"Katie?"
Aaron meletakkan jasad istrinya dengan perlahan, kemudian menuju ke kamar. Disana ia melihat sebuah kertas dengan gambar wajah tertawa dan sebuah alat perekam yang memutar suara tangisan bayi.
Aaron menengok ke tempat tidur anaknya yang berada di samping tempat tidurnya.
"Aarggghhhhhhhh!!!!!" suara pekikan membahana di seluruh rumah.
Aaron terjatuh di samping tempat tidur anaknya, air matanya kembali tumpah. Penyesalan datang bertubi tubi di dalam hatinya.
Mengapa? kenapa? Kalau saja.
Aaron kembali berjalan ke ruang tamu. Ia mengambil pistol yang dijadikan senjata dan memperhatikan dengan seksama.
Tiba tiba terdengar suara sirene di depan rumahnya. Beberapa orang polisi menerobos masuk. Mereka melihat Aaron sedang memegang pistol dengan posisi jasad Mia di dekatnya. Ada seorang polisi yang mengecek ke dalam kamar, kemudian keluar dan memberi tanda pada rekannya.
"Tuan Aaron, anda ditangkap karena telah melakukan pembunuhan. Letakkan senjata anda dan angkat tangan ke belakang kepala."
Aaron tidak bisa mengelak dan bahkan ia tidak banyak bicara. Ia melakukan seperti apa yang diperintahkan. Seorang polisi kemudian memborgol tangan Aaron.
"Anda berhak didampingi oleh pengacara."
*****
Dengan didampingi oleh 2 orang polisi, Aaron menghadiri pemakaman istri dan anaknya. Sungguh, ini pukulan yang sangat berat bagi Aaron.
Kedua tangan yang diborgol menjadi santapan pemandangan bagi para tamu yang hadir. Mereka bergunjing tentang kematian keluarganya. Ingin sekali Aaron berteriak pada mereka bahkan pada dunia bahwa ia tidak melakukannya. Namun, semua bukti bukti mengarah kepadanya.
Sahabat sekaligus atasannya di tempat konstruksi, Peter Harada, turut hadir dalam prosesi pemakaman tersebut. Ia ingin menghampiri Aaron, tapi dengan pengawalan polisi, rasanya tidak mungkin.
Aaron tidak bisa berlama lama disana karena ia memang bukan orang bebas saat ini. Sebelum prosesi pemakaman selesai, kedua polisi yang mengawal Aaron membawanya kembali ke kantor polisi, untuk menunggu proses penyelidikan.
Aaron menghempaskan tubuhnya ke lantai yang dingin di dalam sel di kantor polisi tersebut. Dalam satu sel itu ada beberapa orang bersamanya. Mereka ditahan karena kasus pencurian, pemukulan, bahkan narkoba.
Pikiran Aaron berkelana kemana mana, mulai dari siapa yang membunuh keluarganya, hingga ia berpikir berencana untuk kabur dari sana jika ada kesempatan.
Ia berencana kabur bukan karena ia ingin bebas, tapi karena ia memang tidak bersalah dan ingin mencari pelaku pembunuhan yang sebenarnya. Ia mengepalkan tangannya hingga buku buku jarinya memutih. Amarah, kekesalan dan demdam kini sudah memenuhi hatinya.
*****
"Peter, tolong aku," ucap Aaron memohon.
Peter mengunjunginya di kantor polisi. Memang sampai pengadilan memutuskan hukuman untuknya, sementara ia ditempatkan di sana.
"Aku ingin menolongmu, tapi apa yang bisa aku lakukan?"
"Aku juga tidak tahu, tapi aku merasa ada kejanggalan."
"Maksudmu?"
"Polisi tiba tiba datang, padahal aku belum menelepon dan itu belum sampai 10 menit setelah aku tiba di rumah."
"Aku akan mencari seorang pengacara untuk membantumu melewati kasus ini."
"Terima kasih, Peter."
"It's okay. Kamu temanku, sudah seharusnya aku membantumu."
Setelah itu, Aaron menceritakan kejadian yang menimpanya hari itu, mulai dari saat ia pulang bekerja.
Peter mendengarkan dengan seksama, mencoba membantu Aaron dengan pemikiran pemikirannya.
*****
Aaron dibawa masuk ke dalam suatu ruangan, ya pengadilan. Kedua tangannya diborgol. Ia masuk ke dalam ruangan tersebut, dan setiap mata melihatnya dengan pandangan yang sinis.
Peter pun hadir disana, memberikan dirinya dukungan untuk melewati ini semua. Kini Aaron duduk di samping pengacaranya, Elbert. Ia masih muda, tapi pemikirannya luar biasa.
Hari ini para hakim akan mendengarkan penjelasan dari jaksa penuntut. Jaksa menceritakan kejadian yang terjadi malam itu, menurut verainya sendiri.
