EPS 05 GUNUNG EMAS
Di ruang kantor Presiden Direktur PT Megapolitan Intercorp, Pramono sedang mengikuti teleconference antara big bosnya Subrata dengan para CEO dan Eksekutif perusahaan rekanan baru langsung dari San Fransisco, Amerika Serikat. Hm, Subrata memang seorang orator ulung, begitu karismatik dan berwibawa. Setiap kata-katanya seperti magnit yang menarik uang jutaan dolar untuk dialirkan ke perusahaan-perusahaannya. Termasuk Megapolitan City.
Mendadak ponselnya bergetar. Pramono melihatnya sekejap.
Drrrt…Drrrtt…
Marcon Allpanigard, CEO muda pemilik Mexican Medcom Vision, perusahaan besar yang bergerak di bidang media telekomunikasi yang menguasai wilayah Amerika Utara dan Amerika Selatan. Walapun wajahnya kelihatan culun dan innocent, tapi Marcon di kenal sebagai pebisnis ulung yang sangat licin sekaligus licik. Dia bisa menggunakan segala cara untuk menguasai perusahaan-perusahaan besar. Dan tentu saja perusahan Subrata’s Holding Company adalah kue besar yang menarik hatinya.
‘Damn! Dasar dull boy, mau apa bocah ini telpon pada jam sibuk?” batinnya kesal.
Pramono mengangkatnya di bawah meja. Dia tidak berani menerima telepon saat big bosnya Subrata, sedang berbicara.
“Hello, Mr. Pramono. How’s life?”
“Hi, Marcon. Everything is okay. Wait a minute please. I will call you later.”
Pramono mematikan ponselnya, lalu perhatiannya kembali menyimak tausiyah dari sang big bos yang terlihat begitu semangat berbicara di atas podium. Begitu selesai berbicara terlihat para CEO peserta teleconference serentak berdiri sambil bertepuk tangan. Mereka begitu mengagumi orasi dari salah satu orang terkaya di dunia itu.
Setelah itu satu persatu para CEO memberikan tanggapannya. Semua orang merasa yakin akan prospek proyek investasi yang ditawarkan Subrata, termasuk megaproyek Megapolitan City yang ada di Indonesia. Beberapa Sultan dan Kaisar dari negara-negara kerajaan bahkan memborong beberapa property yang ditawarkan. Mereka sudah lama menjalin kemitraan dengan Subrata, dan selama ini selalu menguntungkan.
Drrrtt..Drrtt…
Ponselnya bergetar kembali. Pramono mendengus kesal. Rupanya Macron bukan orang yang suka menunggu. Baginya time is gold not just money. Waktu adalah emas. bukan sekedar duit. Pramono tersenyum sinis. Dia langsung mematikan telponnya. Rupanya bocah itu belum tahu sedang berhadapan dengan siapa.
Sesungguhnya Pramono adalah bos dunia hitam. Dialah yang selama ini mengendalikan bisnis illegal dibalik nama besar Subrata. Dari bisnis jual beli senjata ilegal, jasa keamanan dan tentara bayaran, bahkan bisnis pertambangan di negara-negara miskin yang para pemimpinnya bisa dipengaruhi dengan dolar. Di negara-negara seperti itu, justru para pengusahalah yang memegang kekuasaan.
***
Waktu menunjukkan jam 12 malam. Teleconference baru saja usai. Di dalam ruang kerjanya yang besar dan mewah,Pramono duduk di atas singgasananya. Dia menghubungi kembali nomor ponselnya Macron. Dia yakin bocah kecil yang sok pintar itu pasti sedang marah-marah tak karuan. Jarang ada pengusaha yang berani mengabaikan CEO muda yang terkenal kejam dan sadis itu. Dia tak segan menghabisi perusahaan yang tak disukainya sampai ke akar-akarnya.
“Good morning, Marcon. How’s life?”
Beberapa saat tidak terdengar jawaban. Hanya suara dengusan dan sumpah serapah dari mulut Marcon yang sayup terdengar. Pramono hanya tersenyum sambil diam menunggu.
“Good morning Pramono. I’m not feeling good very much.”
“Oh, I’m sorry to hear that,” senyum Pramono semakin lebar. “So. what do you want?”
Marcon menarik nafas panjang, berusaha meredam kekesalannya. Dia sudah mempelajari profil Pramono luar dalam. Dan dia tahu bagaimana dia harus bersikap menghadapinya. Tidak boleh memakai emosi berlebihan. Karena Pramono bukan orang yang mudah di tekan apalagi diancam. Karena itu dia harus menggunakan strategi wajah culunnya untuk mengelabui lawan.
‘Nanti akan terlihat siapa cicak dan siapa buayanya, hehehe…’ batin Marcon.
