Mimpi buruk, itu yang didapatkan Marline ketika bangun dari tidurnya. Dia tampak terengah-engah sambil memegangi dadanya yang turun naik akibat nafasnya yang tidak teratur.
Entah kenapa dia bermimpi berada di dalam sebuah ruangan dan dia juga melihat terjadi pembantaian di sana. Semua orang yang berada di dalam ruangan itu berteriak juga berlari sedangkan puluhan orang menembaki mereka tanpa belas kasihan.
Sepasang pengantin juga tampak berlari dan mereka juga menjadi korban tapi dia tidak bisa melihat wajah mereka.
Marline mengusap dahinya yang dipenuhi keringat, siapa orang-orang itu? Semua wajah yang ada di sana tidak bisa dia lihat sama sekali. Dia tidak tahu kenapa dia bisa bermimpi seperti itu, apa mimpi itu ada hubungannya dengan kejadian yang dia alami?
Marline mencoba mengingat, mencari memory-nya yang hilang tapi lagi-lagi sakit kepala luar biasa yang dia dapat. Dia mulai merintih sambil memegangi kepalanya, tangannya pun mulai bergetar ketika dia membuka laci untuk mengambil obat yang diberikan oleh Zain.
Botol obat sudah dia dapatkan tapi Marline terlihat ragu untuk membukanya. Dia takut itu pil penenang yang bisa membuatnya kecanduan tapi sakit kepala yang dia rasakan semakin membuatnya tidak tahan. Itu bukan sakit kepala biasa karena setiap kali sakit itu datang, kepalanya berdenyut luar biasa bahkan dia tidak bisa mendengar apapun selain rasa sakit yang dia rasakan.
Dengan terpaksa, Marline mengeluarkan dua butir obat dari botolnya dan memasukkannya ke dalam mulut. Dia juga menyambar gelas yang ada di atas meja dan meneguk isinya dengan cepat.
Setelah merasa lebih baik, Marline menjatuhkan diri ke atas ranjang dan tampak terengah-engah. Sungguh obat yang ajaib, sakit kepalanya langsung hilang setelah dia meminumnya. Kenapa setiap kali dia ingin mencari memori-nya yang hilang, sakit kepala itu selalu datang?
Entah kenapa dia jadi butuh seseorang, seseorang yang mau menemaninya dan memeluknya sambil mengatakan padanya jika dia baik-baik saja dan orang itu akan selalu ada untuknya.
Dia membutuhkan seseorang yang bisa menemaninya, orang yang mau menghiburnya dan orang yang bisa mengisi kekosongan hatinya. Marline memejamkan mata, lupakan! Tidak ada orang yang mau melakukan hal itu untuknya. Sebaiknya dia tidur lagi karena setelah ini ada yang mau dia lakukan.
Dia sudah menyusun sebuah strategi baru untuk mengetahui lebih banyak tentang Michael Smith. Sebelum dia mendekati pria itu lagi, dia harus mencari informasi dan tentunya dia akan langsung mencari tahu dari sumbernya secara langsung yaitu dari Michael Smith sendiri.
Ketika waktu sudah menunjukkan pukul sembilan. Marline sudah duduk di depan komputernya karena dia sedang meretas cctv sebuah perusahaan Media yang selalu meliput berita para pembisnis handal yang ada di kota itu. Dia akan menyamar menjadi salah satu wartawan yang bekerja di tempat itu untuk mendekati Michael Smith.
Dia akan mewawancarai Michael secara langsung supaya dia tahu lebih banyak tentang pria itu. Dia benar-benar harus menyusun rencana secara matang karena dia tidak mau gagal lagi.
Mata Marline sibuk melihat para karyawan yang berlalu lalang. Pilihannya saat itu jatuh pada seorang wanita berambut keriting. Marline segera mengambil gambar wanita itu dan melihat namanya dari name tag yang sedang digunakan oleh wanita itu.
Ana, itu namanya dan dia akan menyamar menjadi Ana nanti untuk menemui Michael Smith. Target sudah didapat dan sekarang dia harus menghubungi Smith Corporation untuk membuat janji.
Dia harap tidak ditolak sehingga dia bisa menyusup dengan cara berpura-pura menjadi seorang wartawan.
Marline sedang menelepone saat itu dan tidak lama kemudian terdengar suara seorang wanita yang menjawab.
