Pagi itu Elbert dikejutkan dengan bunyi ponselnya. Ia yang masih terbaring di tempat tidurnya karena semalam setelah ia kembali ke rumah, ia masih berkutat lagi dengan laptop miliknya. Ia baru tertidur setelah lewat tengah malam.
"Halo."
"Halo, Mr. Elbert."
"Ada apa, Vin?" tanya Elbert pada Vincent, salah seorang staf di kantor pengacara miliknya.
" .... "
"Apaaa??!!" teriak Elbert yang langsung tersadar dari kantuknya.
"Baiklah, saya segera ke kantor," ucap Elbert.
Ia langsung menyibakkan selimut yang ia gunakan dan pergi membersihkan diri. Tak butuh waktu lama, ia juga langsung mengenakan pakaian kerjanya.
"Bagaimana bisa? Semalam rasanya baik baik saja saat kutinggalkan," batin Elbert.
Selesai berpakaian, ia meraih tas kerjanya dan langsung berangkat, ia tak sempat lagi menyantap sarapan yang telah dibuatkan oleh Mommynya.
"Aku berangkat dulu, Mom," ucap Elbert sambil mengecup pipi Mommynya.
"Apa kamu tidak sarapan dulu?" tanya Klara, Mommy Elbert.
"Tidak, Mom. Ada pekerjaan yang harus kuselesaikan."
"Hati hati, sayang," ucap Klara sambil melambaikan tangannya, tapi sudah tak dilihat oleh Elbert.
Elbert melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Ia ingin segera tahu, apa yang sebenarnya terjadi di kantornya.
Sesampainya di kantor pengacara miliknya,
"Apa yang terjadi?" tanya Elbert pada Vincent dan para staf yang lain.
"Maaf Mr, saat kami datang dan ingin mulai bekerja, kami menyalakan komputer. Tapi semua komputer kami tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti terkena virus," jelas Vincent.
Elbert langsung mengecek komputer miliknya. Ia melangkahkan kaki dengan cepat ke ruangannya dan langsung menyalakan komputer miliknya.
"Sama," gumam Elbert.
Elbert kembali ke ruangan dimana para stafnya berada.
"Siapa yang pertama kali datang hari ini?" tanya Elbert.
"Saya datang bersamaan dengan Vincent,Mr," jawab Cynthia, yang diikuti oleh anggukan Vincent.
"Bagaimana keadaan ruangan saat kalian masuk?"
"Tak ada yang aneh, hanya saja pintu depan kantor tidak terkunci," ujar Vincent.
"Tidak mungkin," ucap Elbert, "Semalam saya sudah menguncinya, bahkan memeriksanya kembali. Pasti ada yang sudah masuk ke dalam kantor ini dan melakukan semua ini pada komputer milik kita."
"Apa kita harus melaporkan ini kepada kepolisian?" tanya Vincent.
"Percuma."
"Mengapa? Kita bisa melaporkan bahwa ada yang masuk ke tempat kita," ucap Jeremy yang kini mulai menimpali.
"Semua akan sia sia. Kita tak punya bukti. CCTV yang kita miliki terhubung dengan komputer dan pasti rekaman semalam pun sudah hilang. Sepertinya mereka sangat ahli dalam melakukan ini," ujar Elbert.
"Jadi kita harus diam saja?" tanya Vincent.
"Kalian selalu menduplikat pekerjaan kalian ke dalam flash disk kan?" tanya Elbert.
Semua staf yang berjumlah 3 orang itu pun menganggukkan kepala.
"Jer, kamu hubungi Hans, minta dia untuk menginstal ulang komputer kantor, dan akan lebih baik jika ia bisa menjinakkan virus di dalam komputer kita."
"Cyn, kamu cek semua berkas berkas dan dokumen kita, apakah ada yang hilang atau tidak. Vincent, kamu ambil foto setiap kejanggalan yang kamu temukan dan buat laporannya. Serahkan padaku secepatnya," ucap Elbert.
"Siappp!!" jawab mereka bertiga bersamaan.
*****
"Apa kamu bilang, El?" tatap Aaron tak percaya.
"Ya, sepertinya ada yang mengincar sesuatu di kantorku."
"Lalu bagaimana dengan ..."
"Tenang saja. Aku selalu meminta para staf ku untuk menduplikat pekerjaan mereka dengan mengcopynya ke flash disk. Jadi semua data kami aman."
"Syukurlah," ujar Aaron sambil mengelus dadanya.
"Ini adalah pertama kalinya terjadi di kantor kami dan kurasa ini berhubungan dengan kasusmu," ujar Elbert.
"Kasusku?"
"Ya. Sejak aku menangani kasusmu, sebenarnya ada beberapa kejadian yang kualami."
