Tekad Yang Menguatkan

Ali merutuki diri, bagaimana bisa ia berbicara tanpa lebih dulu memperhatikan situasi. Anastasya pasti sudah mendengar semua pembicaraanya dengan Ayu. Tetapi apa yang diucap dari bibir keponakannya itulah yang membuatnya terkesiap.

"Ana, kau sudah bangun?" Ayu lekas bangkit dari duduk, tergopoh mendekat kearah Anastasya kemudian mengusap puncak kepala gadis itu penuh sayang. "Kau pasti masih lelah, ayo bibi antar lagi kekamar." Lagi-lagi Ayu coba membujuk Anastasya yang masih tak bergeming di tempatnya. Sejujurnya Ayu takut, jika Anastasya benar-benar mendengar pembicaraanya dengan sang suami.

"Tidak," tolak Anastasya. "Aku ingin di sini saja bersama paman dan bibi."

Wajah Ali dan Ayu berubah pias. Terlebih, gadis kecil itu kini memilih untuk duduk bergabung bersama Ali.

"Ana," Ali kebingungan merangkai kata.

"Paman, seperti kataku tadi. Jual saja rumah ini."

Ali dan Ayu saling pandang. Bagaimana bisa anak sekecil Anastasya bisa berfikir hal demikian.

"Apa maksudmu Ana? Rumah ini milikmu, peninggalan kedua orang tuamu," ucap Ali dengan penuh penekanan. Mengingatkan kembali pada gadis itu agar tak sembarang berbicara.

Seketika Anastasya tertunduk, wajahnya kembali sendu dengan buliran bening yang menitik dari sudut netra.

"Jika Ana tetap tinggal di rumah ini, maka banyang-bayang Ayah dan Ibu akan selalu ada." Anastasya mulai terisak.

Ayu bergerak cepat membawa tubuh kecil Anastasya dalam pelukan. Memberi tatapan tajam kearah sang suami, agar tak lebih dulu membuka suara.

*******

Sempat ragu dan berperang dalam kebimbangan, Ali pun menyetujui permintaan Anastasya dengan menjual rumah milik almarhum sang kakak. Sejujurnya Ali merasa engan dan luar biasa malu, akan tetapi rengekan dari sang keponakanlah yang membuatnya tak berdaya dan akhirnya pasrah.

Rumah dan tanah peninggalan orang tua Anastasya terjual cukup mahal. Sesuai keinginan sang keponakan, Ali membeli sebuah rumah sederhana dan tanah yang terlalu luas di desa sebelah. Setidaknya, dengan berada cukup jauh dari rumahnya terdahulu, akan membuat Anastasya perlahan melupakan rasa sedih dan melanjutkan kembali hidup betsama paman dan juga bibinya.

Ayu kembali mengantar Anastasya kepemakaman. Beberapa jam sebelum mereka menuju desa sebelah untuk pindah.

"Ibu, ayah. Maaf, Ana sudah menjual rumah kita." lirih Ana dipusara kedua orang tuanya.

"Ana tau, Ayah dan ibu pasti kecewa. Tapi Ayah dan ibu jangan khawatir, Ana akan selalu datang kemari untuk mendoakan ibu dan ayah tanpa henti." Senyum di bibir mungilnya terpatri, meski hati teriris perih. Tak ingin berlarut dalam sedih, Ana beranjak bangkit dan menarik sang bibi untuk meninggalkan area pemakaman.

****

Tahun demi tahun berlalu. Anastasya yang masih duduk dibangku sekolah dasar saat ditinggal kedua orang tuanya, kini sudah beranjak dewasa dan hampir menamatkan pendidikannya di sebuah sekolah menengah di kampungnya.

Ali yang memiliki tanggung jawab pada Anastasya, rupanya sengaja menyimpan sebagian besar uang hasil penjualan tanah dan rumah peninggalan kedua orang tua Anastasya untuk biaya pendidikan keponakannya itu sampai sekolah menengah atas.

