Bulan telah berganti menjadi tahun, kini Raina bukan lagi seorang gadis kecil yang lugu. Dia sudah tumbuh menjadi orang dewasa. Setelah menyelesaikan kuliahnya, Raina memutuskan untuk meneruskan usaha Ibunya, mengurus Restoran. Sekarang umurnya sudah dua puluh lima tahun. Dia sudah melewati berbagai hal dalam hidupnya. Sedih ataupun senang sudah ia rasakan.
Ditangan Raina, Restoran milik Ibunya berkembang dengan pesat. Bahkan Raina sudah mampu membuka banyak sekali cabang di berbagai kota. Dengan berbagai kesibukan yang dia miliki, Raina tidak pernah lupa untuk mengajak kedua orang tuanya berlibur. Dia juga mengajak Lina yang sedari dulu masih menjadi juru masak keluarganya.
Umur Lina sekarang sudah lima puluh tahun. Diumur yang sudah semakin tua, Lina masih tetap kuat bekerja pada Raina dan keluarganya. Berbeda dengan pembantu keluarga Lina yang dulu, mereka sudah mundur dari pekerjaan mereka. Parman, tukang kebun dirumah Burhan bahkan sudah meninggal. Anehnya, dia meninggal dengan cara yang sangat tidak wajar.
Waktu itu Parman ditemukan sudah tidak bernyawa di kediaman Burhan, tepat dibelakang rumah, tempat Raina bermain dulu waktu kecil. Dia ditemukan meninggal dengan keadaan tergantung di sebuah pohon besar dengan posisi tubuhnya yang terbalik. Sejak saat itu, pembantu yang lain memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan mereka.
Mereka takut jika sesuatu yang buruk akan menimpa yang lain. Saat itu Raina dan Ibunya sudah pindah ke rumah baru. Yang melihat kejadian itu pertama kali adalah Shinta dan Sani saat mereka ingin mengantarkan sarapan pagi untuk Parman. Sedangkan Lina saat itu sudah ikut bersama Raina dan ibunya. Begitu juga dengan Burhan yang masih berada di luar negeri.
Rumah Burhan diperiksa oleh beberapa polisi. Dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan pada tubuh Parman. Namun dilihat dari caranya tergantung terbalik, sangat tidak mungkin kalau Parman melakukan bunuh diri. Apalagi diketahui kalau Parman tidak bisa memanjat pohon, karena usianya yang sudah tua. Akhirnya para penegak hukum memutuskan untuk menutup kasus tersebut.
Karena tidak ada bukti kekerasan, dan sama sekali tidak ada bukti rekaman cctv yang bisa membuktikan bagaimana keadaan rumah sebelum semua ini terjadi. Rekaman cctv menunjukkan kalau keadaan rumah dan sekitarnya saat itu baik-baik saja. Tidak ada orang yang masuk dan keluar dari tempat itu. Parman juga terlihat baik-baik saja, melakukan aktivitas seperti biasanya.
Kasus itu menjadi kasus yang tidak terpecahkan sampai sekarang. Tidak ada satu orang pun yang tahu bagaimana bisa ada kejadian yang mengerikan seperti itu. Sesekali Burhan dan keluarganya mengunjungi makam Parman. Dan tidak pernah lupa Burhan juga selalu mengucapkan terimakasih setelah usai membacakan doa untuknya.
"Non? hari ini Non Raina mau makan apa?" tanya Lina kepada Raina yang sedang sibuk di depan Laptopnya.
"Apa aja Mba." jawab Raina singkat.
"Non Raina.. Non Raina... Saya kan sudah tua Non, masa mau dipanggil mba terus?"
"Ya lagian Mba Lina belum kelihatan tuanya kok, tenang aja." jawab Lina dengan tawa terkekeh.
Lina hanya tersenyum. Sikap Raina kepadanya masih sama seperti dulu. Setiap kali bersama Lina, Raina selalu ceria dan bahagia. Dia tidak pernah menunjukkan kesedihan apa pun di depan Lina. Meskipun sudah besar, Raina masih kerap bersikap seperti anak-anak. Saat sedang lelah, Raina suka meminta dipijit dan ditemani tidur oleh Lina.
Saat Lina sedang memasak, tiba-tiba wajan yang berisi minyak panas itu terlempar dari kompor dan mengenai kaki Lina. Mereka berdua panik. Raina langsung mematikan kompor dan membawa Lina menjauh dari dapur. Raina juga mengambil handuk basah untuk membalut kaki Lina yang terkena minyak panas.
Lina berteriak kesakitan karena kulitnya mulai melepuh. Teriakan Lina begitu keras, sehingga membuat Burhan dan Diana langsung lari ke belakang.
"Ada apa Ra?!" tanya Ibunya panik saat melihat Lina berteriak histeris.
"Kaki Mba Lina kena minyak panas Bu! Kita harus panggil dokter!"
"Ana, kamu cepat telfon dokter! Aku akan bawa Lina ke kamarnya. Dan kamu Ra, siapin air es yah!"
"Iya Ayah!"
Burhan membopong Lina yang sudah tak sadarkan diri menuju ke kamarnya. Luka akibat minyak panas itu sudah sangat parah. Bahkan kulit kakinya sudah meleleh dan mulai mengeluarkan bau busuk. Hingga membuat handuk yang membalut lukanya menjadi sangat kotor.
"Ini Ayah air esnya!"
"Jangan diperban Ra! Harus tetap dibuka! Kulitnya meleleh!"
Raina kaget saat dia tahu kalau kulit Lina sudah meleleh. Pantas saja jika dia sampai tidak sadarkan diri, pastilah sakitnya sudah tidak bisa ditahan. Raina mulai panik, dia terus berusaha membangunkan Lina. Sesekali dia mendengarkan detak jantungnya. Dia begitu khawatir jika sampai Lina kenapa-napa.
Tak berapa lama kemudian dokter pun datang dengan membawa peralatan dan ditemani oleh satu orang suster.
"Kenapa ini Tuan Burhan?" tanya dokter kepada Burhan.
"Dia tersiram minyak panas Dok. Bahkan kulitnya sampai meleleh. Dia sampai pingsan."
"Baiklah. Saya akan mengoleskan obat terlebih dahulu agar lukanya tidak semakin parah, bagaimana pun juga dia harus tetap dirawat di rumah sakit Tuan. Sebaiknya Tuan siapkan saja mobil untuk membawanya."
"Apa tidak bisa disembuhkan disini saja Dok?"
"Saya tidak berani ambil resiko. Apalagi dengan keadaan yang sudah seperti ini. Saya takut akan terjadi hal buruk. Saya akan membalut lukanya untuk sementara waktu. Agar tidak terinfeksi. Semoga saja kakinya tidak apa-apa."
"Baiklah Dok, saya akan menyiapkan mobilnya. Biar saya yang mengantarkannya ke rumah sakit!"
"Raina tunggu! kamu panik Raina! Sudahlah! kamu disini saja!"
Tangan Raina gemetar melihat keadaan Lina yang separah itu. Yang membuatnya semakin takut adalah, dia melihat sendiri bagaimana wajan itu melayang dari kompor. Seakan hal itu dilakukan oleh seseorang. Padahal Raina melihat sendiri bagaimana Lina menaruh wajan itu dengan sangat hati-hati, dan sudah pada posisi yang benar.
Lina juga tidak pernah sekalipun melakukan kesalahan saat memasak. Tapi hari ini, dia mengalami hal yang tak pernah ia duga. Raina hanya bisa menangis melihat keadaan Lina yang seperti itu. Apalagi saat ia melihat dokter dan Ayahnya membawa Lina ke rumah sakit. Lina hanya diam dipelukan ibunya. Dia takut kalau keadaan Lina akan semakin memburuk.
Luka yang dialami Lina bukanlah luka biasa. Bukan hanya kulitnya saja yang meleleh, tapi juga dagingnya.
Sesampainya di rumah sakit, Lina langsung dibawa ke ruang operasi yang telah disediakan. Karena dokter sudah menghubungi teman-temannya yang lain untuk segera menangani pasien. Setelah semuanya siap, para dokter justru kebingungan harus melakukan apa. Melihat keadaan kaki Lina yang sangat parah, para dokter hanya terpaku.
"Bagaimana ini? Ini luka yang berat. Kita tidak boleh sembarangan bertindak."
"Kita coba sebisanya. Jika tidak ada cara yang ampuh. Maka satu-satunya cara adalah amputasi."
"Dengar! Ini adalah pembantu kesayangan Tuan Burhan. Saya yakin dia tidak suka jika kaki pembantunya harus diamputasi."
"Oke! Kita coba sebisanya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments