EPS 04 DUA IBU
FLASBACK MASIH ON.
Lanjutan kisah lima ratus tahun yang lalu…
Tusin dan Daningrum masih duduk menunggu jawaban Dewi Suryakanthi, agar mengabulkan permintaan mereka. Beberapa saat kemudian,penguasa Istana Siluman Karang Bolong itu tersenyum tipis. Jauh di alam kasat mata, terdengar suara beberapa siluman yang berteriak gaduh penuh kegembiraan, seolah sedang mempersiapkan pesta penyambutan anggota baru.
“Ya. Aku akan mengabulkan permintaan kalian. Aku akan memberikan bunga karang itu,” kata sang Dewi. “Tapi ada persyaratan yang harus kau penuhi.”
“Syarat? Syarat apa itu Dewi?” tanya Tusin.
“Kalian harus menjadi pengikutku dan hidup di istanaku,” kata sang Dewi.
Tusin dan Daningrum saling berpandangan tak mengerti. Bagaimana mereka bisa melampiaskan dendamnya, kalau mereka di kurung di alam supranatural ini?
“Tapi paduka..”
Dewi Suryakanti terkekeh lagi.
“Aku tahu kalian punya dendam dengan anak Begawan Wanayasa yang bernama Somawangi. Tapi itu bukan tugas kalian lagi sekarang.”
“Maksud paduka?”
“Itu akan menjadi tugas anak yang lahir dari rahimmu, Ken Darsih. Aku akan memberikan kekuatan Bunga Karang itu kepadanya.”
Wajah kedua pasutri itu tampak terperanjat.
“Ken Darsih? Maksudmu, anakku itu masih hidup Dewi?” tanya Daningrum.
Dewi Suryakanthi menganggukkan kepalanya.
“Dia sedang tertidur pulas di rumah Nagabadra, siluman Naga yang menghuni hutan Kecipir di perbukitan Kethileng.”
“Tertidur pulas?”
“Ya. Kebiasaan bangsa ular. Karena Ken Darsih adalah manusia setengah siluman. Dia anak dari Miryam dan ki Badranaya, atau siluman Naga jantan.”
Daningrum terkesiap. Dia teringat bagaimana Ken Darsih sangat dekat dengan ular.
“Kamu baru tahu kan kalau anakmu itu bukanlah anakmu.”
Daningrum menggelengkan kepalanya,
“Mohon ampun Dewi. Aku tahu, Panembahan Somawangi yang memindahkan janin dari perut Miryam ke dalam perutku. Tapi, Ken Darsih adalah anak yang lahir dari rahimku. Aku yang mengandungnya dan membesarkannya dengan air susuku. Bahkan Miryam tidak akan mengenalinya. Karena Ken Darsih adalah anakku.”
Dewi Suryakanti tersenyum. Betapa dalamnya ikatan antara ibu dan anak ini.
“Sebagai manusia separuh siluman, Ken Darsih memiliki kekuatan melebihi siluman itu sendiri, dan dia tidak mengenal takdir kematian. Maka aku akan memberikan kekuatan Bunga Karang ini kepadanya. Dia akan memiliki kekuatan maha dahsyat yang sanggup mengalahkan siapapun.” kata sang Dewi. “Itu kalau kalian menyetujui persyaratanku.”
Tusin mempererat pegangan tangannya, menegaskan dia siap mendampingi Daningrum dimanapun mereka berada.
“Baiklah, paduka Dewi. Hamba menyetujui persyaratanmu. Berikan kekuatan itu kepada anakku, agar dia dapat membalaskan dendam ibunya kepada Somawangi keparat itu.”
Dewi Suryakanti tersenyum. Lalu terdengar suara kereta kencana mendekati mereka. Kereta berwarna putih berhiaskan ukiran dan relief emas yang ditarik delapan ekor kuda putih.
“Ikutlah denganku.”
Dewi Suryakanthi masuk ke dalam kereta, diikuti Tusin dan Daningrum. Kereta itu berjalan lagi, menembus dinding gua dan hilang dari penglihatan mata.
***
FLASHBACK OFF.
Ken Darsih masih terpaku mendengar kata-kata yang keluar dari ibunya sendiri.
“Apa? Apa maksudnya ini?” batinnya. “Jadi Panembahan Somawangi memindahkan tubuhnya yang masih berbentuk janin dari rahim Miryam ke rahim ibunya?”
Ken Darsih belum mengalihkan pandangannya dari batu lempeng yang sudah hilang gambarnya itu. Rupanya dia masih belum percaya dengan apa yang baru saja di lihat dan di dengarnya itu. Perlahan rahangnya mengeras dan kulit wajahnya berubah menjadi ungu, pertanda gadis itu sedang berada di puncak kemarahannya. Sementara Dewi Suryakanthi hanya tersenyum melihatnya.
“Jadi aku memiliki dua orang ibu? Satu orang yang mengandung dan satu orang lagi yang melahirkan aku?” tanya Ken Darsih.
Suaranya terdengar parau. Dewi Suryakanthi menganggukkan kepalanya. Dan kemarahan Ken Darsih langsung meledak. Mendadak bibirnya terbuka, lalu dari mulutnya keluar api yang sangat besar dan beracun. Membuat air di sendang Kumitir mendidih seketika dan membunuh semua makhluk hidup di dalamnya. Semua menjadi matang dengan warna hitam karena terkontaminasi racun yang sangat mematikan.
“Aaargh!”
Terdengar teriakan kemarahan Naga yang menggema dan meggoyangkan pepohonan besar di hutan Kecipir. Matanya yang semerah darah, bersinar lalu menatap Dewi Suryakanti seperti musuh yang siap dihempasnya menjadi abu.
“Omong kosong apalagi ini hai perempuan aneh!” teriaknya. “Wush!”
Selarik sinar abu-abu tua melesat dari kedua matanya menyasar tubuh sang Dewi.
“Tap!”
Dewi Suryakanthi mengangkat tangan kananya ke depan dadanya, menangkis serangan mendadak itu. Sinar itu berbelok menghantam batu besar dan menghancurkannya.
“Bum!”
Dewi Suryakanthi masih tersenyum. Sama sekali tak terlihat bias ketakutan di wajahnya. Mungkin karena sudah biasa menghadapi kemarahan para siluman yang tampangnya jauh lebih mengerikan daripada Ken Darsih. Walaupun wajahnya telah berubah menjadi ungu, tapi aura kecantikan Ken Darsih masih jelas terlihat.
“Kau tidak mempercayai cerita yang kau dengar dari mulut ibumu sendiri, Ken Darsih?”
Ken Darsih menggeram.
“Hrr, Aku selalu percaya kepada ibuku sendiri. Aku hanya tidak percaya kepadamu!”
Tubuh Dewi Suryakanthi melayang lebih dekat ke arah Ken Darsih.
“Lalu apa yang membuatmu percaya kepadaku?”
Ken Darsih terdiam sejenak.
“Pertemukan aku dengan ibuku. Biarkan aku mendengar cerita itu langsung dari bibirnya sendiri.”
Dewi Suryakanthi mengangguk-anggukan kepalanya. Dia sudah menduganya.
“Baiklah, aku akan memenuhi keinginanmu. Sekarang masuklah ke dalam keretaku.”
Tapi Ken Darsih menolak ajakan sang Dewi. Dia tidak suka naik ke dalam kendaraan jadul yang menurutnya aneh itu.
“Tidak!” katanya. “Pergilah kau dulu, aku akan mengikutimu dari belakang.”
Dewi Suryakanthipun menuruti permintaan Ken Darsih. Perlahan keretanya bergerak meninggalkan dasar sendang Kumitir. Lalu melayang di dalam air dan menembus tepian sendang yang terbuat dari bebatuan. Dan menghilang dari pandangan mata. Kemudian Ken Darsih mengikutinya dari belakang. Dengan kekuatan silumannya dia juga ikut menembus dinding batu dan menghilang di baliknya.
***
BANDARA PANGLIMA BESAR JENDERAL SUDIRMAN, PURBALINGGA.
Suasana di bandara kecil itu tidak terlalu ramai. Seorang laki memakai setelan kardigan warna hitam dan celana hitam terlihat berjalan di sepanjang koridor pintu keluar. Dua orang pengawalnya mengikutinya dari belakangnya dengan sigap. Beberapa orang pelayan membawa beberapa koper besar yang terlihat berat. Pasti ada banyak barang mahal di dalamnya. Mereka baru saja turun dari pesawat kecil pribadinya.
“Selamat datang kembali, pak Pramono,” sapa seseorang.
Sosok wajah yang sudah memasuki usia senja, namun tubuhnya masih terlihat gagah. Dia memberikan salam hormat, diikuti beberapa pengawal bayarannya.
“Terimakasih pak Darsono. Apa semuanya baik-baik saja?” tanya Pramono.
“Alhamdulillah. Semua masih aman dan terkendali,” sahut Darsono.
Mereka saling berpelukan penuh kehangatan. Kemudian Darsono mempersilahkan Pramono untuk berjalan di depan. Bos Megapolitan tu telah kembali, membawa segala keangkuhannya ke tempat dimana dia selalu merindukannya. Rumah dan puteri semata wayangnya, Anastassya Pramono.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
👑Meylani Putri Putti
aduh udah terungkap tp kendarsi tak percaya
2021-12-24
0
Bang Regar
👍👍👍👍👍👍
2021-12-15
1
Babang tampan
👍👍👍👍
2021-12-15
0