Meski Ali sendiri hanya seorang petani yang tak memiliki gaji, tetapi dengan segala kerja kerasnya mampu menghidupi Anastasya, Ayu, dan juga keempat buah hatinya yang masih kecil. Si sulung masih berusia tujuh tahun, sementara ketiga putra putri Ali lainnya hanya memiliki jarak usia satu atau dua tahun saja.

Jauh dari kata berkecukupan, Kehidupan Ali beserta keluarga terbilang hanya pas-pasan untuk makan. Selain menanam padi, Ali juga memanfaatkan kebun di samping rumah untuk ditanami palawija dan juga sayur mayur.

Anastasya sendiri tak hanya berpangku tangan melihat sang paman yang banting tulang untuk mencari nafkah. Dengan segala kemampuan yang ia miliki, gadis remaja yang terlihat sangat cantik itu mulai membantu sang paman sebisanya. Mulai dari menanam padi, memaneh, bahkan menjual hasil kebun kepasar.

Sempat beberapa kali Ali dibujuk oleh rekan atau pun tetangganya yang sukses saat memilih untuk merantau, dan mencari pekerjaan diluar selain bertani. Akan tetapi, dengan tegas Ali menolak. Selain tak berkeinginan, Ali merasa tak tega jika harus meninggalkan keluarganya cukup lama. Disamping itu, tentulah Ayu akan sangat kerepotan untuk mengurus keempat anaknya jika ia tinggal.

Akan tetapi, dibalik tak berkeinginannya Ali untuk merantau, tetapi fikiran tersebut justru kini singgah di benak Anastasya.

Bagaimana jika aku pergi merantau? Tetapi apakah paman dan bibi akan mengizinkan?

Anastasya mengayuh sepedanya menyusuri jalanan setapak. Sepulang dari pasar setelah menjual sayur mayur hasil panen di kebun samping rumah, gadis itu terus berfikir akan keinginan yang sudah pasti ditolak mentah-mentah oleh sang paman.

Anastasya menghela nafas dalam. Ia sudah sampai di depan rumah. Kedua keponakan yang sudah cukup besar berlari kearahnya.

"Kak Ana. Apa yang kakak bawa?" tanya putra sulung sang paman dengan netra berbinar. Terlebih bocah itu melihat jika Anastasya menenteng beberapa kantong plastik di tangannya.

Anastasya tersenyum manis. Digiringnya kedua bocah itu untuk masuk kerumah mengikutinya.

"Kak Ana bawa makanan untuk kalian," jawab Anastasya getir, namun berusaha menutupinya.

"Asikk," sorak kedua bocah itu bersamaan.

Anastasya menahan sekuat tenaga bulir bening yang terbendung di sudut netra. Hanya dengan menyebut nama makanan, sudah seperti mendapatkan sebongkah berlian hingga membuat kedua bocah itu senang tak terkira.

"Sekarang duduklah."

Kedua bocah itu pun menurut dan duduk berdampingan dikursi rotan usang.

"Pintar," puji Anastasya.

Dengan tangan gemetar Anastasya membuka kantong plastik berwarna hitam tersebut dan membuka isinya.

"Ini, makanlah. Dan ingat, bagi juga dengan adik-adik."

"Hore." Lagi-lagi sorak kegembiraan dari kedua bocah itu, membuat hati Anastasya teriris perih. Bukan sesuatu mahal atau pun nikmat yang Anastasya bawa. Hanya beberapa jajan sederhana berbahan utama singkong yang dibentuk berbagai rupa. Tak ada taburan keju, atau pun lelehan coklat. Singkong tersebut hanya memiliki rasa asin, dan juga hanya bercampur kelapa parut.

Anastasya memalingkan wajah, dan menggigit bibir kelu. Andai ia bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan sendiri, tentu hidup sang paman akan lebih baik dari pada ini. Dan keponakannya, tidak akan kekurangan makanan dan juga memiliki pakaian yang layak.

"Enak sekali kak," ucap salah satu keponakan.

Enak?

Anastasya hanya mengangguk sebagai jawaban.

