Sudah lima tahun berlalu, aku pergi jauh dari keluarga dan cintaku. Namun cinta yang baru telah hadir menjadi penguatku ya itu anakku.
Kejadian lalu itu sebut saja kejadian naas yang terjadi lima tahun lalu tak membuatku luput dari bayang-bayang masa lalu. Kehilangan, penghinaan dan segala sesuatu yang menusuk langsung menancap di dadaku tapi jika tak diikhlaskan akan jadi masalah. heningku terpecah mendengar suara anakku.
"Mama, Aku dah bisa gambar ini." menunjukkan hasil lukisan yang luar biasa untuk ukuran anak 5 tahun.
"Ya ampun sayang, siapa yang ajarin bagus sekali?" Ucapnya kagum.
"Paman Fandy mengajak berkunjung ke galeri seni dan memperlihatkan semua lukisan yang ada." Ucapnya dengan penuh semangat mempraktekkannya dengan bantuan tangannya..
"Kelihatannya kamu menikmati perjalananmu bersama paman mu." Senyumnya sambil mengelus kepala anak itu..
"Tentu saja, andai saja papa gak pergi ninggalin kita, pasti papa yang ngajarin aku buat nge-gambar dan bermain." Pungkas anak itu tak mengerti yang dia katakan.
"Hmmm.. Memangnya kamu mau papa yang gimana?" Tanya mamanya perlahan menghela nafas panjang.
"Ma. Menatap mamanya. Aku gak keberatan jika mama sama paman Fandy, mungkin dia akan menjadi papa yang baik untukku." Lalu melanjutkan lukisannya.
"Bagaimana bisa. Dia kan paman kamu." Ucapnya keheranan membantu anaknya menggambar di beberapa kertas..
"Ya setidaknya paman selalu bersikap baik pada Mama dan aku dalam hal apapun, kita juga tinggal satu rumah dan sudah seperti keluarga." Ocehnya dengan corat-coret.
Mengelus kepala anak itu. "Saya, setelah dewasa kau akan tau hal apa yang pantas atau tidak pantas. Yang baik atau tidak baik. Yang boleh atau tidak boleh. Lanjut ya, mama mau menyelesaikan pekerjaan mama juga, kamu tau kan harus cari mama dimana." Pergi ke ruang kerjanya dan melambai kepada anak kecil itu.
"Hmmm. Maksud mama apa ya. Setelah ini aku akan keperpustakaan mencarinya. Semoga paman bisa memberikan sedikit kisi-kisi untuk ku mengerti." Ucap anak kecil itu masih melanjutkan tulisannya.
Ruang kerja.
Sebenarnya apa yang anak kecil itu pikirkan si. Menatap laptopnya baru memeriksa beberapa berkasnya. Kelihatannya aku masih sangat membutuhkan banyak referensi.
Pekerjaan sebagai jendral manager di perusahaan lelaki itu ya dia yang bernama Fandy sangat membantuku.
Selain dapat melanjutkan studi sarjana Manajemen di Oxford University. Keterlibatan lelaki ini yang selalu mendukungku membuatku sangat beruntung, terlebih anak yang kulahirkan menjadi pusat perhatian karena kecerdasannya dalam mempelajari 10 bahasa di umurnya 5 tahun.
Kadangkala aku berpikir tinggal disini saja selama 5 tahun baru benar-benar lancar berbahasa inggris. Tahun-tahun pertama disini menjadi tahun paling menantang untukku.
Dan kelihatannya selama beberapa tahun disini aku sedikit lebih damai dan memiliki sedikit kerinduan untuk pulang dan berziarah ke makam ibuku. haruskah aku pulang.
tanpa aku sadar seseorang sudah datang mengetuk meja kerjaku.
"Kau berpikir keras lagi? Ayolah jangan terlalu overthinking, lanjut besok lagi." Ucap lelaki itu duduk diatas meja.
Ya lelaki yang menyelamatkanku dahulu. Lelaki yang sangat tulus menjagaku dan menghidupiku disini, terlalu banyak hutang budi namun aku tak suka hanya hidup menumpang, aku bekerja juga di perusahaannya di bidang Tenaga medis dan Produksi.
"Tidak aku tidak berpikir keras. Menurunkan kedua tangan yang memegangi kepala, ya hampir saja aku ketahuan mau mengacak-acak rambutku." Tersenyum kepadanya.
Lelaki itu datang memberikan sebuah undangan dan beberapa surat pemindahan tugas.
"Ini, aku mendapatkan surat rekomendasi kembali ke kota kita. Karena disana membutuhkan pengembangan dan orang-orang kreatif dan berjiwa pemimpin untuk mengembangkan perusahaan. Jika kau berkenan kau juga boleh ikut kembali bersamaku, namun jika kau lebih nyaman disini maka tetaplah disini. Aku akan mengunjungi kalian setiap 3 bulan sekali." Ucap Fandy santai dengan senyuman.
