"Neng, kopi hitam satu." Kakek tua berpakaian lusuh mengacungkan satu ruas jarinya. Pandangannya tertuju pada seorang gadis yang ia yakini sebagai pelayan kedai.
"Tunggu sebentar Kek." Gadis itu pun menganguk, kemudian memutar badan dan menggiring langkah kearah dapur.
Tak berapa lama, satu gelas kopi hitam dengan kepulan asap diatasnya mendarat sempurna tepat dihadapan Kakek yang spontan menyunging senyuman itu.
"Kopinya kek."
"Terimakasih neng."
Anastasya mulai menikmati pekerjaan baru. Keramahan dan sifatnya yang supel dan mudah bergaul membuatnya tak susah untuk menyesuaikan diri, terlebih pekerjaannya kali ini memang menuntutnya untuk berinteraksi dengan banyak orang.
Sedari pagi, Anastasya sudah sibuk membersihkan kedai juga beberapa buah etalase. Untuk urusan pengolahan menu, pemilik kedai memasaknya seorang diri, sedangkan Anastasya hanya sekedar membantu. Bagi Anastasya, pekerjaanya kali ini cukup ringan, dari pekerjaan sebelumnya.
Saat menuju jam makan siang, seperti biasa kedai akan mulai diserbu pembeli. Memang menu yang disajikan cukup sederhana, namun masakan pemilik kedai terkenal nikmat dan harganya pun cukup terjangkau. Sangat pas bagi anak kuliahan atau pekerja kantoran dengan gaji pas-pasan.
Akan tetapi, tak jarang para staf perusahaan besar yang juga menikmati makanan kelas menengah kebawah itu. Entah apa alasannya, namun satu yang pasti, rasa makanan yang sajikan tak kalah dari restoran bintang lima. Wkwkwk..
"Pesan nasi campur kaya biasanya yang neng, Lima.." Tersenyum genit, pria berseragam hitam yang merupakan salah satu karyawan disebuah stasiun TV itu tak henti menatap Anastasya dengan bola mata berbinar.
Sebagai jawaban, gadis cantik itu hanya mengangguk. Lekas menyajikan menu yang seringkali di pesan pria itu juga beberapa temannya.
Selepas menyajikan pesanan, Anastasya memilih duduk disudut ruangan bersebelahan dengan pemilik kedai.
"Ana, jika pria itu terus menggodamu, jangan dihiraukan. Ibu tau kalau kau dibuat tidak nyaman."
Anastasya tersenyum tipis menanggapi ucapan perempuan paruh baya berjilbab itu. Ia sadar, terkadang memang banyak pria pelanggan kedai yang tak sungkan menggodanya. Berbicara asal dan kadang berniat untuk menyentuh namun dengan cepat ia mengelak.
"Iya Bu."
Perempuan paruh baya sang pemilik kedai tampak memperhatikan Anastasya meski gadis itu tak menyadari. Meski tanpa riasan dan penampilan apa adanya, namun Anastasya terlihat sangat mempesona. Tumbuhnya yang ramping, dengan kulit seputih susu dan wajah yang rupawan, membuatnya layak disebut sebagai sang primadona.
Tutur kata dan sikapnya pun membuat banyak orang terpana. Wajar jika beberapa pria memuji dan berucap jika Anastasya adalah wanita sempurna tanpa cela.
Anastasya memang membawa berkah tersendiri baginya. Kedai yang semula sepi, kini tak pernah sepi dari pagi hingga malam menjelang. Ia sendiri yakin, jika bukan hanya makanan di kedai saja yang terasa nikmat, namun juga karna adanya Anastasya sebagai pelayan kedai.
Ia sempat terperang, bukan hanya beberapa pekerja biasa saja yang sudi makan di tempatnya, namun juga beberapa pria berpakaian jas lengkap yang ia yakini sebagai petinggi dari salah perusahaan. Baik stasiun TV atau pun agensi model. Ah entahlah, perempuan paruh baya itu pun enggan ikut campur. Ia hanya kerap memberi pesan pada Anastasya untuk lebih menjaga diri, dan tak muda terpedaya oleh ucapan para pria pelanggan kedai.
*****
"Ana, kamu makan dulu gih, mumpung kedai masih sepi," ucap pemilik kedai pada Anastasya yang tengah mencuci piring.
"Iya bu. Ana selesaikan cuci piring, setelah itu baru makan."
