...Happy Reading...
Jika kita memiliki permasalahan, janganlah menghadapinya dengan amarah. Sebaiknya, tenangkan diri karena amarah akan membuat kita tidak bisa berpikir dengan tenang.
Bahkan bisa jadi, apa yang kita lakukan tidak tepat. Sebaiknya redam amarah, kemudian berusaha menyelesaikan setiap permasalahan dengan pikiran tenang dan rileks sehingga kamu bisa mengambil tindakan yang tepat.
Setelah merasa tenang Samuel keluar dari kamar kakaknya, dia berulang kali menghela nafas agar pikirannya kembali tenang, karena tanggung jawabnya sebagai presiden direktur cukup berat, dulu kakaknya mengambil alih perusahaannya setelah ayah Samuel meninggal, namun sekarang saat kakaknya juga pergi menyusul ayahnya, semua tanggung jawab dia sendiri yang memikulnya.
Niat hati hanya ingin mencari ibunya, namun dia malah kembali terjebak dalam kenangan masa lalunya, ditambah lagi dia melihat pemandangan yang aduhai sekali, membuat mata dan otaknya tidak sinkron sama sekali, sebelum dia pergi Samuel pergi kekamar Yoyo untuk melihat keadaannya.
" Yoyo... "
" Jangan buat mainan bedaknya."
" Nanti tumpah sayang.." Rinjani mencoba meraih bedak ditangan Yoyo.
" Enggak kak... aku hanya ingin memakainya saja." Ucap Yoyo dengan senyum jahilnya.
" Yoyo..."
" Kak Niar sudah capek mengejarmu!" Niar sudah ngos-ngosan main kejar-kejaran dengan Yoyo.
" Dasar kakak jelek!"
" Sini kalau berani?" Ejek Yoyo melihat Niar memegang perutnya untuk mengatur nafas.
" Dasar Oneng!"
" Makanya rajin-rajin olah raga luu."
" Masak ngejar bocil aja elu kuwalahan, haha.." Rinjani ikut tertawa melihatnya.
" Enak aja luu!"
" Gw nggak sempet olahraga!"
" Banyak tugas menanti." Niar malah menyerang Rinjani dengan menggelitikki pinggangnya.
" Hahaha... ampun Niar!" Rinjani tertawa geli.
" Yoyo... tolong kakak!" Rinjani pura-pura minta tolong dengan Yoyo.
Weeeeeeerrrrrrrr...
Yoyo menaburkan bedak satu botol kearah Niar, dengan seketika kepala dan wajahnya berselimut bedak putih.
" Yooyoooooooo...!" Teriak Niar dengan kesal.
" Hiiiiiiii....!"
" Ada Hantuuuuuuuuu...!" Teriak Yoyo pura-pura ketakutan melihat wajah Niar yang sudah seperti mummi.
" Hahahahaha..."
" God Boy Yoyo..!"
" High five dulu kita!" Rinjani malah bertos ria degan Yoyo yang sudah berjingkrak-jingkrak diatas kasur sambil tertawa riang.
Tanpa diduga Samuel tersenyum melihat tingkah kocak mereka bertiga, sudah lama sekali dia tidak tersenyum, dunianya terasa begitu kelam, hanya pekerjaan saja yang ada diotaknya, karena hanya itu yang bisa mengalihkan pikirannya tentang kejadian buruk yang menimpanya.
" Daddy.." Yoyo tanpa sengaja melihat Samuel disamping pintu.
" Daddy are you smile?" Yoyo berlari kearah Samuel.
" Why not?" Samuel berjongkok dan menangkap Yoyo kedalam pelukannya.
" Ssstt..."
" Lihatlah pria itu, dia pasti bahagia melihat kita disiksa!" Umpat Niar berbisik kepada Rinjani.
" Kita..?"
" Elu aja kali, haha.." Rinjani tersenyum sambil menjulurkan lidahnya.
" Resek luu..!" Umpat Niar sambil membersihkan rambutnya yang terkena bedak bayi satu botol, wajahnya memang sudah seperti hantu sekarang.
" Daddy.."
" Aku ingin ikut ke kantor!" Pinta Yoyo dalam pelukan Samuel.
" Kenapa?"
" Yoyo bisa bermain saja dirumah?"
" Daddy harus bekerja Yoyo." Samuel mengusap kepala Yoyo dengan lembut.
" Aaaaaaa... pokoknya Yoyo ingin ikut ke kantor with Daddy." Yoyo bersidekap melakukan aksi protesnya.
" Yoyo kan sudah ada temennya." Samuel mencoba memberikan pengertian, bisa kacau nanti kantornya kalau Yoyo ngamuk disana karena dia tinggal meeting.
" Yoyo... dirumah aja ya?"
