CERITA FARIZ

"Hai Stev.. sendirian aja, mana Ghea?" Tanya Fariz yang menghampiri Stevi yang sedang duduk dibangku kantin seorang diri.

"Hai juga Riz, Nanyain yang gak ada, kali-kali dong nanyain yang ada, gue gitu." Jawab Stevi mengkode dirinya.

Fariz tertawa, "Ahahaha lo itu sebelas dua belas sama Ghea, gue inget banget dulu Ghea juga sering mengkode mirip begitu ke Tristan." Jawab Fariz.

Fadhil yang baru tiba dikantin pun melihat kearah Fariz dan Stevi, dirinya mencari sosok Ghea namun tidak ada disana. Fadhil berinisiatif mencari tempat duduk dekat dengan temannya Ghea, mungkin bisa mencari informasi seperti apa Ghea sebenarnya.

"Oh ya? Tristan tuh siapa Riz? Mantannya Ghea?" Tanya Stevi dengan bingung.

Fariz menghela nafas. "Lo suka denger kalo Ghea lagi cerita soal cowok yang namanya Titan Titan itu?"

Stevi mengangguk, "Iya, walaupun gak sering."

"Titan itu Tristan. Buat Ghea Tristan itu Malaikat penolong hidupnya, mungkin cinta pertamanya yang tak terbalas. Bukan karna Tristan juga gak cinta sama Ghea, mereka tuh saling Cinta, tapi mereka beda keyakinan, beda agama, iman mereka berbeda Stev."

Fadhil yang mendengar atau tepatnya menguping cerita Fariz semakin tertarik mendengarkan lebih dalam lagi.

"Terus-terus Riz?" Tanya Stevi mendalam.

"Lo jangan bilang siapa-siapa ya, ini rahasia." Ucap Fariz sambil memberikan jari kelingkingnya kepada Stevi.

Stevi mentautkan jari kelingkingnya ke kelingking Fariz dan mengangguk.

"Ghea tuh dikeluarganya udah kaya anak yang gak dianggap Stev." fariz menghela nafas kembali kemudian mulai bercerita lagi.

"Gue juga gak tau percis ya Stev, Ghea gak pernah cerita soal keluarganya sama gue, tapi Tristan sebelum berangkat keluar Negri, dia cerita banyak sama gue soal kekhawatiran dia ke Ghea, makanya itu gue mutusin kuliah disini buat jagain Ghea demi Tristan sahabat gue."

"Jadi lo mata-mata dong?" Tanya Stevi.

"Bukan mata-mata juga Stev, gue cuma jagain Ghea. Mastiin hari-hari Ghea bahagia. Ngelindungin Ghea kaya dari gangguan si Algi" Jawab Fariz meyakinkan.

"Terus, keluarganya emang kaya gimana?"

"Keluarganya Ghea itu tajir melintir lah ya, Bokapnya punya perusahaan, Kakaknya yang pertama cowok dia sekarang CEO diperusahaan bokapnya, kakaknya yang kedua cewek, dia seorang model, dan Nyokapnya yang manajerin langsung Kakaknya."

Fariz meminum air mineral yang ada dibotolnya sebelum melanjutkan cerita.

"Tapi Ghea dirumahnya kaya gak dianggap, salah dikit main tampar, udah gitu parahnya nyokapnya tuh sering banget maki-maki Ghea, padahal Ghea anak pintar berprestasi, tapi gak bisa buat bikin orang tua nya bangga, selama disekolah dulu, Ghea tuh slalu juara olimpiade sains, pinter banget itu anak, bahkan dulu disekolah dia masuk juara umum. Kakaknya yang model juga benci banget sama Ghea, sering bully Ghea kalo lagi sama-sama dirumah. Ghea tuh udah kaya apa ya dirumahnya, bahkan dia gak pernah beli barang-barang yang layak, smua barang-barangnya slalu lungsuran atau lebih kasarnya disebut barang bekas dari kakaknya. Kalaupun pakai yang baru, itu nyokapnya Tristan yang suka beliin karna keluarganya Tristan sayang banget sama Ghea."

"Hah?? gila ini sih Riz.. Ghea tuh anak mereka atau anak pungut sih?" Stevi mulai geram mendengar cerita Fariz.

"Slama pembagian rapot disekolah dulu, Orang tua Ghea tuh gak pernah datang kesekolah, untungnya nyokapnya Tristan mau ngewakilin jadi orangtuanya. Bahkan sampai kelulusan Ghea pun orang tua kandungnya gak ada batang hidungnya disekolah."

"Gila ini sih Riz, Ghea menderita banget. Pasti berat hari-harinya."

Fariz mengangguk, "Lo bener. Hari-hari Ghea tuh berat banget. Untungnya ada Tristan yang slalu nemenin, waktu Ghea ditampar sampai bengkak, dimaki-maki sama nyokapnya sendiri, cuma Tristan yang setia ngobatin dan nemenin Ghea Stev."

Stevi masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya, "Semenderita itukah Ghea Riz?" lirih Stevi.

Fariz mengangguk, "Ghea yang slalu ceria bareng kita, itu bukan Ghea yang sebenarnya Stev, dia slalu menyembunyikan segala kesedihannya, cuma ke Tristan aja dia terbuka."

"Terus kenapa Tristan ninggalin Ghea Riz?" Tanya Stevi.

Pertanyaan Stevi inipun membuat Fadhil semakin tertarik medengarkannya.

"Karna terpaksa, Tristan gak bisa ngegantung hubungannya dengan Ghea terus, mereka saling tau Stev, kalau mereka sampai kapanpun tidak akan bisa bersama karna beda Agama. Mereka saling tersakiti oleh takdir mereka, tapi hebatnya mereka berpisah dengan baik-baik, Ghea nelepas Tristan dengan ikhlas dan Tristan melepas Ghea dengan tulus."

"Cinta beda agama memang menyakitkan ya Riz, LDR paling jauh itu Riz, dekat tapi tapi tidak bisa saling memiliki, tidak mau mengkhianati keyakinannya masing-masing dan tetap yakin pada keimanannya masing masing.

"Lo tepat Stev, seperti itulah kisahnya Ghea dan Tristan." Jawab Fariz.

"Huffttt cape banget." Tiba-tiba Ghea mendaratkan bokongnya untuk duduk disebelah Stevi.

"Beres Ghe?" Tanya Stevi.

Ghea mengangguk.

"Lo mau makan Ghe?" Tanya Stevi lagi.

"Engga Stev, gue lagi gak nafsu makan nih." Jawab Ghea.

"Lo kurusan Ghe, kalo Tristan pulang lihat lo kurusan nanti bisa marah." sahut Fariz.

"Ya Titan gak akan tau Riz, komunikasian sama gue aja engga gimana mau tau." Jawab Ghea.

"Bisa tau kalo Fariz yang kasih tau kan Ghe." sahut Stevi.

"Jangan kasih tau Titan ya Riz, biar Titan tau yang seneng-seneng aja soal gue."

Fariz dan Stevi saling pandang kemudian menatap Ghea yang menundukan kepalanya diatas meja.

Fadhil memutuskan untuk pergi dari kantin menuju ruangan dosen, sepanjang langkahnya terus memikirkan cerita dari Fariz.

"Cewek seperti apa yang bakal gue nikahin? keluarga macam apa yang nanti jadi keluarga gue. Ya Allah kasihlah petunjuk pada hambamu ini." Batin Fadhil.