"Tidakkah menurutmu aku terlalu merepotkanmu?" Tanya Keila. Suasana mendadak hening cipta.
Mereka saling menatap.
"Tidak sama sekali. Membelai rambut gadis itu. Aku tak ingin sedikitpun kehilangan perkembangan keponakanku tersayang itu.” Menatap kearah wanita itu yang tak lain adalah Keila.
“Ah benar juga, dia akan bertanya-tanya kemana pamannya pergi meninggalkannya.” Keila menghela nafas.
Jadi kau ingin ikut pulang denganku?” Menatap mata wanita tersebut dan mencari jawaban pasti dari mulut Keila.
“Hmmmm... sepertinya mau tidak mau aku juga harus pulang sekalian untuk berziarah ke makam ibuku. Setelah itu akan kuputuskan aku akan tetap disana atau disini.” Jawab Keila yang masih sedikit ragu.
“Baiklah segalanya adalah keputusanmu. Atau kita menikah saja?" Ucapnya lalu tertawa kecil menatap wanita yang ada di hadapannya.
Aku sedikit terpaku mendengarkan kata-katanya. tanganku ikut memegang tangannya yang ada di kepalaku dan menariknya ke pipiku.
"Jika itu yang kau mau akan aku lakukan Fand." Menikmati kehangatan tangan lelaki itu.
"Baiklah, setelah pulang ke Indonesia kita akan menikah dalam waktu 3 bulan, jika kau merasa selama waktu itu kau tidak mencintaiku kau boleh membatalkan pernikahan kita." Berdiri dan tersenyum menatap Keila.
"Baiklah." Menatap lelaki itu keluar dari ruangan.
"Benarkah keputusanku ini?" Gumang dalam hati.
Keila mulai termenung. Apakah aku benar harus menikahinya, dia itu lelaki baik. Berjiwa malaikat dan tidak memperdulikan status sosialku ataupun anak yang ku kandung waktu itu dia tetap menjagaku hingga saat ini. Sebaiknya aku membereskan beberapa pekerjaanku dahulu, masih memiliki banyak waktu untuk memikirkan hal tersebut.
Tempat kursus anak.
"Ibu," teriaknya dari kejauhan sambil berlari ke arahnya.
"Sayang jangan lari-lari nanti kamu jatuh dengkulmu bisa terluka.” Memeluk anaknya itu dan menggendongnya.
“Wah ibu sudah datang. Paman.” Teriaknya melambaikan tangannya pada pelukkan ibunya dan melihat sekeliling menyadari sosok lelaki itu tak ada.
Dan terdengar langkah kaki seorang lelaki mengulurkan tangannya.
“Aku kira kau tak datang menghadiri wisuda kelulusanku.” Ekspresi senang sekaligus cemberut anak yang belum genap lima tahun itu.
Arfandy mengambil anak itu dari gendongan Keila itu.
“Mana boleh aku kelewatan satu hal apapun tentang dirimu.” Mencium kening anak tersebut.
Seorang guru datang menghampiri mereka.
“Maaf bapak dan ibu orang tua murid bisa duduk di dalam ruangan sana.” Menunjukkan jalan.
“Terimakasih bu." Ucap Fandy menggendong anak itu dan menggenggam tangan wanita yang ada disampingnya.
"Ayo.” Berjalan bersama menuju ruangan.
Deg. Deg. Deg.
"Apa ini kenapa detak jantungku tak beraturan. Menatap sosok tinggi yang di hadapannya dan menatap genggaman lelaki itu. Apakah aku mulai mencintainya?” Bergumam dalam hati.
Bagaimana dengan perasaan ini, bukannya aku sudah berjanji pada diri akan mencintai diriku sendiri dan seluruhnya untuk anakku kelak. Bagaimana dengan hati ini yang sedikit mulai goyah dan perlahan mulai membuka hati untuk dirinya, mungkinkah?
Aku wanita rumit dengan segala kerumitan yang ada. Aku takut jika aku mencintai akan kehilangan lagi dan patah berkeping. Bisakah dia? Mampukah aku bahagia bersamanya?
Jika mungkin akan kucoba, banyak pengorbanan yang telah dilakukan olehnya. Lebih baik mencoba walau gagal karena kita tak tau apa ujung dari ceritanya. Jangan meninggalkan aku ya, semoga kamu dapat menjadi sumber bahagia untuk kami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Alya Yuni
Jngn trlmpau mengambil keputusan yg blm pasti nnti kau sakit hati
2021-12-13
2