" Kan sudah ada dua kakak yang menemanimu bermain?" Rinjani mencoba mendekat dan membujuk kearah Yoyo.
" Hmm... apalagi cantik-cantik lagi, hehe.." Ucap Rinjani tertawa geli sendiri, bahkan Samuel sampai meliriknya.
" Noooo...!"
" I want a day with dad." Ucap Yoyo tetep bersikekeh ikut ke kantor.
" Okey.."
" Tapi.. Daddy harus meeting nanti siang."
" Kamu main sama kakak itu ya?"
" Nggak boleh berantakin ruangan Daddy kayak kemarin!" Yoyo tidak akan berhenti merengek sampai keinginannya terpenuhi.
" Okey Dad!" Yoyo langsung kembali bersemangat.
" Promise?" Samuel memegang kedua pipi Yoyo yang mirip bakpao itu.
" Promise Dad!" Yoyo langsung memeluk Samuel dengan erat.
" Kamu ikut kami ke kantor." Samuel menunjuk Rinjani yang terbengong melihat sepasang anak dan ayah itu.
" Dan kamu... bersihkan kamar Yoyo!" Samuel menunjuk Niar.
" Kamu nggak usah ikut ke kantor!" Samuel tidak sempat menunggu Niar kalau harus bersih-bersih dulu, karena bajunya pun dipenuhi bedak.
" Baik pak." Niar tersenyum bahagia tiada tara, ada hikmah tersendiri dibalik nasip sialnya, dia jadi tidak usah repot-repot jagain Yoyo dikantor nanti.
" Sialll..."
" Harusnya gw ikut mandi bedak saja tadi." Umpat Rinjani dengan kesal, saat Samuel sudah berjalan meninggalkan ruangan.
" Haha... dewi fortuna sedang berpihak di gw dong!"
" Baek-baek luu jagain anak orang!"
" Gw pulang duluan cuy...!"
" Saturday night nih, bisa pergi ngecas awal gw nanti, sudah lowbat nih, hihihi..." Niar tertawa bahagia melihat Rinjani yang melotot kearahnya.
Akhirnya Rinjani turun mengikuti Samuel dan Yoyo dengan segala umpatan dan cacian, namun hanya terdengar didalam hati saja.
" Jani.." Weni memanggil Rinjani dengan membawa satu set rantang ditangannya.
" Iya tante." Jawab Jani dengan senyuman.
" Ini bekal untuk kalian."
" Yang paling atas buat Yoyo ya."
" Mereka belom sempat sarapan tadi."
" Tante titip Yoyo ya?"
" Dia memang terlihat nakal, tapi sebenarnya dia anak yang baik."
" Dia hanya kurang kasih sayang seorang ibu."
" Hmm... ini salah kami juga, terlalu sibuk mengurus pekerjaan." Weni menghela nafasnya saat melihat dua pria kesayangannya sedang berjalan menuju mobil.
" Iya tante...."
" Yoyo sebenarnya juga anak yang pintar."
" Bahkan mungkin lebih pintar dibanding anak seumurannya." Rinjani ingin sekali bilang kalau Yoyo pintar mengerjai orang dewasa, namun dia masih sayang pekerjaannya.
" Emm.. tante, sebenarnya----" Jani ingin sekali menanyakan tentang mommy Yoyo, tapi si macan tutul tampan itu sudah menjerit dari arah pintu.
" Hei... cepatlah!"
" Apa yang kau lakukan disana!" Teriak Samuel dari arah pintu.
" Aah... Ya!"
" Maaf tante... lain kali, kita bisa ngobrol lagi."
" Permisi tante." Rinjani mengumpat sambil berjalan cepat menuju mobil presdirnya.
" Tumben... mau ngasih tumpangan!" Weni sedikit mengerutkan keningnya saat Rinjani masuk kedalam mobil Samuel, karena biasanya kalau baby sisternya pasti naik mobil terpisah bersama sopir lainnya.
Sesampainya dikantor Rinjani langsung mengajak Yoyo duduk disofa didalam ruangan Samuel.
" Yoyo.."
" Kita sarapan dulu ya?" Rinjani langsung membuka rantang yang dibawanya tadi.
" Nooo..!"
" Yoyo tidak lapar!" Yoyo menggelengkan kepalanya dengan cepat, dia memang paling susah untuk sarapan.
" Yoyo sayang.."
" Sarapan itu penting lho?" Rinjani berbicara selembut mungkin, apalagi didepan presdirnya, dia harus menahan emosi sebisa mungkin.
" Enggak mauk..!" Ucap Yoyo tetap menolak sambil bersidekap dengan bibir kecilnya yang mengerucut.
" Yoyo... kamu harus sarapan sayang?" Samuel akhirnya berjalan mendekat dan duduk disebelah Yoyo.
" Nooo Dad!"