Ya tuhan.

*****

Beberapa hari ini wajah Ali tampak muram. Ia menuju tempat penyimpanan padi. Wajahnya tertunduk lesu mendapati padi yang tersisa hanya sedikit. Sedangkan tahun ini padinya terancam gagal panen.

Ya tuhan, apa yang harus hamba lakukan.

Dengan langkah gontai ia mencari keberadaan sang istri di dapur. Pandangannya kini tertuju pada Ayu yang tengah menanak nasi dengan mencampurkan beberapa ubi di atas nasi tersebut.

Lidahnya terasa kaku, tak mampu berucap.

Ayu berbalik badan. Ia pun terkesiap begitu mendapati Ali yang sudah berdiri di belakangnya.

"Mas, kamu kenapa?"

Ali diam, dia hanya menggeleng.

"Katakan. Tidak mungkin tidak apa-apa kalau mas sampai menemuiku."

Ali menghela nafas dalam. Ia bingung merangkai kata.

"Dek, apa persedian beras kita masih banyak?" tanya Ali lirih.

Ayu pun bergerak membuka tong wadah beras. Dan isinya kosong.

"Ini beras terakhir mas, yang aku masak. Agar cukup, aku sengaja memasukan beberapa ubi sebagai campuran."

Ali cukup tau dengan strategi sang istri untuk tetap membuat perut sekeluarga kenyang. Anak-anak dan Anastasya akan memakan nasi. Sementara ia dan sang istri cukup memakan ubi atau pun singkong sebagai pengganjal perut. Dan itu sudah berjalan bertahun-tahun lamanya.

Ali menarik lembut tangan sang istri dan membawanya dalam pelukan. Pria tangguh itu kini terisak. Tak mampu menahan tangis. Bertahun-tahun hidup bersama, ia merasa gagal sebagai seorang suami sebab tak sekali pun ia membahagiakan sang istri. Ia hanya bisa memberikan duka dan juga rasa lapar.

Anastasya tertegun. Ia mundur beberapa langkah dari pintu dapur, dan memilih bersandar pada dinding. Lagi-lagi ia disuguhi pemandangan pilu yang kian menguatkan tekadnya untuk hidup merantau dan mencari pundi-pundi rupiah dari hasil keringatnya.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Zainab ddi

Zainab ddi

😭😭😭sedih banget ya

2022-10-05

0

Nuviza

Nuviza

dari baca novel yg 2 cincin Ceo ajh kisah anastasya bkin baper, ap lg bca yg kisah hidup yg di jalani dri kecil,,,, hiks hiks hiks

