Mulut Grey menganga mendapati catatan yang ditinggalkan oleh Darrel di atas meja makan.
"Malam nanti aku pulang."
Biasanya pria itu hanya meninggalkan lembaran uang atas upahnya yang bermulut manis ketika di ranjang. Seperti layaknya semalam, lidah Grey seperti terpuntir ketika merengek meminta agar ia tetap tinggal di kehidupan pria itu.
Ya, semata hanya rayuan dan Grey sudah menganggap dirinya tak lagi memiliki harga diri semenjak ia memutuskan untuk menangguhkan hidupnya demi uang.
Sudut bibir Grey terangkat mengambil lembaran uang dan memasukkannya ke dalam dompet. Lembaran catatan itu ia tinggalkan di atas meja dan ia segera pergi berlalu meninggalkan apartmentnya. Tempat khusus yang diberikan Darrel untuknya tinggal. Dan entah mungkin setelah kontrak pernikahannya berakhir ia tak akan bisa lagi untuk tinggal disana.
Beragam fasilitas dan biaya hidup memang Grey dapati dengan mudah, hampir di dua tahun ini ia tak merasa sedikit pun kekurangan. Sebagai hubungan timbal balik Grey juga paham akan statusnya yang juga di mata hukum pernikahannya dilakukan secara sah dan artinya ia wajib menyenangkan suaminya, mengambil hati suaminya dengan kalimat-kalimat rayuannya hingga mengimbangi apa yang diinginkan suaminya ketika mereka sama-sama di ranjang.
Ya meski semua yang terjadi Grey yakin akan menjadi boomerang untuk dirinya di kemudian hari. Karena bukan tanpa sebab, ia sudah bergantung. Untuk meninggalkan fasilitas dan lilitan jerat hutang saja rasanya mustahil bila dan andai ia dulu tak bertemu dengan sosok Darrel.
Ditambah sekarang ada kabar hutangnya yang belum selesai, rencana awal uang yang masih bersisa bila ia benar-benar berpisah dengan suaminya tak lagi bisa ia genggam sebab hutang sialan yang nyatanya tak kunjung usai.
Grey mengeram, memukul stir mobilnya. Suntuk pikirannya ditambah kemacetan di jalan benar-benar membuatnya frustasi.
Hingga setengah jam berlalu ia baru bisa sampai di salah satu Bank swasta tempatnya dulu menarik pinjaman yang dicicil rutin dari uang pemberian suaminya. Ia yang telah membuat janji kini langsung menemui pihak pegawai Bank dan mereka menjelaskan jika ada pengajuan hutang baru dari beberapa bulan lalu.
Grey tercengang, membaca bukti laporan. Terdapat catatan yang mengatasnamakan dirinya diwakili oleh Abimana Krisnanda selaku adik kandungnya telah mengambil tambahan pinjaman. Dan tak main-main ada tanda tangannya tertera dalam berkas perjanjian, jelas itu bukan ia yang menandatanganinya.
Grey ngotot berdebat dengan pegawai Bank tapi tak ada hasil dan total yang diambil tak kira-kira sebab melebihi ratusan juta.
Seketika itu juga tubuh Grey lemas, bahunya merosot. Ia menjatuhkan lembaran kertas di tangannya, rasanya ia tak mampu mengelak dengan catatan itu. Tapi di sisi lain ia juga ingin murka, dan menanyakan sendiri kepada adik lelaki satu-satunya tentang tujuannya mengambil tambahan utang yang nominalnya sudah tak bisa dinalar di kepala.
Grey tak lagi membantah, ia berucap permisi kepada pegawai Bank. Dalam perjalanannya pulang ia mencoba mendial nomor adiknya, namun sialnya nomor itu sulit sekali tersambung.
Hingga pada saat tiba di rumah ponsel Grey berbunyi, buru-buru ia mengangkatnya sebab adiknya lah yang menghubunginya.
"Bian, apa maksudmu mengambil tambahan pinjaman di Bank? Dan kenapa kamu lakukan itu!? Otakmu dimana!" Grey meluapkan emosinya, ia mengeram tak habis pikir dengan ulah adiknya. "Padahal kamu tahu, kakak sudah mati-matian melunasi hutang itu. Lalu kamu kemanakan uang yang sudah kamu ambil?"
"Itu Kak, aku bisa jelaskan."
"Jelaskan? Sekarang katakan!" kata Grey membentak dan terus saja mendesak adiknya.
"Aku usaha Kak. Aku melakukan usaha, niatku ingin membantu kakak untuk melunasi hutang itu. Awalnya aku sudah mencoba dan berhasil, tapi ketika aku pasang taruhan banyak, ternyata aku ditipu temanku..."
"Apa? Apa maksudmu, taruhan? Bian! Apa yang sebenarnya kamu lakukan? Kamu berjudi? Uang itu kamu lakukan untuk berjudi?" Grey sedemikian murka usai menyimpulkan kelakuan adiknya. Padahal selama ini ia menempatkan adiknya di tempat yang jauh darinya agar adiknya tak tahu apa-apa yang dilakukannya serta menempatkan adiknya itu di sekolah perguruan tinggi yang bagus, namun hasilnya semua di luar dugaan. Grey seperti ditusuk-tusuk belati di seluruh tubuhnya.
Grey bertambah murka saat panggilan teleponnya berakhir. Ia ingin sekarang juga mendatangi adiknya dan meluapkan emosi juga kecewanya, demi Ayah yang meninggalkan hutang dan demi adiknya agar dapat penghidupan yang baik dari dirinya tapi justru semua usahanya sia-sia belaka.
Apalagi harapannya sekarang, nyatanya sudah tak ada. Harga dirinya telah lama hilang dan ia ingin mengungkapkan kata-kata itu kepada adiknya yang tak punya otak menambah beban hutang padanya.
Grey pun bergegas memesan tiket ke tempat adiknya berada, entah masalah selesai atau tidaknya nanti yang jelas ia tak ingin menanggung sendiri hutang yang sebenarnya tak jadi tanggungannya. Ia capek dan lelah, sebab hidup seperti bukan dirinya.
Setelah Grey bersiap, ia pun memacu mobilnya menuju jalan Bandara. Beruntung ia mendapat tiket pada saat itu juga dan demi mengejar waktu ia memacu kendaraannya, namun ia baru teringat karena ketergesaannya ponselnya tertinggal.
Grey kalut dan cepat memutar kemudinya, namun kini naas, ia yang hilang fokus mengendalikan mobilnya kesulitan menghindar dari kendaraan yang berpacu cepat berlawanan arah dengannya. Hingga mengakibatkan mobilnya ditubruk dan terpental melewati pembatas jalan, seluruh tubuhnya terhantam kuat hingga ia hilang kesadaran.
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Mayu Chan
adik durhaka
2023-02-12
0
Gharenax
wah disini awal grey hilang ingatan
2023-02-09
0
Mayu Chan
gak dikasih kah kartu debet grey
2023-02-09
0