Apa Kamu Tidak Mau Jujur?

Tanisha pun mengemudikan mobilnya sendiri tanpa sang sopir. Hatinya sangat gembira malam ini. Maka dari itu dia tidak mau merepotkan orang lain kali ini. Tanisha mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh, karena tidak sabar ingin bertemu dengan kekasihnya yang dua hari tidak bisa ia temui.

Tidak berapa lama, mobil yang dikendarai Tanisha sampai di plataran sebuah restoran yang bernama Larisso Food's. Restoran itu merupakan tempat pertama kali Tanisha dan Devan bertemu, yang kemudian terjadi percekcokan kecil diantara mereka.

Dari pertemuan itulah, Devan kerap kali datang ke restoran tempat kerja Tanisha yang merupakan milik kakak iparnya, Yutasha. Bagaimana bisa Yutasha memiliki sebuah restoran yang cukup besar ini? Kalian tahulah, siapa suami dari Yutasha Geraldine yang cinta mati sama istrinya itu.

Tanisha turun dari mobil, yang kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam restoran tersebut. Ia mencoba menghubungi Devan untuk menanyakan kekasihnya itu berada di ruangan yang sebelah mana. Karena di restoran ini desainnya begitu unik, tidak sama seperti restoran yang lain.

Hanya bagian depan saja yang terlihat biasa. Restoran ini juga memiliki ruang VVIP yang dikhususkan untuk orang-orang penting atau sedang mengadakan sebuah acara.

"Mas ada diruang apa?" tanya Tanisha setelah sambungan telponnya terhubung dengan Devan.

"...."

"Oh, baiklah. Aku udah sampai di bagian depan restoran ini," jelas Tanisha kemudian memutus sambungan telponnya.

Gadis itu melangkah bak seorang model papan atas. Tak sedikit pula orang, yang memperhatikan setiap langkah Tanisha. Bahkan ada yang dengan sengaja jatuh di depan Tanisha, untuk mencari perhatian dari gadis yang memiliki wajah seperti boneka Barbie tersebut.

Namun, semua itu tak mampu menarik perhatian dari seorang Tanisha Elajar. Karena di matanya hanya dipenuhi oleh bayang-bayang seorang pria yang bernama Devan Pratama.

Tanisha memasuki ruangan yang dijadikan pertemuannya dengan Devan. Dengan senyum yang merekah di bibirnya, Tanisha melangkah mendekat ke arah di mana Devan sedang duduk menanti kedatangannya.

"Maaf, Mas. Aku telat, karena ada sesuatu yang terjadi di jalan saat kemari," sapa Tanisha, kemudian mendudukkan tubuhnya di kursi yang terletak di depan Devan. Tentu saja mereka dipisahkan oleh meja yang tidak terlalu panjang.

Devan mengangguk tanpa memberi senyuman manisnya kepada Tanisha, yang biasa ia tampilkan saat berada di dekat gadisnya itu. Entah mengapa sifat keras kepalanya itu tidak dengan mudah bisa ia hilangkan.

"Kamu kenapa, Mas? Sakit?" tanya Tanisha khawatir melihat Devan yang hanya diam saja menatap dirinya. Lantas Tanisha berdiri, mengangkat tangannya untuk kemudian menempelkan punggung telapak tangannya ke kening Devan. Untuk mengecek suhu tubuh Devan.

"Aku nggak apa-apa, Sayang," ucap Devan seraya menampik tangan Tanisha dengan pelan. Hal itu membuat Tanisha heran. Tidak biasanya Devan menolak sentuhan darinya.

"Habis kamu diem aja, Mas. Nggak seperti biasanya kamu jadi pendiam seperti ini. Dan juga barusan kamu menolak sentuhan dari tanganku," ujar Tanisha mempertanyakan perubahan sikap Devan.

"Ini di tempat umum, Sha. Kamu nggak malu dilihat sama mereka?" tanya Devan menunjuk beberapa pengunjung restoran yang berada di ruangan yang sama.

Deg!

Hati Tanisha terasa tidak nyaman saat Devan memanggilnya hanya dengan sebutan namanya saja. Bukan panggilan sayang seperti yang biasa Devan gunakan.

"Kamu kenapa, Mas? Kok bersikap seperti ini padaku? Apa yang membuatmu berubah, Mas?" tanpa Tanisha suruh, matanya mulai berkaca-kaca. Buliran air mata mulai mengumpul di pelupuk matanya.