Dua Cinta, Wanita Yang Berbagi Surga
Rumah besar itu tengah dirundung duka. Pilu dan lara kian kentara menyelimuti setiap penghuninya. Duduk berkumpul tiga orang dewasa dan satu anak balita yang tertidur di pangkuan seorang wanita. Sisanya mereka duduk di sofa berwarna hijau lembut bercorak bunga.
Narni yang mengeratkan pelukannya pada Alifa, bocah kecil itu pulas saja, tak tahu menahu persoalan orang tuanya yang tengah membara. Bagaimanalah, Alifa belum bisa menerjemahkan rasa. Bahkan seharian dia selalu minta gendong, efek badannya nyeri karena hendak tumbuh gigi.
"Maafkan aku, Dik. Aku sungguh tidak bisa menahan diri." Suara lelaki itu tercekat.
Narni menunduk, dadanya penuh sesak oleh kemarahan. Berusaha tetap tenang, takut jika membangunkan Alifa yang sedang demam. Dilihatnya anak semata wayangnya lagi, tertidur lelap dalam pangkuan.
Lalu, Sofia. Gadis delapan belas tahun yang juga mahasiswi suaminya itu duduk di sisi lelaki yang amat dicintainya. Keduanya nampak cemas, takut bahkan malu. Tapi demi Tuhan, lihatlah kini tangan mereka saling menggenggam. Menguatkan satu sama lain.
"Kenapa? Kenapa, Mas?" Narni membuka suara. Tampak jelas kemarahan tertahan di wajahnya, sementara tangannya menepuk lembut pantat mungil Alifa, menjaga agar si kecilnya tidak terganggu tidurnya.
Narni masih tidak mengerti, pernikahannya sudah berjalan dua puluh tahun dan selama ini baik-baik saja. Bahkan saat ia divonis sulit memiliki keturunan, suaminya dengan telaten menemaninya menjalani pengobatan, segala macam cara mereka usahakan, bahkan tak segan Bayu yang juga seorang dosen itu memandikannya saat dalam masa pemulihan pasca operasi.
Hari-hari mereka begitu sempurna, hingga dua jam yang lalu saat hujan mengguyur seluruh kota, saat Narni dan Bayu bergantian menimang anak mereka, mereka kedatangan tamu. Seorang gadis delapan belas tahun yang manis, membawa bom waktu yang menghancurkan kebahagiaan di rumah itu. Hancur seketika.
"Sekarang apa mau mu, Mas?" Narni menyeka air matanya sebelum jatuh luruh menghujani kepala Alifa yang masih terlelap.
Bayu menelan ludah. "Mas ... Harus bertanggung jawab, Dik. Kasihan Sofia kalau melahirkan tanpa suami."
Narni merasakan dadanya terbakar. Terpejam lalu air mata itu tak terbendung lagi. "Bagaimana bisa? Mas pernah bilang kan tidak akan mendua? Lalu apa arti perhatian Mas selama ini? Apa bagimu aku sudah tidak menarik lagi? Atau seleramu berubah menjadi anak ingusan tidak tahu diri seperti dia?" Narni menunjuk Sofia, lalu kembali menggoyangkan tubuh Alifa yang terganggu karena teriakannya.
Bayu menggeleng. "Aku masih mencintaimu, Dik. Kau tahu betul alasanku memilih mu adalah karena hati mu yang indah bak berlian. Itu yang selalu aku ucapkan, sampai detik ini kau tidak akan pernah tergantikan oleh siapa pun. Harusnya kau tahu betul bahwa sekian tahun pernikahan, aku selalu setia, memberikan semua yang kau mau, bahkan jika kau meminta, dunia beserta isinya akan aku berikan." Bayu terengah-engah.
"Kali ini saja, Dik. Ijinkan mas untuk menyakitimu, meski aku pun tak ingin kau terluka." Bayu melepas genggaman tangan Sofia, hendak bangkit menghampiri Narni, namun tatapan mata tajam istrinya menolak. Membuatnya tetap diam di tempat.
Sunyi. Hanya rintik hujan yang terdengar samar dan sesekali gelegar petir menambah cekam malam itu. Malam yang seolah berjalan melambat. Sofia duduk di sisi ranjang kamar tamu, sementara Bayu sudah lelap di samping putrinya.
Narni berjalan gontai menuju kamar dimana Sofia berada. Ditangannya ada sebilah pisau dapur yang baru saja ditajamkan. Tanpa mengetuk Narni membuka pintu kamar itu, didapatinya Sofia menangis tergugu.