Ingin sekali Aaron membantahnya, tapi Elbert menahan tangannya. Elbert mengerti perasaan Aaron, dan ia meminta Aaron agar tenang karena jika Aaron membuat keributan, sidang kali ini justru akan semakin memberatkan Aaron.
Kini, Aaron duduk di sebuah kursi di hadapan para hakim. Ia diminta untuk menceritakan kejadian malam itu.
"Hari itu, saya harus bekerja lembur di tempat kerja. Sekitar jam 8 saya pulang, tapi di tengah jalan, saya melihat seorang wanita sedang mengejar seorang pencopet. Lalu, saya membantu menangkap pencopet itu."
"Keberatan Yang Mulia. Saat kami mengecek CCTV di jalan yang dilalui terdakwa untuk pulang, kami melihat bahwa memang ada seorang wanita dan seorang laki laki sedang berkejaran.
Mereka adalah sepasang kekasih yang sedang bertengkar. Saat sang lelaki berlari, tak sengaja tas wanita itu terbawa, sehingga si wanita ikut mengejarnya."
"Tapi Yang Mulia, aku ... ," ucap Aaron terpotong.
"Lanjutkan."
"Seharusnya saya sampai di rumah sekitar pukul 9, tapi karena terlibat perkelahian, akhirnya saya terlambat sekitar 30 menit. Saat saya sampai di rumah .... ," Aaron terdiam, ia kembali teringat bagaimana kondisi istri dan anaknya saat ia melihat mereka, ia tak mampu menahan perasaannya, sehingga ada buliran air jatuh di sudut matanya.
Aaron tidak mampu melanjutkan perkataannya, ia hanya menunduk. Kegeraman kembali merasuk ke dalam dirinya.
"Aku bukan seorang pembunuh!" pekiknya.
"Tenang dulu Tuan Aaron," ucap Sang Hakim.
Aaron yang tadinya berdiri akhirnya kembali duduk dan Jaksa Penuntut kembali mengajukan pertanyaan.
"Apakah pistol ini adalah milikmu?" tanya Sang Jaksa sambil memperlihatkan sebuah kantong transparan dengan sebuah pistol berwarna hitam di dalamnya.
"Tentu saja bukan. Sudah kukatakan bahwa aku bukan seorang pembunuh," ujar Aaron.
"Sidik jarimu ditemukan pada senjata ini. Senjata yang menjadi alat pembunuh istri dan anakmu."
"Apa aku sudah gila membunuh istri dan anakku sendiri?"
"Kami tidak tahu. Nanti para saksi yang akan menjelaskan." ucap sang jaksa penuntut
"Saksi?" tanya Aaron keheranan, karena saat kejadian dia hanya seorang diri.
Setelah jaksa penuntut umum dan Elbert, sang pengacara, mengajukan beberapa pertanyaan pada Aaron, sidang diistirahatkan selama 30 menit. Aaron kembali dibawa ke suatu ruangan, ditemani oleh pengacaranya.
"Aku tak mengerti, siapa saksi yang mereka maksudkan," ujar Aaron.
"Aku juga belum tahu. Kalau dari pihak kita, hanya Peter lah yang menjadi saksi."
"Aku semakin tidak mengerti."
Elbert menemani Aaron sampai tiba waktu istirahat selesai. Kini mereka harus kembalu masuk ke dalam ruang sidang.
Kali ini adalah giliran para saksi. Peter menjadi saksi pertama yang maju. Ia menjelaskan pada hakim dan seluruh yang hadir bahwa memang benar Aaron bekerja di proyek konstruksi yang ia awasi. Ia juga membuktikan dengan membawa absen yang diisi oleh Aaron di hari kejadian. Selain itu, bukti CCTV di proyek juga membuktikan kepulangan Aaron di jam yang sesuai dengan kesaksiannya.
Setelah itu, giliran saksi saksi dari pihak jaksa penuntut. Saksi pertama adalah pria dan wanita yang ada di jalanan dan terlibat perkelahian dengannya.
"Bukan, dia bukan pencopet. Dia adalah kekasih saya. Kami hanya sedang bermain kejar kejaran. Tapi ntah mengapa tiba tiba laki laki disana langsung menghajar kekasih saya."
Deghhh .....
Jantung Aaron serasa mau lepas mendengarnya. Kesaksian mereka bukan meringankannya, malah justru memberatkannya.
"Anda bisa dengan Yang mulia, bahwa Tuan Aaron memiliki perangai yang cukup keras. Ia bisa memukul seseorang tanpa bertanya. Kiranya itu bisa menjadi salah satu pertimbangan bagi Yang Mulia."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Ita rahmawati
berarti ini udh direncanakan,,jgn² org terdekat aaron nih pelakunya
2024-05-28
0
Lezhin Zee
Jgn smpe lolos ni saksi
2023-03-24
2
Mr.VANO
mampir di novelmu thor,,,,sepertiny bagus cerita ny,,,,ak nyesak dg kasus Aaron yg di pitna
2023-03-13
0