...Bukankah seharusnya ia senang? Saat bisa hidup dengan nyaman, tanpa perlu mengeluarkan biaya....
Anastasya duduk di pinggir ranjang. Menatap kearah kaca meja rias yang memantulkan wajahnya. Sudah dua hari ia tinggal di apartemen milik Sarah dan menikmati semua fasilitasnya. Tapi apa untungnya bagi Sarah yang mau menampung orang miskin tak berpendidikan seperti dirinya. Entahlah. Meski bingung, namun gadis itu tak berani bertanya.
"Ana, aku akan pergi menemui teman-temanku." Sarah berdiri di ambang pintu kamar yang ditempati Anastasya.
Anastasya mengangguk sebagai jawaban. Ia pun bangkit untuk mendekat kearah Sarah.
"Kau di rumah saja menemani Bi Atun, dan jika lapar, makan saja. Di kulkas juga banyak buah dan juga camilan jika kau ingin."
"Terimakasih kak." Anastasya memindai penampilan Sarah dari ujung rambut hingga kaki.
Perempuan cantik itu tampak mengunakan dres seatas lutut tanpa lengan. Hingga menampakkan leher jenjang dan juga bahu putih mulusnya. Anastasya menelan saliva berat. Disaat malam seperti ini, Sarah justru keluar dengan pakaian sangat terbuka. Bukankah itu akan mengundang para kaum adam untuk melakukan hal yang tak senonoh, andaikata Sarah tak berusaha untuk menutupnya.
"Ana, kau dengar aku bukan?" Sarah menepuk bahu gadis di depannya saat gadis itu tampak melamun.
"Eh, iya nona. Saya dengar."
"Em.. dan sekarang jangan panggil aku nona. Panggil Sarah saja."
"Kenapa?" Itu terdengar tidak sopan. Begitu fikir Anastasya.
"Karna kita sekarang teman."
Anastasya justru mengerutkan dahi. Apa, teman?
"Baiklah. Jika kau masih ragu juga, bisa tambahkan Kata Kak untuk menyebut namaku." Sarah kembali menegaskan.
"Baik Kak Sarah," jawab Anastasya pasrah.
Sarah pun mengulas senyum simpul. Ia meninggalkan Anastasya dan melangkah menuju pintu keluar apartemen. Sementara Anastasya masih terpaku di tempatnya. Dipandanginya tubuh Sarah dari arah belakang hingga menghilang di balik pintu.
Siapa sebenarnya Kak Sarah. Jika pekerjaannya adalah model, lalu apakah semua model harus berpakai seperti itu?
Anastasya kini mulai ragu dengan keputusan yang diambil. Jika kelak dirinya benar menjadi model, apakah kehidupannya juga akan sama seperti Sarah kini. Meski memiliki banyak uang dan tempat tinggal mewah. Tapi apakah harus mempertontonkan aurat.
"Tidak Ana, itu tidak boleh." Anastasya mengeleng gelengkan kepala. Berusaha mengusir fikiran buruk di kepalanya.
"Ana, kau sedang apa?"
Gadis itu berjingkat saat Bi Atun sudah berdiri di belakangnya.
"Em ti-tidak Bi. Aku tidak sedang apa-apa." Gadis itu hanya tersenyum tipis dan menetralkan fikirannya.
"O ya sudah jika tidak papa. Tidurlah, ini sudah malam." Selepas berucap Atun pun berbalik badan.
"Bi, Bi Atun mau kemana?"
Atun memutar tubuhnya kembali. "Aku akan membersihkan kamar Nona Sarah. Ya, mumung Nona masih keluar, jadi lebih mudah membersihkannya."
Tiba-tiba Anastasya tersenyum tipis, kala menemukan sebuah ide. "Aku bantu ya."
"Kenapa, apa kau tidak lelah?"
Anastasya menggeleng.
"Baiklah. Ayo ikut aku."
Dengan senang hati Anastasya mengekori langkah Bi Atun menuju pintu sebuah ruangan yang diyakini sebagai pintu kamar Sarah.
*****
Sepasang netra bening gadis berpakaian lusuh itu tak mampu berkedip. Ruangan luas dengan segala perabotan dan barang-barang mewah itu, membuatnya terpana. Bahkan sesat setelah pintu kamar terbuka.
"Tak usah terkejut. Jika kau benar-benar menjadi seorang model ternama, kelak hidupmu tak jauh berbeda dengan Nona Sarah. Hidup mewah dan bergelimang harta." Tanpa memandang kearah Anastasya, Atun dengan cekatan memulai pekerjaan.
"Tapi, apa Nona Sarah hidup dengan bahagia?" Oops.. sungguh pertanyaan yang terdengar tidak sopan Anastasya. Ia bahkan membekap mulut, selepas bertanya.
"Menurutmu?" Justru Atun yang balik bertanya.
Anastasya terdiam. Ia bahkan tak tau jawabnya. Sarah seperti orang Asing yang memaksa masuk dalam kehidupannya. Entah apa motif dari perempuan itu menawarkannya impian yang manis. Akan tetapi, Anastasya pun tak mampu berfikiran buruk, mengingat Sarah pun memperlakukannya dengan baik selama ini.
"Apa kau tau, inilah alasannya kenapa aku berinisiatif membersihkan kamar nona selepas dia keluar."
Anastasya masih mematung, namun memindai pandangan kesekeliling mencerna ucapan Atun.
"Butuh waktu lebih dari satu jam untuk membuat kamar ini bersih dan tertata rapi seperti sedia kala." Meski menghela nafas dalam, namun tak ada umpatan kesal yang terlontar dari bibir Atun. Seolah ia sudah terbiasa.
Atun mulai bersimpuh di depan rak kaca berukuran besar. Memunguti belasan pasang sepatu hak yang tergeletak begitu saja dan menyusun kembali ketempatnya semula.
Anastasya pun tak tinggal diam. Dia ikut membatu, namun atas instruksi dari Atun agar tak terjadi kesalahan. Gadis itu memijat pelipis yang mendadak berdenyut. Bagaimana bisa Sarah memperlakukan ruangan yang teranat pribadi itu seperti ini.
Setumpuk gaun teronggok begitu saja di atas ranjang tanpa ia punggut kembali ketempatnya jika tak terpakai. Anastasya yakin jika pakaian yang Sarah gunakan tadi, ialah gaun kesekian yang sudah coba dipakai. Hingga menyisakan belasan gaun yang teronggok tak berdaya di atas ranjang.
Tak sampai disitu, lembaran tisu, alat make up, bahkan beberapa ****** ***** juga tergeletak begitu saja di lantai. Ya tuhan. Begitukah sebenarnya Sarah. Berfikir jika itu sudah menjadi tugas Atun hingga ia tak perlu lagi repot bahkan mengurus barang pribadinya sendiri.
Anastasya hanya tersenyum simpul menatap pergerakan Atun yang tampak menikmati pekerjaanya seolah tanpa beban.
"Bibi sudah lama bekerja pada Nona Sarah?" Anastasya bertanya sembari memungguti tisu tisu yang berserakan di atas lantai dan membuangnya ketong sampah.
Hah tisu basah. Lalu apa ini? Seperti ingus mengering, Tapi bukannya Kak Sarah sedang tidak flu.
Anastasya membuang beberapa lembar tisu basah lengket itu ketong sampah tanpa bertanya pada Atun.
"Lumayan. Berapa tahun ya? Aku lupa." Atun tergelak selepas tak mampu mengingat.
Atun pun mulai bercerita awal mula dirinya bisa bekerja pada seorang Sarah. Atun juga berasal dari kampung, sama seperti Anastasya. Meski pekerjaanya kadang kala terlihat berat, akan tetapi dirasa sesuai saat Sarah memberinya upah yang cukup besar. Hingga ia tak perlu khawatir untuk memenuhi kehidupan orang tua dan kedua anaknya di kampung.
Cukup lama keduanya berbincang. Hingga membersihkan kamar yang biasa menjenuhkan bagi Atun itu kini menjadi menyenangkan atas bantuan Anastasya.
Waktu sudah menunjukan tengah malam dan belum ada tanda-tanda Sarah menunjukan kembali batang hidungnya.
"Ana, apa kau lapar?" Atun bertanya selepas menutup kembali kamar Sarah yang selesai dibersihkan.
Gadis itu mengangguk, pasalnya perutnya benar-benar terasa lapar.
"Ayo, kita kedapur. Aku memiliki banyak makanan di sana."
Keduanya pun bergegas. Atun membuka lemari pendingin dan mengeluarkan beberapa toples berisi makanan jadi yang diawetkan. Sungguh begitu praktis, hanya perlu memanaskannya beberapa menit saja, makan itu pun sudah tersaji.
Atun dan juga Anastasya makan dengan lahap. Sesekali keduanya menyambung cerita yang tadi sempat terpotong.
"Bi, Bi Atun." Terdengar nama Atun beberapa kali disebut dari arah pintu depan. Tetapi bukan suara perempuan dan lebih seperti suara seorang pria.
"Ana, Nona Sarah sudah pulang. Tidurlah, masuk kekamarmu dan jangan lupa kunci kamarmu." Atun setengah berbisik. Bahkan menarik lembut tangan Anastasya dan memaksanya untuk cepat memasuki kamar.
Gadis itu pun hanya manut. Memasuki kamar setelah Atun tergopoh menuju kearah ruang tamu.
Derap langkah mulai terdengar mendekat. Kamar yang ditempati Anastasya nyatanya hanya bersebrangan dengan kamar yang ditempati Sarah.
Anastasya yang setengah penasaran itu membuka kembali sedikit pintu yang tadinya sudah tertutup rapat. Hingga pemandangan tak biasa itu, membuatnya kembali bertanya-tanya.
"Hah, kenapa Nona Sarah kembali bersama seorang pria. Dan kenapa Nona Sarah terlihat tak berdaya seperti itu?"
Terlihat Seorang pria memapah langkah Sarah yang terlihat lunglai bahkan sesekali meracau tak jelas. Sementara Atun mengekori langkah keduanya dengan membawa tas milik Sarah dan juga jas dan tas kerja yang gadis itu yakini jika pria itulah pemiliknya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments