Udarah mana yang bisa kuhirup, sementara sesak bukan main. Perasaan kelam di masa lalu yang kerap mengganggu kini sudah sedikit demi sedikit sirnah. Matahari pun mulai bersinar lagi dan kembali kehilangan cahayanya tetap mengingat esok pagi dengan ceria.
"Ma, Mama sini ayo." Teriak anak kecil itu dari atas ban bebek yang besar yang mengapung di kolam renang.
"Sayang hati-hati. Teriaknya. Hmmm lelaki itu selalu saja tau menyenangkan aku dan putraku. Bahkan untuk kolam renang ini ia sewa selama 3 jam untuk kami." Menghela nafas legah.
Duarrr. Suara lompatan dari cipratan air besar menghantam kolam bak tsunami.
"Astaga, Fandy." Teriak wanita itu.
"Hahaha. Mama basa." Menunjuk wanita itu.
"Hei jangan panggil Mama saat ada orang ya. Mamamu itu masih gadis." Ejek lelaki itu.
"Ah tidak-tidak, dia Mamaku dia sudah punya aku." Teriak anak kecil itu.
Wanita itu mencipratkan air ke arah mereka dan bermain air hingga matahari pun meredup.
"Sudah ayo main airnya sudah. Kamu bilang kita mau wisata kuliner." Memanggil anaknya yang tak mau berhenti bermain air.
Lelaki itu keluar dari air dan menampakkan dada bidang dan proporsionalnya lalu mengambil handuk baju dari wanita dan handuk untuk rambutnya lalu mengibas kibas rambutnya.
Pandangan mataku terus menoleh ke arah lelaki itu.
"Astaga selama 5 tahun aku bersamanya baru menyadari bahwa dirinya sangat-sangat tampan." Gerutunya dalam hati lalu membalikkan badan mengambil baju handuk untuk anaknya.
"Hei tuan besar ayo naik, paman gak mah kamu kelelahan. Ada kegiatan yang harus kita lakukan lagi malam ini untuk memenuhi perut." Tawanya.
"Baiklah, orang dewasa ini akan menyudahi permainan. Gerutunya dan berlari ke Mamanya. Mama handuk." Memeluk Mamanya.
"Baiklah sayang. Anak pintar." Memakaikan baju handuknya dan menuntunnya kembali ke kamar hotel.
Teleponnya di atas meja berdering.
"Paman ayo." Teriak anak kecil itu.
"Duluan saja. Sebentar lagi paman naik." Melambai.
"Baiklah, kata Mama kalo gak segera ganti baju kamu bisa masuk angin lo." Gerutunya mengejek.
"Haha baiklah sayang. Benarkah itu." Hanya melambai dan melihat mereka semakin jauh.
Mengangkat teleponnya.
"Iya ada apa?" Jawabnya.
"Begini tuan sesuai dengan apa yang ingin anda ketahui ternyata." Ucap suara dari telepon tersebut.
"Baiklah aku mengerti." Mematikan teleponnya dan berjalan menuju kamar hotel.
Di dalam mobil mengelilingi pusat kota Jakarta.
"Wah kelap kelipnya tak semenawan kota kelahiranku." Pungkas anak kecil tersebut.
"Hei kamu ini kota kelahiran mamamu." Mencubit pelan hidung anaknya.
"Hmmm. Berpikir dengan tangan di dagu. Ibu bisakah aku memiliki dua kewarganegaraan." Menatap mamanya.
"Hmm." Menaikkan alisnya.
"Kenapa?" Tanya wanita yang memangkunya.
"Saat bosan disini, ketika dewasa aku akan kembali ke Inggris." Celetusnya.
"Hahaha. Lelaki itu tersenyum. Apa yang akan kau lakukan sendirian di sana?" Tanya nya.
"Aku akan memperluas dan memperbesar perusahaan paman." Ketusnya dengan bangga.
"Baiklah, saat kau besar setengah perusahaan akan menjadi milikmu." Senyumnya.
"Benarkah paman." Dengan tatapan berbinar.
"Tapi kau harus melewati semua ujian dariku dan mamamu." Mencubit pipinya.
"Aduh. Yah paman." Sedikit merajuk.
Wanita itu hanya tersenyum.
Tibalah di sebuah pemakaman daerah menteng Jakarta.
Wanita muda itu mengenakan pakaian hitam nan cantik dengan kerudung yang di balutnya di kepala.
"Mama ini nenek?" Ucap anak lelaki itu.
"Iya sayang. Nenekmu adalah orang kuat yang membesarkan mama, kalau saja dia masih hidup mungkin kalian akan bertemu." Sambil memeluk anaknya.
"Ah baiklah. Halo nenek aku anaknya mama, maafkan kami karena kami tidak mengunjungimu lebih cepat dari ini, setelah ini aku berjanji akan menjenguk nenek sesering mungkin." Ucapnya pada batu nisan tersebut dan memeluk mamanya.
Wanita itu masih mengelus lembut batu nisan tersebut, mengingat kejadian lalu mereka hidup bahagia sebelum ibunya sakit kanker stadium akhir yang menyerang fungsi otaknya. Papa yang tadinya memiliki perusahaan besar harus mati-matian dalam mengobati ibu dan membuat bangkrut perusahaan, namun tetap saja papalah yang membunuh mama dengan melepaskan oksigen terakhirnya dan menikah dengan Ibunya Lili saat ini.
Perasaan Patah yang selalu berkecamuk. Perasaan marah namun aku tak bisa berbuat apapun hanya bisa menahannya sendirian.
"Mama, ma, mama kenapa?" Ucap anak kecil itu menghapus air mataku.
"Mama gapapa sayang, ayo kita pulang." Ucapnya sambil menggenggam tangan anaknya.
"Ma, Keyra janji bakalan bahagiain mama, mama jangan sedih sedih ya. Nanti Key jadi sedih melihat mama sedih." Ucap anak yang berumur 5 tahun itu memelukku.
"Iya sayang. Membalas pelukannya dan menghapus air matanya. Nak mungkin kalau mama gak punya kamu saat ini, gak tau mama bakalan kuat atau enggak." Gumamnya dalam hati dan lelaki itu mendekati mereka dan memeluk mereka.
"Jangan menangis ya. Paman disini kok bersama kalian." Ucapan yang menenangkan.
"Ya tuhan terimakasih telah menghadirkan orang yang menyayangiku dan melindungiku selama ini." Gumamnya dalam hati.
"Yaudah ayok pergi, katanya kamu mau liat-liat sekolah disini." Pungkas lelaki itu.
"Iya benar, ayo ma." Menarik tangan mamanya.
"Mau jalan sendiri apa paman gendong?" Tanya lelaki itu.
"Sepertinya aku lelah paman, boleh aku digendong saja." Sambil mengucek matanya.
"Astaga kamu sudah ngantuk ya." Menggendong anak itu dan berhasil tertidur di bahu bidang lelaki itu.
Lelaki yang dari dulu ada bersamaku bahkan tau bahwa aku hamil dan dia tetap menjagaku serta anakku. "Mungkinkah tuhan memang mengirimnya dihidupku agar aku bahagia?" Pungkasnya dalam hati dan mengikuti langkah kaki lelaki itu.
"Kau tidak apa-apa?" Menoleh ke belakang menatap wanita yang ada di belakangnya.
"Aku baik-baik saja. Ayo buruan sudah mau sore ni." Menggandeng tangan lelaki itu satunya dan berjalan menuju mobil.
Pemandangan unik kali ini, kedua lelaki yang ada di hidupku kelelahan dan tertidur pulas di sandaran mobil. Untung saja membawa sopir pribadi jika tidak bisa bagaimana nanti, sambil membuka beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan di laptop.
"Nyonya, setelah ini kita mau langsung pulang ke Hotel atau bagaimana?" Tanya sopir tersebut.
"Pak kita ke Mall ya, sepertinya kami akan makan malam terlebih dahulu." Jawabnya lalu melanjutkan pekerjaannya.
Langit mulai menghitam dengan gelap pekatnya, sepertinya kelap kelip bintang mulai bermunculan di temani oleh purnama di malam ini. Wanita itu mengambil anaknya dari pangkuan lelaki itu dan membuat lelaki itu tanpa sadar bersandar di bahu wanita tersebut.
Deg. Deg. Deg.
"Aduh jantungku. Dengan hati-hati ingin menggeserkan kepala lelaki itu tapi takut mengganggunya. Pak kita ke parkiran hotel saja, sepertinya mereka kelelahan." Ucapnya.
"Baiklah nona." Segera kembali ke Hotel dan memarkirkan mobil di besmen parkiran.
Spontan aku meneguk ludah ku sendiri, mencoba memperbaiki sandaran kepala lelaki itu di bahuku.
"Astaga susah sekali. Menatap lelaki itu lalu tersenyum dan menepuk pelan pipi dan dagunya. Lalu menatap lelaki itu yang tak sengaja terbangun. Eh sudah bangun?" Ucapnya namun mata mereka terus bertatapan mesra seakan terjatuh dalam keheningan.
Lelaki itu menarik kepala gadis itu dan menciumnya dengan lembut dan perlahan.
Gadis itu hanya terdiam dan tak melakukan apapun. Lelaki yang ada di hadapannya itu menciumnya. Lalu tertidur kembali.
Jantungnya berdetak tak karuan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments