Alisha

Alisha

The First Day We've Met

Alisha POV

"Enggak ada yang aneh, cuma gak lazim aja ada yang mau ngajak ngobrol sama aku."

Masih teringat di kepalaku ucapan dari lelaki bermata sipit itu saat aku hendak membeli camilan goreng kepadanya. Tak biasanya aku memakan makanan berminyak itu, namun ada sesuatu yang menarikku agar membeli makanan tersebut. Apa mungkin itu adalah stategi penjualannya? Ah, bisa jadi. Jika diingat lagi, dia termasuk pedagang yang irit bicara saat aku pertama kalinya memulai dialog dengannya. Bahkan aku dianggap aneh karena terus mengajaknya berbicara. Dan kalimat kemarin sore itu sukses membuat aku terus mengingatnya dan bertanya tanya akan dirinya lebih lanjut. Memangnya ada apa dengan dirinya? Kenapa jika ada seseorang yang mengajaknya berbicara seolah olah itu adalah hal yang sangat aneh bagi dirinya? Ah, gara gara dia, sekarang aku jadi tidak konsen mendengar penjelasan guru di depanku ini.

Tapi, dilihat dari wajah serta postur tubuhnya, aku yakin dia masih disebut sebagai siswa, mungkin sebaya denganku.

'Tapi kenapa malah jualan gorengan dipinggir jalan sih? sayang banget kan muka mulus gitu.' kataku dalam hati mengingat kembali wajahnya yang menurutku amat tidak cocok untuk berpanas panasan dengan sinar matahari dan wajan penggorengan itu. Ia malah terlihat seperti seorang selebgram atau aktor drama China yang sering kali ku tonton.

"Heh kamu Alisha! Apa kamu sudah mengerjakan soalnya? Kamu melamun terus dari tadi saat bapak perhatikan." seru Pak Toto, guru matematika di kelasku yang membuat lamunanku terbuyarkan oleh seruannya.

"Emm sebentar pak." jawabku yang mulai tersadar dari lamunanku sambil tergesa membuka halaman soal yang ditugaskan di papan tulis. Aku pun membacanya dengan seksama, khayalanku tentang lelaki itupun menghilang berganti dengan sebuah soal angka yang cukup sulit kupecahkan. kemudian aku mencoba meneliti dan mencari jalan keluar soal tersebut. Tidak terlalu sulit ternyata, dua menit kemudian aku selesai mengerjakan.

Ku edarkan pandanganku kepada teman temanku yang ternyata masih berkutat dengan soal soalnya. Jari-jarinya bahkan ada yang tak sadar terus bergerak seperti sedang menghitung.

"Lish, lihat dong." pinta Dina dengan bisikan, ia adalah teman sekelas yang duduk di sebelahku. Di belakang bangku juga aku memiliki teman dekat, dia adalah Kina. Tubuhnya lebih mungil dariku dan ia sangat lemah, begitu mudah terserang penyakit.

Buku tulis milikku yang masih terbuka segera digeser ke hadapan Dina agar ia segera menyalinnya di buku miliknya sendiri.

Aku pun membiarkannya, kami sudah terbiasa berbagi jawaban. Karena ada kalanya aku juga kesulitan menjawab dan memilih meniru jawaban kepada Dina jika ia sudah mengerjakannya, kalian tahu kan, ini semacam bisnis, dimana kedua belah pihak sama sama diuntungkan dari kerja sama yang telah disepakati.

Abaikan, kalian jangan pernah coba mengikuti saranku. Itu bukanlah aturan untuk kalian patuhi, meskipun aturan itu sering kali digunakan saat waktu sempit.

"Ada yang sudah? coba maju kedepan. Tulis di papan." titah Pak Toto yang dibalas dengan gelengan para siswa. Sudah lima menit berlalu sejak aku selesai mengerjakan tugas itu, namun belum ada satu pun lagi teman temanku yang terlihat sudah selesai mengerjakannya.

