Start to be near

Alisha POV

Sore bertabur langit senja yang dihalangi oleh bangunan bangunan tinggi membuat pandanganku sedikit terhalangi melihat langit abstrak oranye itu. Sedikit demi sedikit roda ini membawaku ke tepian dari tempat sempit ini, membawa seluruh kebahagiaan yang tadi aku dapatkan bersamanya.

"Kamu beneran mau anter aku sampai rumah? Rumahku jauh loh." kataku yang duduk di belakangnya sembari melihat punggung lebar milik Dika.

"Hm.."

"Orang tua kamu gak bakal nyariin kamu?" tanyaku lagi. Memancing dia agar merespon.

"Gak."

"Padahal sebentar lagi maghrib loh."

Aku mencebik kesal ketika Dika tak menjawab, ia sangat irit bicara, dan itu menyebalkan sekali.

"Pasti capek gowesnya, aku berat ya?" tanyaku sekali lagi. Kali ini benar benar untuk memastikan, karena kulihat punggung yang tertutupi kaos putih itu basah oleh keringat.

"Bisa diem gak? Gak sampai sampai kalau kamu ngajak ngomong terus." protesnya yang tak suka mendengarku terus mengoceh mengajaknya bicara.

"Ck aku kan cuma nanya. Kamu gak ikhlas ya? Ya udah turunin aja di sini. Aku bisa naik angkot." jawabku asal saking kesalnya pada Dika.

"Cewek maunya apaan sih?" ucapnya menggerutu.

"Beneran mau sampai sini? Ya udah nih turun." ucapnya benar benar sambil menghentikan laju sepedanya.

"Tuh kan. Baru aja baikan udah main turun turunin aja." Aku turun dari sepedanya sambil menggerutu, ia kembali mengayuh sepedanya ke depan meninggalkanku.

"Dika!" teriakku kesal. Aku berjalan dengan kaki pincang mengejar dirinya yang sudah melaju di depan.

Ia menghentikan sepedanya lalu menengok kearahku sambil tertawa kecil.

"Ayo." Ajaknya dengan senyum lebar membingkai di wajahnya yang baru kali ini kulihat.

'Baru bisa tersenyum kalau lihat orang kesusahan ya?!' Aku menggerutu seraya berjalan mendekat kepada Dika dengan kaki masih terpincang pincang.

Aku hendak menaiki sepedanya saat aku sudah berdiri di dekatnya, tapi ia malah memajukan sedikit sepedanya sehingga aku tak jadi naik, membuat satu kakiku menggantung di udara. Ia sepertinya sedang mempermainkan aku.

"Kenapa!?" tanyaku ketus.

"Masih mau nebengnya?" tanya nya dengan senyuman geli ke arahku.

"Siapa yang nebeng? Kamu kan yang ngajak nganter aku pulang." Aku mencibir karena ucapannya yang seolah olah aku yang memaksanya untuk mengantarkanku pulang.

Aku berusaha menaiki sepedanya kembali, tapi ia memajukan kembali sepedanya sehingga aku gagal naik lagi.

"Ayo, tapi jangan berisik." Ajaknya dengan senyum manisnya.

"Gak tuh. Aku gak berisik ya." jawabku masih dengan nada ketus, tapi tak membuatku menunda nunda untuk naik ke sepedanya, duduk di belakang boncengannya.

"Ayo." ucapku sambil menepuk pundaknya. Dan ia pun kembali mengayuh sepedanya sampai di halaman rumahku.

Sesampainya di rumah, aku mengajaknya masuk ke rumah dulu karena pastinya ia sangat kelelahan.

"Ayo masuk dulu." ajakku sambil menyeretnya ikut ke dalam rumah tanpa meminta persetujuannya.

"Gak papa?" tanya nya memastikan.

"Iya."

Aku membuka sepatuku pelan pelan karena lukanya masih terasa sakit sampai ujung kaki. Aku merasa bahwa Dika sedang memperhatikanku, aku pun mendongak ke arahnya.

"Sakit?" tanya Dika sedikit perhatian.

"Sedikit, ayo."

Ku ucapkan salam sambil membuka pintu tanpa mengetuknya segala. Ku dengar suasana rumah sedikit ramai, mungkin sedang ada tamu. Aku berjalan menuju ruang tengah diikuti Dika di belakangku.

"Ma? Eh om?" Aku terkejut melihat Om Agung sedang berkunjung ke rumah. Kulihat ia sedang asik bermain game sambil mengunyah camilan di pangkuannya.

'Gawat.'

"Lish, baru pulang?" tanya Om Agung yang masih fokus dengan game di ponselnya sambil menyodorkan tangannya untuk ku salami.

Aku pun menyalaminya, berharap ia tak menyadari ada seorang laki laki di belakangku. Tapi alangkah terkejutnya aku saat melihat Dika ikut menyalami tangan Om Agung yang masih terangkat. Aku yang melihatnya hanya meringis, menunggu detik detik om ku tersadar.

Dan benar saja, detik berikutnya saat Dika melepaskan salaman tangannya, Om Agung mengalihkan pandangannya dari ponsel menuju ke arah Dika, lalu menatapku lama. Aku yang ditatapnya hanya bisa tersenyum sambil meringis. Aku tahu arti tatapan om ku yang protektif kepadaku itu, apalagi dengan persoalan laki laki.

"Siapa Lis?" tanya Om Agung mulai meletakkan ponselnya di atas meja dan berdiri di hadapanku dan Dika. Sepertinya game dalam ponselnya sudah tak tertarik lagi dan kini lebih tertarik akan diriku yang membawa Dika mampir ke rumah.

"Saya Dika om." jawab Dika sopan kepada Om Agung.

"Saya nanya nya sama Alish." ucap Om Agung ketus dengan matanya meneliti Dika dari bawah ke atas. 'Apaan sih om.' aku tak tahu kenapa om ku itu harus menatap penampilan Dika seperti itu. Yang pasti Dika merasa risih ditatap seperti itu.

"Ini Dika om, temen Alish." jelasku sambil tersenyum kikuk.

"Om sendiri ke sini? Kak Raya kemana?" tanyaku berusaha mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan keberadaan kak Raya, tunangan om Agung.

"Dia lembur." jawab Om Agung sambil duduk dan mengambil ponselnya kembali.

"Lish? Udah sholat belum? Eh sama siapa tuh?" tanya mama yang baru saja dari dapur dan menghampiriku. Aku mencium tangan mama dan diikuti oleh Dika juga.

"Saya Dika, teman Alisha, kebetulan Alisha pulangnya sore dan kakinya terluka, jadi saya antar pulang." jelas Dika dengan sopan kepada mama agar mama tidak berfikiran negatif tentang kami berdua.

"Loh kenapa bisa luka kakinya Lish?" tanya mama khawatir sambil memeriksa kaki ku yang terluka berbalut kain kasa.

"Ini ma tadi kaki Alish ke gores potongan besi yang nempel di tembok rumah orang."

"Kamu kalau jalan lihat lihat, kan jadi luka begini. Sudah, sekarang kamu mandi terus sholat."

"Ehm, tante saya juga mau ikut sholat?"

Mamaku terlihat seperti terkejut dan terdiam sejenak sebelum membalas perkataan Dika. "Eh? Lohh ... Oh boleh boleh ayo, itu kamar mandinya. Lish kamu bawa handuk baru di lemari kamu untuk Dika." Aku mengangguk meng-iya kan

"Permisi." izin Dika menuju kamar mandi.

"Temen apa temen tuh?" tanya om Agung tiba tiba menghampiri diriku yang sedang berada di kamar dan langsung berbaring di kasur milikku.

"Apa sih om, Dika itu cuma teman Alish." jawabku seraya mengambil handuk di dalam lemari untuk diberikan kepada Dika.

"Awas ya kalau ketahuan pacaran. Om gak akan biarin lama lama." ancam Om Agung yang sudah aku tebak dan selalu menjadi kenyataan, tapi bukan berarti aku sering bergonta ganti pacaran ya. Aku bahkan tak pernah pacaran dan mereka yang mendekatiku langsung menjauh begitu Om Agung bertindak.

Aku tidak tahu apa yang om ku bicarakan pada mereka, hanya saja setelah itu mereka tak mau lagi berhubungan lebih dekat denganku, bahkan ada yang langsung memblokir kontakku dan tak tahu lagi kemana mereka menghilang.

"Siapa juga yang pacaran. Udah ah, Alish mau kasih handuk ke Dika. Om jangan macam macam ya, Dika anaknya baik kok. Makanya Alish mau temenan sama dia." Aku mencoba menyiasati agar Om Agung tidak mengganggu Dika karena memang aku ingin berteman baik dengannya.

Aku pun berjalan keluar dari kamar meninggalkan om ku yang masih ingin berbaring. Aku menunggu Dika di depan pintu kamar mandi dengan dua handuk di tanganku, satu untukku dan satu lagi untuk Dika.

Pintu kamar mandi terbuka. Aku menyerahkan handuk baru sambil terus menatap Dika sehabis wudhu. Tangannya menggosok gosokkan rambutnya yang basah menggunakan handuk pemberianku.

"Ekhm, musholanya dimana Lish?" Dika sedikit berdehem menyadarkanku dari keterpanaanku.

"Alish, kapan kamu mandinya? Waktu maghrib sudah mau lewat." tanya mama di belakangku menyadarkan keterpakuanku.

"Eh iya ma. Itu musholanya Dik." Aku menunjuk ruangan mushola lalu masuk ke kamar mandi terburu buru.

Selesai mandi dan memakai baju, aku langsung ke mushola untuk sholat maghrib. Aku melihat Dika masih ada di sana sambil duduk sila menghadap ke arah kiblat yang berarti membelakangiku. Aku mengambil mukena ku dan memakainya tergesa. Dika menoleh menyadari kehadiranku, kemudian ia berdiri.

"Udah rapi?" Aku hanya mengangguk dan mulai merapalkan niat sholat.

"Iqomah Lish." ucapnya membalikkan badan, menghentikan niat sholatku. Aku melongo tak percaya sambil menatapnya.

"Loh? Kamu belum sholat?" tanyaku tergagap agar tidak terlalu kontras dengan kegiranganku.

"Belum. Cepat iqomah, nanti keburu isya." jelasnya memperingatkanku.

Aku pun melantunkan lafadz iqomah tanpa memikirkan apa apa lagi dan mulai melaksanakan sholat dengan Dika sebagai imamnya. Aku tersenyum sebelum melakukan niat sholat di dalam hati.

Terpopuler

Comments

Oki Indriani

Oki Indriani

keran kak

2020-06-27

0

TereLea(♥ω♥ ) ~♪

TereLea(♥ω♥ ) ~♪

Semngat

2020-04-14

0

Sekar Arum🌴🍬

Sekar Arum🌴🍬

siapa dia kok dri blkng mirip yang yang

2020-04-12

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!