"Kenapa? Kenapa kamu tega merebut lelaki yang amat aku cintai? Apa bocah sepertimu sudah kehabisan lelaki? aaoa tidak ada pria muda di luaran sana yang bersedia kau ajak berzina? Kenapa? Kenapa harus lelakiku?" Narni mendekat. Menggenggam erat pisaunya, takut kalau terlepas.
Sofia tak sedikitpun merasa gentar melihat pisau tajam di tangan Narni. Seolah mendeklarasikan bahwa tak takut pada kematian. Mata lelah itu hanya meliriknya sekilas. Lalu pecah tangis Sofia, menghampiri Narni yang berdiri tak jauh darinya,bersimpuh menggenggam sebelah tangan wanita di hadapannya.
"Bunuh saja saya, Bu. Bunuh wanita berdosa ini huhuhuhu." Sofia menciumi tangan Narni, tanpa sedikitpun melirik sebelah tangan yang mencengkeram pisau tajam.
Narni menatap heran. Masih erat menggenggam pisau.
"Pak Bayu teramat mencintai anda. Amat sangat. Setiap perkuliahan beliau selalu bercerita tentang betapa harmonisnya rumah tangga yang beliau bangun bersama anda. Betapa hati anda begitu indah berkilau seperti berlian merah yang tak terbilang harganya. Lalu ... Lalu saya yang hanya anak korban perceraian merasa iri. Merasa ada yang tidak adil di dunia ini." Sofia sesenggukan. Setengah menangis mencoba menata napasnya.
Narni membimbing Sofia untuk bangkit, duduk di sisi ranjang. Meletakkan pisau dapur di atas nakas dan mempersilahkan gadis itu melanjutkan ceritanya. Sungguh, Narni dikaruniai hati bak permata, ditatapnya lembut gadis yang baru saja hendak diancamnya. Simpatinya tumbuh demi melihat mata Sofia berderai air mata, ada luka dan pilu terpancar sempurna.
"Iri dan cemburu menguasai saya, Bu. Setiap pak Bayu menceritakan betapa indah kehidupan cinta kalian, dengan mata yang berbinar penuh cinta ... Hingga suatu malam. Saya menelpon beliau, mengabarkan bahwa saya rindu sosok ayah seperti beliau, bahwa saya rindu sosok ibu seperti anda, bahwa saya rindu memiliki keluarga utuh seperti yang kalian miliki, beliau datang ke apartemen dan membawakan coklat, mendengarkan keluh kesah saya yang selama ini tersimpan rapat. Lalu perlahan luka di hati saya terobati, hari demi hari luka itu menjelma menjadi cinta. Lalu rasa ingin memiliki itu tumbuh ... dan malam lainya, setan sempurna menguasai nafsu kami." Sofia menutup wajahnya, lalu kembali terisak, sesekali napasnya tersengal.
Tak perlu diperjelas lagi, Narni tahu betul apa yang terjadi setelah itu. Dosa besar itu terjadi, mengalir bak aliran sungai jernih. Indah melewati bebatuan terjal, tanpa tahu bahwa setelah itu ada sepotong hati yang terluka, ada keluarga yang hancur berantakan karena nikmat sesaat.
Maka keesokan harinya, dengan luka yang masih sempurna menganga, Ijab qobul dilaksanakan secara sederhana. Orang tua Sofia tidak hadir di sana, hanya mengabari lewat telepon bahwa mereka merestui pernikahan anak gadisnya. Miris.
Sebelah sisi hati Narni begitu simpati pada Sofia, sebelah lagi remuk terluka.
"Dik, Kumohon jangan kabari keluarga besarku dulu. Biar itu menjadi urusanku nanti, kamu tahu kan bagaimana sifat ibu?" pinta Bayu.
Keduanya duduk di sisi ranjang, Bayu terlihat tampan mengenakan setelah hitam, Narni menatap lekat, riasan wajahnya terlihat natural meski usianya tak lagi muda. Hatinya bergemuruh cepat, terluka. Sepagi ini harus menyiapkan pakaian rapi untuk suaminya, bukan karena harus pergi bekerja, tapi untuk mempersunting gadis bernama Sofia.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
ykwia
ini bakalan sakit, tapi kalo g lanjut baca penasaran 😩
2020-07-14
0
Yudis Gustian
Ya Tuhan... betapa mudahnya menyakiti... hanya dgn kt maaf bs memenangkan dan mengalahkan...
2020-07-12
0
👑~𝙉𝙖𝙣𝙖𝗭𝖊𝖊~💣
hai... ku mampir mari saling dukung
2020-07-11
0