"Maksudmu?"
"Selain yang terjadi pada kantorku, aku juga pernah merasa diikuti oleh seseorang. Pernah juga ada yang berusaha mengambil tas kerja milikku, padahal di tanganku yang lain aku memegang ponsel."
"Jadi maksudmu mereka mengincar apa yang ada dalam tas mu, bukan ponselmu."
"Tepat sekali dan itu membuatku yakin kalau ini berhubungan dengan kasusmu karena saat itu aku baru saja keluar dari pengadilan untuk pertama kalinya meminta mereka membuka kasusmu lagi."
"Sebenarnya siapa mereka?" gumam Aaron.
"Lalu bagaimana keadaanmu di sini?" tanya Elbert.
"Aku sedikit terlibat masalah."
"Masalah seperti apa? Coba kamu ceritakan padaku."
Aaron menceritakan bagaimana ia dituduh memiliki narkotika dan dianggap ingin menjualnya di dalam penjara.
"Apa mereka memiliki bukti lain selain narkotika tersebut?" tanya Elbert.
"Tidak. Tapi dengan alat bukti seperti itu saja, kurasa mereka sudah bisa menambah hukumanku."
"Kamu benar. Tapi sampai saat ini mereka belum menghubungiku. Jika memang kamu terbukti memiliki narkotika, maka mereka akan segera meneleponku, karena aku sudah menuliskan namaku sebagai pengacaramu."
"Terima kasih, El," ucap Aaron sungguh sungguh.
"Tenanglah. Aku takkan pernah membiarkan ketidakadilan terjadi di depan mataku. Aku akan melakukan apapun untuk menegakkannya."
"Kamu benar benar luar biasa. Aku tak pernah menyangka Peter bisa mengenal pribadi sepertimu."
"Justru aku yang harus berterima kasih pada Peter, karena dialah orang yang selalu ada untukku saat aku kesusahan."
"Kalian memang orang orang hebat. Aku sangat bangga bisa berteman dengan kalian," ucap Aaron.
*****
BRUGHHH ...
David terjatuh dari kursi rodanya. Sambil memegang sudut bibirnya yang mengeluarkan darah dan pipinya yang memar, David meringis kesakitan.
"Huh! Ayo bangun, lawan aku! Dasar manusia tidak berguna!!" teriak Dexter sambil kembali menendang David yang sudah terbaring di lantai.
"Aku sudah melakukan apa yang kamu perintahkan, lalu dimana letak kesalahanku?" tanya David sambil berusaha bangun.
"Kau itu bodoh!! Masa mengerjakan hal seperti itu saja bisa gagal. Kau tahu, karena perbuatan bodohmu itu, Aaron tidak jadi mendapatkan tambahan hukuman."
"Tapi itu bukan salahku!! Aku sudah meletakkannya sesuai perintahmu."
David berusaha meraih kursi rodanya. Ia menyeret tubuhnya dan menapak dengan kedua tangannya. Namun, baru saja ia hampir meraih kursi rodanya, Dexter kembali menendang kursi roda tersebut hingga terbalik dan mengenai dinding sel tersebut.
"Dexter!!" teriak David.
"Apa kau berani berteriak padaku, huh?!" ucap Dexter sambil mencengkeram dagu David dengan tangannya.
"Jika kamu merusak kursi rodaku, bagaimana nanti aku bisa menjalankan perintahmu?" ujar David berusaha menetralisir kemarahan Dexter, padahal David memang berteriak karena ia kesal dengan kelakuan Dexter.
Dexter melepaskan cengkeramannya dengan kasar.
"Ingat, aku akan memberimu satu kesempatan lagi. Jika kamu masih gagal dan melakukan kebodohan, kamu akan tahu kamu sedang berurusan dengan siapa," ancam Dexter.
"Jadi sekarang apa yang harus aku lakukan?" tanya David.
"Aku akan mengabarimu. Sekarang belum saatnya."
Dexter bangkit dari duduknya dan meninggalkan David yang masih berada di lantai sel tersebut.
"Sialan!! Aku tidak takut padamu, Dexter! Jika memang aku harus mati disini, biarlah. Aku juga akan membuatmu membayar semua perbuatanmu padaku," David mengepalkan tangannya hingga buku buku jarinya memutih.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Mr.VANO
coba sekali saja kau bantu Aaron dg ap yg kau tahu,,,,pasti aaron memikirkanmu david
2023-03-14
0
tria sulistia
aku rasa dexter mata mata deh 🤔
2022-12-13
1
Dhika Ahmad
komen itu memang repot.....harus ngetik dulu.....makanya yang like dan baca banyak tapi yang komen gak ada.....u
2022-08-20
2