2022-02-14

0

Ainur Rohmatul Mafulah

Ainur Rohmatul Mafulah

bikin mewek aja thor

2021-08-08

0

lihat semua
Episodes
1 Awal Kepahitan
2 Tekad Yang Menguatkan
3 Izin
4 Tempat Layak
5 Awal Yang Baik
6 Jaga Dirimu
7 Pekerjaan Baru
8 Perempuan Modis
9 Pria Itu?
10 Gamang
11 Bimbang
12 Kejutan
13 Pasrah
14 Memulai Langkah
15 Siapa Sebenarnya Sarah
16 Make Over
17 Rencana Pesta
18 Bertemu kembali
19 Gadis Bernama Anastasya
20 Mulai Penasaran
21 Menyusun Rencana
22 Ku Panggil Kau 'Tasya'
23 Ada Apa Dengan Sarah?
24 Tentang Sarah
25 Final
26 Kau Begitu Indah
27 Bukan Kacang Lupa Kulit
28 Pesta
29 Ungkapan Perasaan
30 Rencana Terselubung
31 Dinding Penghalang
32 Penolakan Di Depan Mata
33 Tak Lekang Oleh Waktu
34 Tak Lekang Oleh Waktu Part-2
35 Menolak Kerjasama
36 Reuni
37 Sarah Terluka
38 Ragu
39 Aku Mencintaimu
40 Amarah Siska
41 Ancaman Broto
42 Dia, Prioritas Utama
43 Permintaan Maaf Sarah
44 Kesucian Yang Terenggut
45 Mual
46 Datang Bulan
47 Aku Ingin
48 Maafkan Aku
49 Hamil
50 Bukti Penolakan
51 Prahara
52 Prahara Part 2
53 Sahabat
54 Nikahilah Dia, Untukku
55 Dibawa Paksa
56 Tak Ada Kabar
57 Terusir
58 Penyesalan
59 Pesan Ancaman
60 Rangga ~ Singapura~
61 Hancurnya Masa Depan Dan Karir
62 Bertemu Seseorang
63 Butuh Pelarian
64 Belum menginginkan pasangan
65 Menyerah
66 Lamaran Mendadak
67 Wanita Terlahir Tidak Untuk Disakiti
68 Pernikahan
69 Menjelang Kelahiran
70 Kelahiran Dan Kematian
71 Penolakan
72 Pernikahan Tanpa Cinta
73 Inikah Takdir?
74 Isi Hati Arka
75 Tanpa Sadar
76 Pernikahan Kedua
77 Hidup Baru Anastasya
78 Mendapat Teror
79 Aku Ikut Kemana pun Kau Pergi
80 Anugerah Terindah
81 Dua Kehidupan Berbeda
82 Pasrah
83 Asmara Anastasya Ending.
84 Ucapan Terimakasih
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Awal Kepahitan
2
Tekad Yang Menguatkan
3
Izin
4
Tempat Layak
5
Awal Yang Baik
6
Jaga Dirimu
7
Pekerjaan Baru
8
Perempuan Modis
9
Pria Itu?
10
Gamang
11
Bimbang
12
Kejutan
13
Pasrah
14
Memulai Langkah
15
Siapa Sebenarnya Sarah
16
Make Over
17
Rencana Pesta
18
Bertemu kembali
19
Gadis Bernama Anastasya
20
Mulai Penasaran
21
Menyusun Rencana
22
Ku Panggil Kau 'Tasya'
23
Ada Apa Dengan Sarah?
24
Tentang Sarah
25
Final
26
Kau Begitu Indah
27
Bukan Kacang Lupa Kulit
28
Pesta
29
Ungkapan Perasaan
30
Rencana Terselubung
31
Dinding Penghalang
32
Penolakan Di Depan Mata
33
Tak Lekang Oleh Waktu
34
Tak Lekang Oleh Waktu Part-2
35
Menolak Kerjasama
36
Reuni
37
Sarah Terluka
38
Ragu
39
Aku Mencintaimu
40
Amarah Siska
41
Ancaman Broto
42
Dia, Prioritas Utama
43
Permintaan Maaf Sarah
44
Kesucian Yang Terenggut
45
Mual
46
Datang Bulan
47
Aku Ingin
48
Maafkan Aku
49
Hamil
50
Bukti Penolakan
51
Prahara
52
Prahara Part 2
53
Sahabat
54
Nikahilah Dia, Untukku
55
Dibawa Paksa
56
Tak Ada Kabar
57
Terusir
58
Penyesalan
59
Pesan Ancaman
60
Rangga ~ Singapura~
61
Hancurnya Masa Depan Dan Karir
62
Bertemu Seseorang
63
Butuh Pelarian
64
Belum menginginkan pasangan
65
Menyerah
66
Lamaran Mendadak
67
Wanita Terlahir Tidak Untuk Disakiti
68
Pernikahan
69
Menjelang Kelahiran
70
Kelahiran Dan Kematian
71
Penolakan
72
Pernikahan Tanpa Cinta
73
Inikah Takdir?
74
Isi Hati Arka
75
Tanpa Sadar
76
Pernikahan Kedua
77
Hidup Baru Anastasya
78
Mendapat Teror
79
Aku Ikut Kemana pun Kau Pergi
80
Anugerah Terindah
81
Dua Kehidupan Berbeda
82
Pasrah
83
Asmara Anastasya Ending.
84
Ucapan Terimakasih

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!