" I'm not hungry and thirsty!" Ucap Yoyo tetap tidak memperdulikan mereka.
" Emm..Yoyo sayang.."
" Apa cita-citamu kalau sudah besar nanti?" Rinjani mencoba mencari cara lain untuk membujuk anak kecil, karena dia sering melihat tetangganya yang sudah punya anak.
" Ingin seperti Daddy!" Ucap Yoyo yang sontak membuat Samuel mengusap rambut keriting Yoyo dengan senyum tipis.
" Owh begitu?"
" But.. being like dad is not easy!"
" Harus butuh tenaga untuk bekerja."
" Lihat itu, banyak pekerjaan yang menumpuk dimeja Daddy Yoyo kan?"
" Kalau nggak kuat, Yoyo nggak akan bisa seperti Daddy?" Jani bahkan memamerkan lengan lurusnya itu.
" Yoyo mau kuat!" Ucap Yoyo langsung menatap Jani dengan semangat.
" Really?" Jani akhirnya tersenyum melihatnya.
" Really!" Yoyo mengganguk dengan mantap.
" Kalau begitu lets go kita sarapan."
" Aaak dulu sayang..?" Rinjani menyuapi Yoyo dengan telaten, bahkan Samuel tertegun melihat cara Jani merayu Yoyo.
" Daddy nggak sarapan?" Tanya Yoyo melihat ayahnya hanya tertegun melihatnya.
" Owh iya.."
" Ini sarapan untuk bapak." Rinjani mengambilkan rantang kedua yang berisi sarapan untuknya.
" Hmm.." Samuel hanya menggangukkan kepalanya saja.
" Makan dong Dad!"
" Masak cuma Yoyo aja yang makan?" Ucap Yoyo protes.
" Nanti Daddy makan sayang.. kalau kamu sudah selesai makan." Samuel memang belum merasa lapar.
" Kakak.."
" Suapin Daddy juga dong?" Ucap Yoyo yang sontak membuat mereka menolak bersamaan.
" NOO..!" Entah punya keberanian dari mana Jani bisa berteriak seperti itu.
" Kalau nggak mau, Yoyo juga nggak mau makan!" Yoyo langsung berdiri diatas sofa melakukan unjuk rasa.
" Jangan gitu dong sayang?" Rinjani langsung kalah telak dengan seorang bocah.
" Kalau begitu suapin dong!" Ucap Yoyo dengan santainya memerintah.
Astaga... anak ini benar-benar ajaib!
Umpat Rinjani sambil menghela nafasnya perlahan.
" Baiklah.. kalau itu mau Yoyo." Rinjani langsung mengambil rantang didepan Samuel.
" Aaaa... dulu dad.." Rinjani menyuapkan bubur ayam itu kemulut Samuel.
" Buka mulut Dad!" Perintah Yoyo saat Samuel hanya terpaku melihat Rinjani yang sudah tersenyum canggung itu.
" Heemm.." Akhirnya Samuel membuka mulutnya dan menerima suapan dari Rinjani dengan canggung juga.
" Hahaha.."
" Daddy makannya kayak anak kecil."
" Belepotan, hahaha..." Yoyo tertawa sambil menunjuk bibir Ayahnya yang tertinggal bubur dan daun sledri disana, karena saking canggungnya diapun tidak berasa.
" Pffftth.."
" Pak itu?" Jani menahan tawanya melihat area bi bir Samuel.
" Cantik." Ucap Samuel perlahan tanpa sadar.
" Yaa? kenapa pak?" Rinjani tidak begitu mendengarnya.
" Maaf.." Rinjani dengan cekatan mengambil tissu dan mengelap bibir Samuel dengan santainya dan saat Mata Rinjani menatap mata Samuel ternyata presdir tampan itu juga menatapnya dengan intens.
" Ciiieeeeee..."
" Kakak dan Daddy romantis banget deh, hahaha..."
" Eherm... eherm.." Akhirnya mereka berdua tersadar saat mendengar ledekan dari bocah yang terlihat dewasa sebelum waktunya itu.
Ketika kesehatan emosional kita dalam keadaan buruk, begitu juga tingkat harga diri kita. Kita harus memperlambat dan menangani apa yang mengganggu kita, sehingga kita dapat menikmati kegembiraan sederhana menjadi bahagia dan damai dengan diri kita sendiri. Untuk meningkatkan efektivitas kita, jadikan emosi lebih rendah dari sebuah komitmen.
..." Pejuang terbaik tidak pernah marah."...
..."Jika kamu membalas kemarahan dengan kemarahan bukankah kamu tidak lebih dari sebuah cermin keburukan."...
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya gaes?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Dewi Kijang
seru banget 😁😁😁😁😁😁
2022-02-22
0
seru banget, lucu, gemes🥰🥰
2022-01-29
0
Nes
seru nih di
2022-01-15
0