"Hallo, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu.
"Aku dari perusahaan penerbit yang menerbitkan majalah bisnis. Apa aku bisa menemui Michael Smith untuk diwawancarai?" tanya Marline dengan sopan.
"Apa sudah membuat janji sebelumnya?" tanya wanita itu lagi.
"Belum," jawab Marline.
"Baiklah, tunggu sebentar," pinta wanita itu.
Sambungan telepone dialihkan ke James karena dia yang paling tahu jadwal bos mereka. Saat mendengar seorang pria yang berbicara dengannya, Marline menegakkan duduknya.
"Ini siapa?" tanya James.
"Aku Ana, Sir. Aku dari perusahaan penerbit ingin mewawancarai Michael Smith, apa aku bisa menemuinya besok?" tanya Marline.
"Tunggulah sebentar," pinta James.
Gagang telepon diletakkan di atas meja oleh James dan dia segera berjalan menuju ruangan bosnya. Memang sudah biasa para wartawan dari majalah bisnis datang untuk mewawancarai bosnya jadi James tidak curiga sama sekali apalagi, bosnya bisa diwawancarai satu bulan emat atau lima kali.
Pintu ruangan diketuk dan ketika mendengar suara bosnya yang mempersilahkan untuk masuk, James membuka pintu dan masuk ke dalam.
"Ada apa?" tanya Michael sambil memandangi dokumen yang sedang dia periksa.
"Master, seorang wartawan ingin menemuimu besok untuk mewawancaraimu, apa kau mau menerimanya?" tanya James.
Michael belum menjawab, hanya sebuah wawancara sepertinya tidak masalah apalagi dia sudah sering melakukannya.
"Apa besok ada jadwal kosong?" tanya Michael pula.
"Jam tiga sore kau sudah tidak ada pekerjaan," jawab James.
"Baiklah, suruh dia datang dan tanyakan dari perusahaan mana," perintah Michael.
"Siap, Master," James segera keluar untuk berbicara dengan Marline kembali.
Sementara itu, Marline tampak mondar mandir di depan komputer tanpa melepaskan ponsel-nya dan dia terlihat gelisah. Setelah sekian lama menunggu, suara James kembali terdengar dan Marline tampak was-was, dia sangat berharap Michael mau menemuinya.
"Apa kau masih berada di sana, Nona?" tanya James.
"Tentu saja. Apa Tuan Smith mau menerima wawancara dariku?" tanya Marline dengan tidak sabar.
"Tentu, besok datang ke kantor jam tiga jika lewat dari itu kami tidak menerimamu lagi."
"Aku tidak mungkin terlambat, Tuan. Terima kasih," sebuah senyuman menghiasi wajah Marline, sungguh kesempatan yang bagus.
Sebelum mengakhiri pembicaraan mereka, James menanyakan Marline dari perusahaan media mana dan tentunya Marline menjawab sesuai dengan tempat Ana bekerja agar tidak dicurigai.
Telepon dimatikan dan Marline melompat karena senang.
"Yes, seharusnya sejak awal aku melakukan hal ini dan tidak perlu menjadi Jesicca Rabbit untuk menggodanya," ucap Marline.
"Kau tidak bisa digoda, jadi aku akan mendekatimu dengan perlahan dan tentunya setelah aku tahu lebih banyak tentangmu besok."
Marline tampak begitu bersemangat. Dia kembali duduk di depan komputer karena dia harus membuat data palsu dan juga name tag yang akan dia gunakan nanti.
Setelah ini dia harus pergi membeli rambut palsu dan lensa contact, sepertinya dia harus membeli banyak model rambut palsu yang bisa dia gunakan nanti untuk menyamar. Rasanya sudah tidak sabar untuk mewawancarai Michael Smith besok.
"Oke, Marline. Besok kau harus bersikap serius dan jangan berdandan secara berlebihan sehingga dia takut dan menganggapmu badut!" ucap Marline pada dirinya sendiri.
Dia benar-benar bersemangat dan semoga besok rencananya berjalan dengan lancar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 289 Episodes
Comments
siti julaeha
semoga berhasil marlien
2023-11-18
0
ariasa sinta
2785
2022-03-11
1
Dicky
Klimaks Nya chap berapa cok sampe sini masih membosankan
2022-01-22
5