Lian kembali ke kamar hotel dan melihat Boy juga Patrick
sudah selesai membahas tentang misi mereka. Lian ikut duduk bergabung dengan
mereka.
“Apa sudah selesai?” Tanya Lian.
“Sudah, Ma. Paman Patrick ternyata orang yang sangat
menyenangkan.” Ucap Boy.
Lian hanya mengulas senyumnya.
“Mama dari mana saja?”
“Mama hanya berkeliling hotel. Sedang diadakan seminar di ballroom
lantai bawah.”
Lian memperhatikan Patrick yang terlihat canggung dengan
kebersamaan mereka. Lian sudah sering mendengar tentang Patrick, tapi ia belum
pernah bertemu dengan sosok itu.
“Apa tuan sudah lama tinggal di Indonesia?” Tanya Lian untuk
memecah keheningan karena Boy sibuk dengan tablet pintarnya.
“Ya lumayan, sekitar dua tahun.” Jawab Patrick.
“Jadi, tuan adalah warga Negara asing disini?”
“Tolong jangan memanggilku tuan. Panggil saja Patrick atau Pat.”
“Maaf. Aku hanya berusaha bersikap sopan saja.”
“Tidak apa. Sebaiknya kau jangan merasa sungkan. Karena mulai
sekarang, putramu bekerja denganku dan dalam pengawasanku.”
Lian mengangguk paham. “Apa kau sudah menikah?”
Entah kenapa pertanyaan Lian membuat semburat kesedihan di
mata Patrick.
“Maaf, aku tidak bermaksud untuk … “
“Tidak apa. Itu adalah pertanyaan umum. Kau pasti ingin tahu
seperti apa kehidupan seorang agen FBI. Apakah boleh menikah, atau harus terus
melajang. Itu adalah hal normal.”
Lian tertawa kecil. “Ya. Karena aku adalah orang awam dalam
hal seperti ini. Jadi, kupikir aku ingin mengetahui lebih banyak tentang
pekerjaan yang akan dilakukan oleh putraku.”
“Kau tenang saja. Putramu tidak melakukan pekerjaan yang
berbahaya. Kau sendiri tahu jika putramu sangat berbakat sebagai dokter forensic
kecil. Dan itu sungguh mengagumkan.”
“Lalu, apa misinya kali ini? Tuan Conrad Webster tidak
mengatakan lebih detil padaku.”
Satu bulan sebelum pindah, Lian dihubungi oleh pimpinan FBI
di Washington jika putranya menerima sebuah misi rahasia. Conrad ingin bicara
langsung dengan Boy. Dan entah apa yang mereka bicarakan, Lian sama sekali
tidak mengetahuinya.
Tanpa meminta persetujuan darinya, Boy menerima tawaran
Conrad untuk bertugas di Negara asal Lian, Indonesia. Sebenarnya Lian masih
enggan kembali ke Negaranya, mengingat kesakitan yang pernah dialaminya
beberapa tahun lalu. Ditambah ketakutannya akan orang-orang yang dulu pernah
mengejarnya. Ia takut jika hingga sekarang orang-orang itu masih mengejarnya.
“Nona…” panggil Patrick yang melihat Lian melamun.
“Eh?”
“Ini sudah waktunya jam makan malam. Bagaimana kalau aku
mengundang kalian untuk makan malam sebelum kuantar kalian pulang.” Tawar Patrick.
Lian menoleh kearah Boy seraya meminta persetujuan.
“Baik, Paman. Aku dan Mama akan menerima ajakan Paman.”
Patrick tersenyum, kemudian ia membawa Boy dalam
gendongannya. Lian hanya memperhatikan tubuh besar yang menggendong Boy dari
belakang. Tubuh besar dan berotot itu memang sangat cocok sebagai tubuh dari
seorang agen rahasia. Ditambah dengan ketampanan wajahnya yang bernuansa barat
dengan mata birunya. Menambah kesan plus bagi seorang Patrick Hensen.
Wajah Lian berubah sedih melihat kedekatan Boy dengan
Patrick. Sungguh selama ini ia tak pernah memberikan sosok ayah untuk Boy. Di usia
Boy yang hampir tujuh tahun, bahkan ia tak pernah bertanya dimana sosok sang
ayah. Kadang Lian merasa sedih dengan kondisi itu. tapi ia tetap berusaha tegar
untuk Boy.
Tak lama setelah keluar dari lift, mereka menuju sebuah
resto di hotel tersebut. Patrick menyapa seseorang yang di yakini sebagai
manajer restoran. Orang itu menunjuk sebuah meja kosong untuk ditempati
Patrick, Lian dan Boy. Kini mereka tampak seperti keluarga kecil yang bahagia.
Lian duduk dikursi dan memperhatikan sekitar. Lian mengagumi
tempat ini.
“Resto ini dinilai terbaik di kota ini.” ucap Patrick.
Lian hanya mengangguk. “Aku belum pernah datang kemari.” Ucap
Lian jujur.
“Itu justru sebuah keberuntungan untukku.” Patrick tertawa
renyah, begitu juga dengan Lian.
