Dua Puluh

"Tongkatmu yang baru tidak dipakai?"

Grey menggeleng sebab ditanyai penuh selidik oleh Reyno. "Ini masih bisa dipakai."

Reyno mengangguk dan beruntung lelaki itu tak bertanya lagi yang membuat hati Grey sedikit tenang, karena ia tak ingin masalah semalam diketahui oleh Reyno.

Kini mereka sudah mengunjungi beberapa tempat yang cukup dipadati oleh pengunjung, tempat wisata dengan bunga sakura yang bermekaran di sepanjang jalan. Meski negara yang di tempati Grey menawarkan berbagai macam keindahan, namun sisi di hatinya terdapat kehampaan. Ia merasa ada banyak sesuatu yang hilang, termasuk dengan ingatannya yang tak kunjung kembali.

"Apa kamu ingin es krim?"

Grey mengangguki tawaran Reyno. "Iya, tapi aku tunggu disini saja ya."

"Iya," sahut Reyno tersenyum dan mempersilahkan Grey mengambil duduk di kursi panjang besi. Lalu lelaki itu melangkah pergi menuju stand penjual es krim.

Grey menunduk dan mengurut kaki betisnya akibat terlalu lama berjalan-jalan. Sengaja ia membiarkan Reyno pergi sendiri, dengannya yang ingin mengistirahatkan diri sebentar. Jujur, ia tak ingin merepotkan Reyno dengan macam keluhan.

Grey mencukupkan kegiatannya menyadari jika Reyno tak lekas kembali. Ia menegapkan punggungnya lalu menoleh ke sekitaran dan bergumam, "kenapa lama sekali?"

Grey yang menunggu pun mulai bosan, ketika hendak merogoh ponselnya justru ada seekor anjing kecil yang menghampirinya. Ia tidak takut, melainkan terkejut sebab anjing itu menarik perhatiannya karena berlari kecil mengitari tongkat kruknya.

"Hei... ini bukan mainan," ucap Grey menggapai anjing kecil itu yang ternyata begitu penurut. "Apa kamu lapar?" kata Grey lagi yang mengelus bulu anjing kecil itu gemas.

"Sepertinya di tasku ada biskuit," kata Grey yang kali ini mengeluarkan bungkusan kecil dari dalam tasnya lalu menyobek bungkus biskuit untuk disodorkan pada anjing kecil itu.

"Maaf, anjingku tidak makan makanan sembarangan."

Grey tersentak, menarik biskuit yang sayangnya sudah dinikmati oleh anjing kecil di hadapannya. Matanya kini menatap sepasang sepatu dari orang pemilik anjing itu.

"Maaf aku tidak tahu kalau anjing kecil ini tidak boleh makan biskuit," ucap Grey buru-buru menyampaikan permintaan maafnya seraya mengangkat kepalanya menatap seseorang yang dipikirkan tidak asing. Grey mencoba mengingat, tapi lelaki itu kini tengah berjongkok mengambil dan menggendong anjing kecilnya.

"Kenapa terus menatapku? Apa ada yang aneh denganku?"

Grey menggeleng. "Bukan. Bukan begitu, tapi sepertinya aku pernah melihatmu."

Lelaki di hadapan Grey menarik sudut bibirnya tersenyum, dan Grey baru ingat jika baru semalam lah mereka bertemu. Dan parahnya Grey menyebut orang di hadapannya lelaki hidung belang.

Grey pun jadi salah tingkah juga merasa bersalah. "Maaf telah lancang memberi makan anjingmu. Dan untuk semalam, kuharap masalahnya tidak diperpanjang."

"Ya, kupikir juga bukan masalah besar. Mungkin kemarin yang terjadi juga salah paham. Orang kepercayaanku telah salah orang dan kebetulan kalian juga berasal dari negara yang sama."

Grey menatap lagi orang di hadapannya yang sedang sibuk mengelusi anjing yang berada di gendongan. Ia mendadak penasaran tapi Grey berusaha menyembunyikannya. "Iya, sebab di dunia ini satu orang memiliki tujuh wajah yang hampir serupa dengan yang lain," sahut Grey lugas.

"Iya benar. Tapi bolehkah aku mengenal satu wajah lain selain dari orang yang sedang kucari?"

Lelaki di hadapan Grey mengulurkan tangan, lama Grey mengamati sebelum akhirnya ia mengangguk dan lebih memilih menyebutkan nama yang dipakainya satu tahun terakhir ini. "Renata, kamu bisa memanggilku Rena," ucap Grey berbalas mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan orang yang memperkenalkan diri menyebut namanya, dengan sebutan...