Kemudia Pak Toto melihat dan menunjuk kearahku yang masih mengedarkan pandangan memastikan bahwa memang benar belum ada teman temanku yang sudah selesai mengerjakan soalnya.

"Kamu Jumsih. Sudah selesai dengan jawabannya?" Kacamata yang membingkai wajah tua itu sedikit menurun ke bawah disaat Pak Toto menunduk ke arahku.

"Loh, kok Jumsih pak! Saya Alisha pak." ucapku tak terima dipanggil Jumsih. Sedikit informasi, bahwa Pak Toto ini tipe guru pelupa yang suka memanggil nama siswanya sembarangan, dan aku adalah salah satu siswa yang sering terpanggil olehnya secara sembarang itu.

"Terserah Bapak, mau manggil kamu Jumsih, Esih, Eti, Ningsih juga. Sudah cepat kamu tulis jawaban kamu, nanti disamakan dengan jawaban bapak. Lama kalau nunggu kalian semua selesai." perintahnya yang langsung disoraki protesan oleh semua murid.

"Diam diam! Cepat Esih." Pak Toto kembali memanggilku dengan nama yang salah.

"Ish bapak. Dibilangin Alisha." Aku menggerutu, lalu menyeret buku yang masih di tangan Dina dan beranjak dari kursi mengambil spidol dan menuliskan jawabanku di papan tulis. Kuabaikan wajah Dina yang memelas karena sumber jawabannya sudah kuambil secara paksa.

Setelah selesai menyalin jawaban ke papan tulis, aku kembali ke kursiku lagi dan menutup buku di atas meja karena kulihat Dina sudah selesai menyalin tulisanku yang berada di papan tulis.

"Nah pintar juga si Elis. Heh, kalian semua. Contoh tuh si Elis, belajarnya makin ningkat. Jadi kan bisa mengerjakan soal soal sulit seperti tadi." ceramah Pak Toto yang banyak tidak mendengarkan, dan kulihat, mereka, maksudku teman temanku, malah mencibir guru yang sudah berumur itu diam diam.

Hingga akhirnya, pembelajaran Matematika pada hari ini malah dilanjutkan dengan ceramahan Pak Toto sampai bel Istirahat pertama berbunyi.

Sepeninggalnya Pak Toto dari kelas. Aku bersama Dina, teman sebangku-ku keluar untuk membeli makanan.

Seperti biasa, selalu saja setiap jam istirahat teman temanku yang malas keluar kelas menghalang halangi kami yang ingin keluar agar berbaik hati mau menerima titipan pesanan dari mereka.

"Eittss ... Lish ke kantin? Titip nasi sama ayam ya." ucap Gilang tiba tiba menghampiriku dengan tangannya yang mengulurkan uang lembar sepuluh ribu kepadaku.

Aku menggeleng, lalu uluran tangan Gilang beralih ke hadapan Dina.

"Din? Please lah!" pinta Gilang dengan wajah memelas, berbanding terbalik dengan nada suaranya yang terdengar memerintah dan tak bisa dibantah. Khas seorang ketua kelas.

"Ogah. Aku mau ke Koprasi ya.. sama Dina juga. Jadi buat kalian kalian yang mau nitip ke kantin, menyingkir!" tolakku sarkastis sambil berjalan keluar kelas bersama Dina.

"Awas ya kalau kalian ternyata ke kantin." Terdengar jelas ancaman Gilang hingga keluar kelas, tapi ku biarkan, karena aku dan Dina kali ini memang hanya ingin pergi ke koprasi siswa sekalian untuk menabung.

Saat menuruni tangga terakhir, kulihat sosok pendiam dan cuek yang kemarin aku ajak bicara menampakkan diri dengan kaus putih lusuh dengan celana cokelat pendek selutut tengah menjinjing keresek putih yang aku tahu apa itu isinya.

"Dika!" seruku dengan suara keras. Kulihat keadaan sekitar sebelum menghampirinya. 'Untungnya lingkungan disini sekarang sepi.' Dia menoleh kearahku dan sedikit terkejut.

Melihat reaksinya yang melihatku seperti itu membuatku cemberut kesal merasa tak enak. 'Bisa bisanya dia kaget sepertu melihat penjahat saat melihat diriku.'

Meskipun begitu, aku sedikit berlari menghampirinya dan bertanya perihal kenapa dia bisa ada di sekolah ini saat waktu istirahat belajar.

"Mau kemana?" tanyaku begitu sampai di hadapannya.

"Nganter pesanan. Udah ya." jawabnya terburu buru dan mempercepat langkahnya seperti sedang menghindar dariku membuatku merasa semakin kesal padanya.

"Siapa Lis?" tanya Dina yang kini berada di sampingku.

"Kepo." ucapku seraya menjulurkan lidah sedikit merespon keingin tahuan Dina akan laki-laki tadi.

"Dih. kamu naksir sama emang emang itu ya?" tuduh Dina seraya menunjuk punggung Dika yang hendak memasuki ruang guru.

"Apaan sih gak nyambung banget. Lagian dia bukan emang-emang ya. Dia seumuran sama kita kayaknya. Ayolah, gak usah dibicarain lagi." Beritahuku yang langsung mengalihkan pembicaraan setelahnya.

"Sama aja Lish, emang dagang haha." Dina tertawa keras sehingga aku mencubit lengannya gemas membuat ia meringis kesakitan.

"Ayo."

*****

Jam pelajaran terakhir sebentar lagi selesai. Ku lirik terus jam dipergelangan tanganku berharap agar jarum jam panjang tersebut segera menuju tepat di angka enam.

Ku kipas kipas badanku menggunakan telapak tangan yang basah oleh keringat karena telah melakukan kegiatan olahraga yang cukup melelahkan, ditambah pula dengan panas matahari yang tepat berada diatas kepala yang membuatku basah kuyup oleh keringat dan merasa sedikit pusing.

"Pak, pulang ya. Ke kelas deh, capek nih." pinta Rara, temanku yang sedang meluruskan kakinya di depanku kepada Pak Mino yang sedang duduk santai di kursi plastik memainkan ponselnya.

"Sebentar lagi. Itu yang laki laki belum selesai main bolanya." jelas Pak Mino yang memang waktu pulang masih sepuluh menit lagi.

"Yah pak. Biarin aja laki mah." Protes seseorang dari belakang, salah satu temanku lainnya. Aku-pun mengangguk menyetujuinya.

"Tapi ke kantin boleh kan Pak?." tawar satunya lagi.

"Yaudah sana. Tapi jangan sampai ketahuan sama keamanan. Apalagi kepala sekolah." ucap guru olahragaku memberi keringanan. 'Guru olahraga emang terbaik."

"Yes, makasih pak." Semua murid perempuan kompak berdiri dan berjalan dengan tergesa pergi ke kantin, termasuk diriku.

"Heh mau kemana? Udah balik?"

tanya salah satu murid lelaki yang sedang bermain sepak bola.

"Ke kantin." teriak Windi tanpa menoleh kearah para lelaki dan terus berjalan sedikit melenggokkan badan.

"Eh titip minuman buat semua cowok." Seperti biasa, Gilang setengah maksa memerintah, sang ketua kelasku.

"Ogah." jawab murid perempuan serempak mengikuti gaya Windi tadi. Kemudian kami tertawa bersama melihat kekompakan yang baru saja terjadi.

Terpopuler

Comments

Priska Anita

Priska Anita

Like dari Rona Cinta sudah mendarat disini 💜

2020-08-05

0

Penjaga Hati

Penjaga Hati

lanjuuut kk semangat yah
⭐⭐⭐⭐⭐ 👍 ♥️
mampir juga ya di karyaku 🙏

2020-07-19

0

🍾⃝Tᴀͩɴᷞᴊͧᴜᷡɴͣɢ🇵🇸💖

🍾⃝Tᴀͩɴᷞᴊͧᴜᷡɴͣɢ🇵🇸💖

Aku keamanan nih Kwkwkwkwkwkwkwkwkwk

2020-06-28

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!