“Umm, maaf. Aku ingin ke toilet dulu.” Pamit Lian.
“Kau lurus saja lalu belok kekiri.” Jelas Patrick.
Lian mengangguk paham. Ia segera beranjak dari kursinya.
Sementara Boy, ia memperhatikan sekumpulan orang-orang yang
agak jauh dari meja mereka. Ada seorang pria yang menyita perhatiannya. Ia merasa
pernah melihat sosok pria itu.
“Paman…” Panggil Boy.
“Iya.”
“Apa paman tahu siapa pria yang ada disana?” Tanya Boy
dengan menunjuk satu pria tampan berwajah bule memakai setelan jas berwarna
navy.
“Hah?” Patrick sedikit terkejut. Namun tak lama wajahnya
kembali datar.
“Ada apa, Boy?”
“Tidak ada. Sepertinya dia pria yang hebat. Buktinya banyak
orang-orang yang menjabat tangannya.”
“Dia adalah Vincent Roy Avicenna. Pewaris Avicenna Group
yang terkenal itu. Kau pernah mendengar tentang Avicenna Group?”
“Iya. Aku pernah mendengarnya. Baru-baru ini anak cabangnya
yang bergerak di bidang IT meluncurkan program software baru. Dan paman tahu, ternyata
aku juga bisa membuatnya.”
“Eh?”
“Jika paman ingin tahu, aku akan menunjukkannya pada paman.”
“Hmm, baiklah. Besok saat membahas soal misimu, Paman ingin
melihat software buatanmu itu.”
Sepuluh menit kemudian, pesanan mereka telah terhidang di
atas meja. Boy makan dengan lahap. Dengan kegiatannya yang banyak menguras
otak, tentu saja ia harus mendapat asupan gizi yang baik. Lian tersenyum
melihat putranya yang makan dengan lahap.
Sayup-sayup terdengar suara tawa menggelegar dari meja samping
mereka. Lian menoleh kearah seorang pria yang sedang tertawa. Lian membulatkan
matanya.
“Dia ‘kan … pria yang tadi kutabrak.” Batin Lian.
Lian memperhatikan dengan seksama pria tampan yang penuh
dengan karisma.
“Astaga! Ternyata dia bisa juga tersenyum. Kupikir dia pria
yang sangat dingin. Bahkan tadi dia sama sekali tidak merespon saat aku
menabraknya.” Batin Lian lagi.
Boy melirik Lian yang masih menatap Roy dengan tatapan penuh
kekaguman. Boy tersenyum penuh arti.
“Ya ampun, Lian! Ingat! Kau sudah punya anak. Jangan berpikir
macam-macam apalagi mengharapkan cinta seorang pria. Kau harus hidup untuk
anakmu. Ingat itu, Lian!” Lagi-lagi Lian bermonolog dalam hati.
Usai makan malam, Patrick menawarkan diri untuk mengantar Boy
dan Lian kembali ke apartemen Riana. Mereka berjalan bertiga menuju lobi hotel.
Namun tiba-tiba Lian berseru jika ia tak menemukan ponselnya di tas.
“Sepertinya tertinggal di meja resto. Mama akan mengambilnya
dulu. Kau dan Paman Patrick tunggu di dalam mobil saja ya.” Lian segera berlari
meninggalkan Boy dan Patrick. Ia berharap semoga saja ponselnya masih ada di
meja.
Lian memasuki area resto dan segera berjalan cepat menuju
mejanya tadi. Lian tidak melihat ada benda tertinggal disana.
“Kenapa tidak ada? Atau mungkin jatuh di bawah meja?” Lian
berjongkok dan menajamkan penglihatannya untuk mencari benda pipih itu, namun
masih belum dia temukan.
“Apa kau mencari ini, Nona?” sebuah suara berat terdengar di
telinga Lian dan membuatnya mendongakkan kepala.
“Hah?!” Liat terkejut karena itu adalah suara dari pria yang
sempat ia kagumi tadi. Pria itu mengulurkan tangannya untuk membantu Lian
berdiri.
Lian memandangi tangan besar pria itu kemudian menerima
uluran tangan itu. Entah kenapa degup jantungnya tak beraturan saat berhadapan
dengan pria tampan seperti ini.
“Te-terima kasih,” ucap Lian gugup. Lian memang tidak pernah
dekat dengan pria manapun sejak kejadian yang pernah menimpanya dulu.
Pria itu memberikan ponsel Lian yang ada ditangannya. “Lain
kali kau harus lebih hati-hati. Jangan ceroboh!” ucap pria itu kemudian berlalu
dari hadapan Lian.
Lian menggeleng pelan dan mengelus dadanya yang sempat
berdebar. “Astaga! Ternyata dia pria yang sangat menyebalkan!”
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Sri Puji
Slm othor 🙏🙏 aq pmbca bru di sini, krn hbis bca ulang si genius aji, bru ingat ini 😄 😀 dulu mau bca lupa
2024-04-14
1
Your name
Takdir mempertemukan mereka kembali
2022-01-18
2
Your name
Wawasannya ya ampun...
2022-01-18
2