“Halo Marcon. Kok malah melamun? Masih belum menemukan kata yang tepat untuk menyampaikan maksud hatimu?”
“Mister Pramono. Tentu saja aku harus berhati-hati berbicara denganmu. Kau adalah sosok di balik semua kesuksesan Subrata. Sudah lama aku mengidolakan anda.”
Pramono mengernyitkan keningnya, heran dengan perubahan sikap bocah nakal ini. Tapi dia tak mempedulikannya. Pengalaman telah mengajarkan untuk lebih berhati-hati saat berada di dalam air yang tenang. Karena kalau kita terlena, dia akan menghanyutkanmu dan bisa menjadi penyebab hilangnya nafasmu.
“Baik. Terimakasih.”
“Begini Mister Pramono, langsung saja ke permasalahannya. Aku tertarik dengan proyek Megapolitanmu dan berniat berinvestasi di sana.”
Pramono terdiam sambil menganalisis setiap kata-kata Marcon.
“Aku akan membeli setiap lembar saham milik Megapolitan,” sambung Marcon lagi.
“Saham? Itu bukan urusanku. Kenapa kau tidak menghubungi pak Subrata?” sahut Pram.
Marcon malah tertawa keras.
“Tentu saja aku tidak lupa kalau perusahaan itu milik Subrata. Tapi yang menjadi raja sesungguhnya di Megapolitan adalah anda, mister Pramono.”
Pramono mulai mendeteksi arah pembicaraan Marcon.
“Aku akan membeli seluruh saham Megapolitan, tapi dengan bantuanmu.”
“Katakan dengan jelas Marcon. tidak perlu berbelit.”
Marcon terdiam beberapa saat, seperti sedang memancing rasa penasaran di hati Pramono. Lalu setelah menghela nafas panjang, dia mulai menjelaskan pada Pramono.
“Aku memiliki satelit canggih, tidak kalah canggih daripada satelitnya Subrata. Mungkin kau tidak tahu apa yang sebenarnya sedang diincar big bosmu Subrata di Megapolitan. Tapi aku mengetahuinya. Karena aku tahu apa yang kamu tidak tahu.”
Pramono perlahan terpancing ke dalam permainan kata Marcon. Nampak wajahnya mulai kesal. Memangnya apa yang tidak diketahuinya dari pak Subrata? Dia adalah orang kepercayaan Subrata di Megapolitan. Bahkan dia yang sering menyembunyikan sesuatu dari big bosnya itu. Subrata tidak mengetahui semua yang dia tahu.
“Katakan saja Marcon, apa yang aku tidak tahu dari yang kamu tahu?” ujar Pramono.
Marcon tertawa sekali lagi.
“Hahaha, kau betul-betul boneka yang mudah dipermainkan Pramono. Kau dan Megapolitanmu hanyalah bagian dari permainan besar yang sedang dilakukan Subrata.”
Pramono menatap wajah Macron dengan wajah datar. Terlihat dia tidak terpengaruh dengan provokasi Marcon.
“Aku sama sekali tidak tertarik dengan tawaranmu Marcon,” kata Pramono lugas.
“Hm, apakah kau juga tidak tertarik dengan emas?”
Pramono masih bersikap biasa saja, tidak menunjukkan ketertarikan.
“Bukan sekedar emas Pramono, tapi hamparan emas. Dan itu ada di bawah kakimu.”
Mata Pramono terlihat mengerjap. Dan Macron menangkapnya, dia yakin Pramono mulai mendengar kata-katanya. Terlihat dari sinar matanya yang nampak lebih hidup.
“Dan aku telah melihatnya. Melalui satelit canggih milikku yang mampu menembus lapisan terluar kulit bumi, dan mengetahui isinya. Emas itu terhampar di sepanjang perbukitan Megapolitan. Tertutup oleh lebatnya hutan yang tak terjamah selama ratusan tahun.”
“Jangan menghinaku Marcon. Aku tahu setiap jengkal tanah di Megapolitan.”
“Itu perasaanmu saja Pramono. Kau dan Megapolitan hanyalah perusahaan kamuflase. Seharusnya kau tanya alasannya, kenapa Subrata berani melakukan investasi besar-besaran membangun hunian supermewah tapi letaknya jauh di pedalaman pulau Jawa.”
“Apa alasannya?”
Marcon terdiam sejenak, lalu berkata pendek.
“Gunung Emas di bawah bukit Kethileng.”
Nada suara Macron penuh dengan penekanan. Membuat garis wajah Pramono berubah seratus delapan puluh derajat, dan keyakinannya mulai sedikit goyah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Bang Regar
👍👍👍👍
2021-12-15
1
Babang tampan
👍
2021-12-15
0
Pembual Handal
👍👍👍👍👍👍👍👍
2021-12-15
0