun. Terlepas piring di tangannya, pecah remuk di lantai tempatnya berdiri. Seperti hatinya yang juga hancur melihat adegan romantis itu.

Narni dan Bayu menyadari keberadaan Sofia, keduanya menghampiri gadis yang saat itu menangis. Narni bergegas membereskan piring yang berserakan. Sementara Bayu membimbing Sofia untuk menjauh, mendudukkannya di sofa ruang tengah, menenangkannya semampu yang ia bisa.

"Jangan dipaksakan, Sof. kamu bisa minta bantuan Mbak Narni, kan?" Bayu meraih jemari Sofia, meremasnya perlahan.

Demi mendengar satu kalimat itu, Sofia tertegun. Merasa telah diterima di kehidupan dua orang yang seharusnya membencinya.

"Maafkan Aku, Pak Bayu. Aku ... aku ... huhuhu." Tangis Sofia pecah.

Bayu meraih tubuh ringkih itu, mendekapnya. Merasakan guncangan tertahan, airmata Sofia luruh membasahi pundaknya.

Bayu melepaskan pelukannya. "Aku ada oleh-oleh dari malang buat kamu, Sof. Semoga kamu suka."

Sofia mengerutkan dahi. "Apa?"

"Tapi berjanjilah untuk tidak ceroboh lagi, atau tanganmu akan terluka oleh pecahan piring." Bayu menyodorkan jari kelingkingnya, membuat Sofia terkekeh kecil sembari menyeka sisa air matanya, lalu menyambut kelingking lelaki yang berstatus suaminya.

Sofia mengangguk.

"Apel Malang," ucap Bayu santai.

Sofia terkekeh. memukul lengan kekar Bayu yang pura-pura kesakitan. Benarlah, Bayu punya pesona tersendiri. Lelaki itu sungguh mampu menyeka kesedihan, sempurna sebagai lelaki idaman.

Sementara Narni berdiri tak jauh dari sana. Menatap pemandangan itu dengan cemburu yang menyala membakar dada. Ingin sekali ia berontak, meminta kembali bahu lelaki itu. Tapi urung. Narni iba melihatnya. Terlebih saat mengingat percakapan dengan ibu kandung Sofia perihal pernikahan kemarin.

"Menikah? baguslah kalau begitu. Tak perlu lagi aku mikirin anak lelaki bejad itu. aku tak heran kalau akhirnya dia menjadi pelakor. Ayahnya saja ahli zina. sama seperti dirinya." Demikian kalimat yang terucap saat Narni menelpon ibu kandung Sofia. Lalu Narni tak mampu lagi berkata-kata. Hari itu harusnya ia adalah orang yang paling terluka hatinya, tapi demi mendengar kalimat kejam dari seorang bergelar 'ibu', membuatnya kehilangan kata.

Kemudian memutuskan menelpon ayah kandung Sofia. Tak lebih baik. Ayahnya berdalih tak ada waktu, lalu menawarkan sejumlah uang kepada Narni sebagai penebusan dosa. Lagi-lagi Narni tak mampu berkata-kata. telepon di tangannya terpelanting. Detik itu, perasaan iba mulai mengendalikan amarah. Betapa garis hidup terlalu rumit mempermainkan gadis itu.

***

Hari berganti hari. Rumah besar itu kini terisi oleh dua cinta yang terbangun dari luka. Sofia sudah mulai terbiasa dengan rumah besar itu, tidak lagi tersesat saat menuju dapur atau kamar mandi. Namun tetap saja hatinya berdesir cemburu pada istri pertama suaminya. Bagaimanalah tidak cemburu, hampir dua pekan ia berstatus istri Raden Bayu Ardian, tapi tak sekali pun suaminya tidur di kamarnya.

Bayu hanya sesekali menengok Sofia. Atau bertanya kabar saat mendapati istri keduanya melamun menatap jendela, memperhatikan Alifa yang belajar berjalan di luar bersama Narni.

Sofia mencoba mencerna. Bertanya dalam hati 'apakah suaminya tidak pernah menyimpan cinta? Apakah perhatian selama ini hanya sekadar iba? lalu tentang malam-malam indah yang terlewati di apartemennya, mungkinkah hanya sekadar pemuas birahi lelakinya? ataukah ia memang sebegitu hinanya hingga tak malu bertingkah layaknya wanita penggoda?'

Terpopuler

Comments

금

Sofia sengaja mengundang seorang laki2 normal ke tmpt tinggalnya, sebaik2nya laki2 kl di undang ke kamar perempuan yg bukan klwrga tanpa ada pihak ketiga/keempat dan kontak fisik entah itu sentuhan/ pelukan pasti lama2 akan terjerumus ke perzinaan, kecuali yg bener2 kuat imanya, sudah jelas mau sofia apa kan?

2020-11-29

0

As-Sana (IG: rain_session

As-Sana (IG: rain_session

Saya gak kuat bacanya😢😢😭😭

2020-07-12

0

Nur Melati

Nur Melati

ayo sampai di sini udah pada sebel sama Bayu dan Sofia belum? hehehe

2020-04-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!