-Tujuh Tahun Kemudian-
Lian menginjakkan kakinya kembali di kota ini setelah menghilang selama bertahun-tahun bersama dengan seorang putra yang ia beri nama, Boy. Entah kenapa ia memilih nama itu.
Lian mengedarkan pandangan mencari keberadaan seseorang yang akan menjemputnya. Kota ini sudah banyak berubah. Tentu saja. Bahkan Lian pun sudah berubah. Ia datang bersama putranya mengemban sebuah misi.
"Lian!!!" sebuah suara mengejutkan Lian. Ia menoleh.
"Riana!!!" seru Lian tak kalah heboh.
Mereka saling berpelukan. Kerinduan sosok sahabat yang sudah lama tak ditemuinya.
"Aku sangat merindukanmu, Lian..."
"Aku juga..." Dua wanita ini larut dalam kegembiraan dan melupaka sesuatu.
"Apa kalian akan terus berpelukan begitu?" suara dingin dari seorang anak kecil yang sangat tampan.
"Maaf, sayang. Mama tidak sengaja mengabaikanmu."
"Siapa wanita ini, Ma?"
"Astaga, Lian! Putramu benar-benar menggemaskan!" Riana mencubit pelan pipi gembul Boy.
"Hei, Bibi. Kau sungguh tidak sopan!" sungut Boy.
Riana terkekeh geli melihat sikap Boy. Itu mengingatkannya dengan seseorang.
"Hmm, melihatmu membuatku mengingat tentang seseorang. tapi siapa ya?" Riana mengetukkan jari ke dagunya.
"Sudahlah, aku sangat lelah. Bisakah kita pulang?" pinta Lian.
...***...
Mereka bertiga tiba di apartemen milik Riana. Bukan sebuah apartemen mewah milik seorang dokter, melainkan apartemen biasa yang pastinya nyaman untuk ditinggali.
"Maaf ya, apartemenku tidak sebagus tempat tinggalmu di luar negeri." sesal Riana.
"Tidak apa, Ri. Aku senang kau mau menampungku dan juga putraku. Terima kasih banyak, Ri."
"Jangan sungkan. Kau adalah temanku dan akan selalu begitu. Oh ya, akan kutunjukkan kamar kalian."
Lian dan Boy tinggal satu kamar. Ya, mereka hanya menumpang disini. Dan kembalinya Lian juga karena ada pekerjaan yang harus dilakukan Boy.
Selama tinggal di Amerika, Boy sering membantu tugas organisasi bergengsi FBI. Boy memiliki kecerdasan otak diatas rata-rata anak seusianya. Ia berhasil memecahkan beberapa kasus pembunuhan yang ditangani FBI. Analisanya hampir mirip dengan keahlian seorang dokter forensik.
Lian sendiri masih belum mengerti dari mana Boy bisa mendapatkan bakat itu. Lian sendiri belum tahu misi apa yang akan dilakukan Boy di negara ini. Entah menyangkut perorangan atau sesuatu yang lebih besar dari itu.
Untuk itu hari ini, Lian dan Boy memiliki janji temu dengan salah seorang agen FBI yang akan bekerja bersama Boy di sebuah kamar hotel yang cukup terkenal, Royale Hotel. Lian dan Boy sedang menunggu kedatangan agen FBI tersebut. Hingga akhirnya sebuah bel menginterupsi mereka berdua.
Lian menuju pintu dan membukanya setelah memastikan jika orang yang datang adalah tamu Boy.
"Silahkan masuk! Putra saya sudah menunggu Anda, Tuan." ucap Lian.
Pria itu langsung melewati tubuh Lian dan menghampiri Boy yang duduk santai di sofa.
"Halo, apa kabar?" sapa seorang pria yang kira-kira berusia 30 tahunan itu kepada Boy.
"Halo, juga. Tuan pasti adalah... Patrick Hensen, benar?" balas Boy.
Lian mengerutkan dahinya. Terkadang ia tidak tahu bagaimana bisa putranya yang berusia 6 tahun bersikap layaknya pria dewasa.
"Jangan memanggilku tuan, panggil saja Patrick atau Pat." Pria itu kemudian duduk berhadapan dengan Boy.
"Baiklah, Paman Pat. Namaku Boy." Boy mengulurkan tangannya lebih dulu.
Patrick menyambut uluran tangan mungil Boy. "Senang bekerja bersamamu, Nak. Aku sudah banyak mendengar tentangmu."
"Terima kasih, Paman. Tapi seperti yang paman lihat. Aku hanyalah seorang anak kecil biasa." jawab Boy santai yang membuat Patrick terkekeh.
Dan ketika pembicaraan soal misi sedang berlangsung, Lian memutuskan untuk keluar dari kamar hotel dan berkeliling. Lian menuju ballroom lantai bawah.
Lian melihat ada banyak orang berkumpul disana. Lian bertanya pada salah seorang petugas cleaning service.
"Pak, ada keramaian apa disana?" tanya Lian penasaran.
"Itu, Nona, ada sebuah seminar disana. Seorang dokter terkenal dari rumah sakit Avicenna sebagai pembicaranya." jawab pria itu.
"Oh, begitu."
Lian tak bertanya lagi dan segera berlalu. Lian melihat sebuah papan banner yang cukup besar terpampang di ruang lobi hotel.
"Dokter Vincent Roy Avicenna?" Gumam Lian membaca nama yang tertera di banner.
Lian berjalan kembali dan akan menuju pintu lift, namun secara tak sengaja ia bertabrakan dengan seorang pria berpakaian rapi dengan setelan jas berwarna navy.
"Maaf." ucap Lian.
Pria itu hanya mengangkat satu tangannya seolah memberi tanda jika ia baik-baik saja. Kemudian ia melanjutkan langkahnya memasuki pintu ballroom.
Lian berdecak kesal. "Dasar pria aneh! Apa susahnya dia juga mengucap maaf."
Lian menekan tombol lift dan pintu lift pun terbuka. Lian memasuki lift dengan masih menggerutu.
Sementara itu, pria yang bersinggungan dengan Lian kini mengerutkan dahi. Ia seakan mengenal wanita yang baru saja bertabrakan dengannya.
"Ada apa, Tuan?" tanya Benjamin.
"Tidak apa. Mungkin hanya perasaanku saja." gumam pria yang tak lain adalah Roy.
#bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Your name
Jadi pengen tau reaksi Ayah boy ketika melihat anaknya bersikap layaknya seorang dewasa. Pasti kaget tuh.
Gara-gara tabrakan aku mala jadi penasaran sama kelanjutannya.
2022-01-10
2
Amrih Ledjaringtyas
boykan super...punya pengawal&bodyguardkan...klo blm aku mau daftar 🤣🤣
2022-01-05
1
Your name
Saking banget perlunya tuh kayaknya
2022-01-03
1