Anastasya mengucap syukur dalam hati. Bukan pekerjaan dengan gajih bersar yang ia ingin, tetapi pekerjaan semacam inilah yang di damba. Tak ada makian, dan juga sindiran, yang ada adalah perhatian dari sikap baik atasan. Membuatnya betah hingga waktu berlalu dengan cepat.
"Bu, Air miral satu."
Anastasya menoleh kearah sumber suara. Ia bangkit, mengelap tangannya yang basah dengan handuk kecil, lantas pendekati pembeli itu.
"Yang kecil atau besar Kak?" tanya Anastasya pada perempuan cantik berpakaian modis itu.
"Yang kecil saja," jawab perempuan itu ramah.
Anastasya pun mengangguk, ia berjalan menuju ruang samping di mana tempat air mineral tersimpan.
"Ini kak."
"Terimakasih." Perempuan itu pun mengulurkan satu lembar rupiah berwarna merah. dengan sigap Anastasya membawanya dan memberikannya kepada pemilik kedai.
Saat menunggu uang kembalian, Anastasya sempat melirik kearah perempuan cantik itu yang sepertinya tengah memperhatikannya dari kejauahan.
"Ini kak kembaliannya." Anastasya mengulurkan tangan memberikan uang kembalian, namun perempuan itu justru menahan tangannya.
"Tidak usah, untukmu saja."
Anastasya menautkan alisnya.
Hah kenapa? Bukankah sedari tadi dia berdiri untuk menunggu uang kembalian?
"Tidak kak, terimakasih. Ini terlalu banyak," tolak Anastasya.
"Tidak apa. Simpan kembaliannya untukmu," tegas perempuan itu sementara satu tangannya menahan pergerakan tangan kecil Anastasya yang masih kekeh menolak uang pemberiannya.
"Terimakasih banyak kak." Anastasya menghela nafas. Gadis itu terlihat tak nyaman.
"Sepertinya, aku baru pertama kali melihatmu. Apa kau memang baru bekerja di kedai ini?" Masih dengan posisi berdiri, perempuan cantik dengan surai panjang bergelombang itu melempar tanya pada gadis cantik di hadapannya.
"Iya, kak. Saya memang baru beberapa hari bekerja di kedai ini."
"O... Boleh aku duduk?" Perempuan itu menujuk kearah kursi.
"Silahkan kak."
Keduanya pun terlihat berbincang. Pemilik kedai hanya menatap dari kejauhan dan tak berniat bergabung.
Meski baru pertama bersua, keduanya tampak akrab bak sudah kenal lama. Sesekali tawa mengiring berbincangan kedua perempuan cantik berbeda usia itu.
Tak berselang lama, selepas perempuan bersurai gelombang itu memeriksa arloji dipergelangan tangan, ia pun berniat undur diri dan meninggalkan Anastasya.
Gadis itu berdiri terpaku tak jauh dari tempat duduknya semula, sembari menatap punggung perempuan modis yang menghilang memasuki mobil mewah berwarna hitam.
"Ana." Panggilan serta sentuhan di bahu menyadarkannya.
"Iya bu." Gadis itu terkesiap.
"Kalian terlihat begitu akrab. Apa sudah pernah bertemu sebelumnya?" Perempuan setengah baya itu menghempaskan tubuhnya pada kursi plastik, sementara pandangannya tetap tertuju pada Anastasya seolah meminta penjelasan.
Gadis itu lantas menggeleng.
"Belum bu, bahkan ini pertama kali Ana bertemu dengannya."
Ibu pelayan menautkan kedua alis. "Benarkah? Tetapi kalian sudah terlihat akrab."
Anastasya pun duduk diseberang pemilik kedai dan berniat menjelaskannya.
"Dia mengatakan jika namanya Sarah. Kami memang mengobrol banyak, tetapi isinya hanya obrolan basa basi. Itu saja Bu," papar Anastasya.
Pemilik kedai hanya manggut-manggut sebagai jawaban.
"Apa Ibu mengenal perempuan itu?"
Perempuan paru baya itu menggeleng, kemudian menjawab ," Ibu hanya pernah melihat wajahnya sekilas jika sedang keluar dari gedung memasuki mobil mewahnya, juga di sampul majalah."
"Sampul majalah?"
"Iya, dia kan seorang model."
Apa? jadi perempuan cantik itu tadi seorang model.
"Iya. Tak kusangka dia sudi membeli air mineral di kedai kita." Perempuan paruh baya itu tergelak selepas merampungkan ucapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments