"Amara, Ra, Rara !"
Satu jam telah berlalu dan Amara tak kunjung keluar dari kamar mandi, menjadikan Nada kawatir dan mengetok kasar pintu kamar mandi.
"Ra, buka pintunya! Jangan melakukan hal yang bodoh," teriak Nada sambil menggedor pintu.
"Ada apa, Nak?" tanya Ayah Nada yang mendengar teriakan anaknya sambil berjalan ke arah Nada.
"Rara, Yah. Rara tidak keluar dari kamar mandi sejak tadi," ucap Nada Panik. Ayah Nada berjalan kearah pintu dan menatap anaknya penuh kekawatiran.
"Minggirlah, Ayah akan mencoba mendobraknya." dengan satu dorongan kuat pintu kamar mandi terbuka. Nada membulatkan matanya dan tubuhnya seakan tak bisa digerakkan. Nada melihat Rara yang tergeletak lemah dibawah guyuran shower.
"Rara,"
Nada segera berlari, mematikan aliran air dari Shower kemudian membalut tubuh basah Rara yang tampak pucat pasi itu dengan Handuk. Ayah Nada segera mengangkat tubuh lemah Rara dan membaringkannya di ranjang Nada.
"Segera gantikan baju basahnya, Ayah akan memanggil Dokter Ani untuk memeriksa keadaan Rara," ucap Ayahnya. Nada mengangguk dan segera mengambil tindakan. Melihat sahabatnya yang biasanya ceria dan periang tengah berbaring lemah seperti ini membuat dirinya merasakan sesak di dadanya.
Ditengah kepanikan yang mendera, ponsel Nada berbunyi. Kontak Kak Rafa tampak dilayar ponselnya. Nada mengangkat ponselnya dan menggeser tombol hijau disana.
"Iya,Halo Kak Rafa," sahut Nada dengan suara pelannya.
"Apa Rara menginap di rumahmu, Nada?" tanya suara di sebrang dan terdengar jelas di telinga Nada.
"Iya, Kak. Rara ada disini, Rara masih tidur. Apa perlu aku bangunkan, Kak?" tanya Nada sedikit gusar, bagaimana bila Kakaknya Rara mengiyakan tawarannya untuk berbicara dengan Rara? Pikir Nada.
"O, tidak usah. Kakak hanya mau memastikan jika Rara bersamamu, sejak semalam ponselnya sulit sekali dihubungi. Papa dan mama mengkhawatirkan Rara. Kakak titip Rara padamu," ucap Rafa panjang lebar.
"I- iya,Kak. " jawab Nada.
" Ya sudah, terimakasih Nada. Assalamualaikum,"
"Iya, Kak. Waalaikumsalam,"
Nada menghela napas panjang, dirinya belum siap untuk menceritakan pada Rafa tentang keadaan adik kesayangannya. Mungkin Rara juga belum siap jika kakaknya mengetahui apa yang terjadi padanya. Amara butuh waktu, pikir Nada. Nada menekan ponselnya menghubungi Dinda dan Erika. Jika banyak yang menghibur mungkin Amara akan sedikit tenang, pikir Nada.
Tak lama dari itu, Dokter Ani datang dan memeriksa keadaan Amara. Dokter Ani memberikan obat demam dan vitamin untuk Amara.
"Bagaimana keadaanya, Dok?" tanya Nada sambil mengamati wajah Amara yang sedikit membaik.
"Nona Amara baik-baik saja, dia hanya demam. sebaiknya segera berikan obat ini jika nanti dia siuman,"
"Terimakasih, Dok. Saya akan memberikan obat ini Nanti," sahut Nada.
"Kalau begitu saya pamit dulu, Nada. Semoga Nona Amara lekas siuman," ucap Dokter Ani.
"Amin. Terimakasih, Dok."
Dokter Ani melenggang pergi, Nada mengusap pelan puncak kepala Amara dan mengompresnya. Tak lama dari itu Etika dan Dinda datang, mereka tampak syok melihat keadaan Amara.
"Apa yang terjadi padanya?" tanya Erika tampak khawatir.
"Aku rasa Amara mendapatkan kekerasan, lebih tepatnya pemerkosaan." ucap Nada. Erika dan Dinda tampak Syok mendengar penjelasan Nada.
"Siapa pelakunya?" tanya Erika dengan suara kagetnya, membuat Nada dan Dinda menoleh bersamaan.
"Aku belum tau pasti," ucap Nada. Erika menghela napas panjang kemudian melirik kearah Amara yang terbaring lemah. Entah apa yang di pikirkan oleh Erika.
"Apa sudah memberi tahukan keluarganya?" tanya Dinda. Nada menggelengkan kepalanya.
"Rara tidak mau melibatkan keluarganya dulu. Kalian tau, pelakunya bisa jadi orang terdekat dari temannya sendiri, bahkan teman Kakaknya," ucap Nada.
"Uhuk, uhuk,"
Tiba-tiba saja Erika tersedak membuat Dinda dan Nada menoleh bersamaan.
"Kenapa, Rik?" tanya Nada sambil mengulurkan air putih kepada Erika.
"Ti-tidak. Aku hanya terlalu terkejut. Mana ada seorang teman berbuat seperti itu pada temanya sendiri," protes Erika.
"Entahlah, yang terpenting sekarang Rara siuman dulu," ucap Nada lagi.
"Ya, aku yakin Amara gadis yang kuat. Aku rasa jika pun Amara hamil dari benih manusia laknat itu kita harus menguatkannya," ucap Erika.
Nada dan Dinda memelototkan matanya, bahkan pikiran mereka tidak sampai sejauh itu. Lalu, jika memang benar amara telah mendapatkan kekerasan seksual dan pemerkosaan, bukankah bisa jadi Amara akan hamil?
Amara tampak mengerjabkan matanya, mendengar perbincangan Nada dan 2 sahabatnya. Netranya memandang balkon kamar, air matanya mengalir deras. Hatinya merasakan sesak yang begitu mendalam.
Bayangan wajah tampan itu menari diotaknya, wajah datar dan mampu membuat aliran darahnya berdesir. Pandangan pertama yang membuat hatinya berdebar tak karuan, cinta? Apa dirinya jatuh cinta pada pria itu di pandangan pertama tadi malam? Sejenak wajahnya bahagia, akan tetapi ingatannya tertuju pada suatu pagi tadi dimana hanya ada Pria tampan itu ditempat yang Naas baginya. Dia pikir bahwa pria itulah manusia dibalik semua kejahatan preman jalanan itu dan dia pula yang merebut mahkota nya.
"Alkhamdulilah, akhirnya kamu siuman juga, Ra." ucap Nada sambil mengusap pelan puncak kepala Amara.
"Ra, kenapa menangis? "
Amara melirik tubuhnya dan menggelengkan kepalanya. Air matanya mengalir deras, Nada meraih Amara dalam dekap hangatnya.
"Tenangkan dirimu, kita cari solusi bersama. Jika kamu belum mau terbuka dengan keluargamu, " ucap Nada.
"Bantu aku mencari tau siapa laki-laki itu, Nada. Aku harus memintanya untuk menikahiku, " ucap Amara. Nada terkejut, bahkan Dinda dan Erika pun sama.
"Siapa maksudmu?" tanya Nada. Nada tak tau apapun, hanya sajaAmara mengatakan bahwa laki-laki itu adalah teman kakaknya.
"Lelaki yang semalam bercengkrama dengan Kak Rafa," ucap Amara. Nada mencoba mengingat sesuatu dan mengernyitkan dahinya.
"Ra, kamu yakin? Bagaimana bila kamu salah mengira? mana mungkin teman kak Rafa melakukan hal serendah itu? " ucap Nada.
"Aku tidak tau, dia benar temanya atau bukan. yang pasti aku ingin tau informasi tentangnya dan aku akan meminta pertanggung jawabannya." ucap Amara sambil mengusap air matanya.
"Tapi, Ra. Apa tidak sebaiknya kita bicarakan pada Kak Rafa?" tanya Nada sedikit ragu. Amara melirik Nada dengan tajam.
"Itu pasti akan aku lakukan, tapi tidak sekarang." ucap Amara. Nada menghela napas panjang.
"Aku setuju dengan Rara, kita harus mendukung keputusan Rara. Jangan membiarkan Rara terpuruk sendiri, kita harus membantunya. Setidaknya sampai terbukti Rara hamil atau tidak, orang itu harus mau menikah dengan Rara," ucap Erika. Amara merasakan sesak didadanya.
Hanya sampai terbukti hamil atau tidak? Lantas siapa yang mau pada wanita sisa sepertiku? Tidak, tidak bisa begitu. Aku akan meminta pertanggung jawaban penuh pada lelaki itu sampai tuhan meminta hidupku. Aku tidak akan mempersembahkan diriku yang sisa ini pada orang lain. Aku menuntut laki-laki itu sampai kapanpun! batin Amara menggebu.
🤗🤗🤗🤗🤗🤗
Hai...Boleh mampir sampai akhir nanti ya. Ada mereka disana.
Like ,komen, Vote ya... I Love you 😊😊😊😊😊😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Mbah Edhok
Amara membara ...
2022-12-11
0
Nurwana
curiga Erika pelakunya.
2022-12-03
0
Ersa
curiga ih ke Erika
2022-11-24
0