LUAR BIASA

"Kamu mikirin apa?" tanya Kimberly pada William.

"Nggak apa apa. Cuma masih bingung aja mau ambil jurusan apa nanti," ucap Willian berbohong.

Sebenarnya sejak pertemuannya dengan Viera, ia tak pernah bisa melupakan wajah gadis itu, seperti sudah terpatri di dalam pikirannya.

"Aku udah nemu donk," ucap Kimberly sambil melahap baso terakhirnya bulat bulat, dan membuatnya jadi menonjol di pipi mungilnya.

"Tumben kamu udah ambil keputusan, biasa nungguin aku?"

"Lain donk, sekarang kan behubungan sama masa depan, jadi aku harus buat keputusan."

"Wuihhh hebat banget ya sekarang. Apa jangan jangan kamu abis kesambet?"

Seketika wajah Kimberly merengut, menampilkan kekesalan. Namun ketika melihat senyum William yang tanpa rasa bersalah setelah mengucapkan itu, ia pun tak memperpanjang.

"Bro, gimana? Apa lo udah ambil keputusan?" tanya Jeremy sambil menepuk bahu William dan duduk persis di sebelahnya.

"Keputusan apaan?"

"Ishhh ni anak. Kuliah bro, kuliah! Atau jangan jangan lo nggak kuliah, langsung nerusin perusahaan punya bokap lo?"

"Kaga lha. Gue pasti kuliah. Nggak mungkin kan gue nantinya jadi pemimpin perusahaan tapi cuma lulusan SMA."

"Iya juga. Trus jadinya lo mau kuliah dimana?" tanya Jeremy.

"Gue bakalan kuliah disini aja. Gue rasa kualitas universitas disini juga masih dalam kategori bagus kok. Mungkin gue mau ambil Universitas Intercon."

Kimberly mencuri dengar semua pembicaraan antara Jeremy dan William, sambil menghirup kuah baso miliknya hingga tandas. Bukan maksud untuk apa apa, tapi ini memang demi masa depannya.

Diam diam, Kimberly menaruh hati pada William. Kebersamaan mereka hampir setiap hari, bahkan sejak dari kecil, membuat benih benih cinta itu tumbuh di dalam hati Kimberly.

Lalu bagaimana dengan William? Kimberly tidak mempermasalahkan bagaimana perasaan William saat ini padanya. Yang pasti ia hanya ingin terus berada dekat dengan William. Cinta datang karena terbiasa bukan? Seperti itulah yang ia baca di dalam buku buku novel romantisnya.

"Ahhh ...," Kimberly sudah menghabiskan minumannya.

"Aku balik ke kelas dulu ya," pamit Kimberly pada William dan Jeremy.

Setelah Kimberly pergi, Jeremy menceritakan pada William apa yang terjadi malam itu saat William meninggalkan club.

"Gila lo!" teriak William.

"Ssstt .... pelan pelan bro," Jeremy menahan mulut William dengan telapak tangannya.

"Lagian lo gila banget. Lo ngelakuin itu sama cewe kayak begitu."

"Tapi servisnya gila banget bro, manteppp!!"

"Ogah dah gue ikut ikut lo lagi ke tempat begituan. Lagian, gue udah nemu cewe yang bener bener tipe gue banget," ucap William perlahan.

"Beneran? Siapa? Kimberly?"

William langsung menoyor kepala Jeremy, "Kenapa sih di otak lo cuma ngeliat gue sama Kimberly aja? Gue dah bilang dia itu bukan tipe gue dan gue cuma anggap dia sebagai ade gue, nggak lebih."

"Namanya siapa?" tanya Jeremy.

"Rahasiaaaa!!!" teriak William sambil pergi menjauh dari Jeremy.

"Wil, kasih tahu donk, pelit amat lo!!"

"Nanti kalo gue dah berhasil dapetin dia, baru gue kenalin sama lo ya," William segera berlari karena bel sudah berbunyi tanda jam istirahat sudah selesai.

*****

Kimberly berada di meja makan bersama dengan Papi dan Maminya untuk makan malam bersama. Mereka selalu melakukan itu untuk menjaga komunikasi dan keharmonisan di dalam keluarga.

"Pi, aku udah tahu mau kuliah dimana dan jurusan apa," ucap Kimberly membuka pembicaraan.

"Benarkah?"

"Tentu saja. Ini kan demi masa depan aku, jadi aku mesti benar benar pilih yang sesuai sama keinginan aku."

"Jadi, apa yang kamu pilih, sayang?" tanya Alan.

"Aku mau kuliah di Intercon, jurusan Administrasi Bisnis."

"Intercon? Universitas Intercontinental?"

"Iya Pi, mana lagi? Cuma itu satu satunya intercon."

"Apa yang membuatmu ingin kuliah di sana? Beritahu Papi alasannya."

"Sudah pasti aku tidak mau menjadi dokter seperti Papi. Aku mau jadi seorang wanita karir, dan setahu aku, kalau kita kuliah di Intercon, kita bisa ambil gelar master di luar negeri di universitas yang bekerja sama dengan mereka. Bukankah itu akan memperbesar peluangku, Pi?"

"Kamu benar benar luar biasa, sayang. Papi nggak nyangka kamu bisa berpikir sejauh itu. Papi bangga sama kamu," ucap Alan.

"Mami juga bangga sama kamu, sayang. Mami kira kamu maunya kuliah yang agak agak nyantai aja gitu,"

"Sebenarnya aku ke sana karena mengikuti William. Aku ingin selalu berada di sampingnya, bersamanya," batin Kimberly.

"Ah Mami mah, anak Mami kan ruarr biasa," ucap Kimberly dan membuat mereka bertiga tertawa di meja makan.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***