Happy reading ....
*
Malam mulai larut saat Irwan tiba di basement gedung apartemennya. Pria berusia 40 tahun lebih itu menggunakan lift untuk sampai di apartemennya.
Keluar dari lift, Irwan berjalan menuju kamar apartemennya. Kening Irwan berkerut melihat sebuah kotak yang ada di depan pintu kamar apartemennya.
Irwan merasa semakin bingung karena pada kotak yang diambilnya tersebut merupakan sebuah paket dimana tidak tertera nama pengirim, apalagi alamat lengkap si pengirim. Hanya ada namanya di sana, tanpa embel-embel apapun juga.
"Dari siapa ya?" gumamnya.
Setelah menekan sandi pintu kamar apartemen, Irwan masuk sambil membawa serta paket itu. Karena penasaran akan isi paket tersebut, Irwan pun membukanya.
"Oh My God! Apa ini? Br*ngsek, siapa yang mengirim tikus mati padaku?" pekik Irwan.
Irwan menjauhkan kotak berisi tikus yang sepertinya baru mati, lantaran belum berbau itu. Apakah ada yang sengaja membunuh tikus tersebut dan mengirimkannya pada Irwan? Siapa? Karena tidak banyak orang yang dikenal Irwan mengetahui kepulangannya ke negeri ini, apalagi mengetahui alamatnya saat ini.
Irwan benar-benar tak habis pikir, karena rasanya tidak mungkin jika orang iseng yang mengirimnya. Irwan pun membuang paket itu ke tempat sampah yang ada di luar kamar apartemennya sambil celingukan memperhatikan sekitar.
Tidak ada siapapun di sana. Lalu siapa?
Di tempat lain, Joshua baru saja selesai mengganti bajunya saat ponsel yang diletakkan di atas nakas berbunyi. Raut wajahnya terlihat heran melihat siapa yang menelepon malam-malam begini.
"Ada apa? Kalau kau ingin mengajakku ke club, aku malas," todong Joshua pada orang yang meneleponnya.
"Jo, apa ada orang lain yang mengetahui kepulanganku?" tanya seseorang di ujung ponselnya yang tak lain adalah Irwan.
"Heh, sepenting apa dirimu sampai harus ada yang mengetahuinya?" ejek Joshua.
"Aku serius. Seseorang mengirimiku sebuah paket dan tidak ada nama pengirimnya. Apa kau memberitahukan kepulanganku pada seseorang?" tanya Irwan yang terdengar kesal karena Joshua tidak menanggapi serius pertanyaannya.
"Setahuku, tidak ada. Paket apa? Uang? Berlian, atau emas batangan, hmm?" Nada bicara Joshua masih terdengar mengejek lawan bicaranya.
"Bangkai tikus."
"Apa? Kau tidak sedang bercanda, kan?" Joshua terperanjat mendengarnya.
"Ah, sial! Aku lupa memotretnya. Aku sudah membuangnya. Haruskah aku mengambilnya lagi dan memotretnya untukmu?"
"****. Jangan menelponku kalau bukan urusan penting. Apa kau paham?" bentak Joshua kesal. Ditutupnya panggilan itu sambil mengegerutu, "Dia pikir, aku ini ibunya?"
Joshua menjatuhkan tubuhnya di tempat tidur dan memposisikan diri agar terasa nyaman. Joshua menggerakkan jarinya di layar ponsel, lalu tersenyum menatap foto seorang wanita cantik yang selama ini ia idamkan.
"Apa aku harus memberi barang mewah agar bisa tidur denganmu? Aku kasihan pada pria sampah itu. Tuan Muda Al-Fatih pasti sudah lebih dulu menikmati tubuh indahmu. Tapi kenapa ya, aku merasa tidak asing dengan wajah Tuan Muda itu?" gumam Joshua bermonolog.
Untuk sekedar mengetahui harga cincin permata yang dilihatnya tadi, Joshua berselancar di dunia maya. Setelah didapatkan satu artikel yang memuat foto cincin yang hampir serupa, Joshua membacanya.
"****, ini gila! Dia dengan mudahnya menjadikan cincin seharga 35 miliar rupiah sebagai hadiah? Sekaya apa dia sebenarnya?"
Joshua kembali mencari informasi, namun kali ini mengenai Tuan Muda Al-Fatih. Keningnya berkerut saat membaca sebuah artikel yang menyebutkan ...
'Kursi kekuasaan Al-Fatih Group kini sedang diperebutkan. Setelah pewaris tunggal-Zaid Abdullah Al-Fatih meninggal dunia, tidak ada lagi pewaris sah dari keturunan Abdullah Al-Fatih sebagai pendiri sekaligus pemegang saham tertinggi sampai saat ini.'
Kerutan di kening Joshua semakin bertambah setelah membaca artikel tersebut. Jika tuan muda yang katanya pewaris tunggal itu sudah meninggal, lalu siapa pria yang selama ini mengaku sebagai Tuan Muda Al-Fatih?
Joshua semakin penasaran. Ia pun kembali mencari tahu tentang keluarga Al-Fatih, yakni Zaid Abdullah Al-Fatih. Tidak banyak artikel yang memuat berita tentang sosok Tuan Muda itu. Sampai akhirnya Joshua menemukannya.
Joshua terbelalak melihat wajah Tuan Muda Al-Fatih dalam artikel itu. Arjuna?
"Tidak. Ini tidak mungkin. Hahaha ... aku sudah gila jika berpikir itu dia." Joshua terbahak menertawakan dirinya sendiri. Tak lama tawa itu terhenti, saat ponsel yang dipegangnya tiba-tiba berbunyi.
"Siapa yang meneleponku malam-malam begini?" gumam Joshua melihat nomer baru pada panggilan telponnya. Karena penasaran, Joshua pun menerima panggilan itu.
"Halo. Ini siapa?" tanyanya dengan nada ketus. Tidak ada jawaban dari ujung ponselnya. Joshua pun kembali bertanya, "Siapa kau, ada perlu apa meneleponku?"
"Jangan bermain api lagi, atau aku akan membakarmu sampai menjadi abu." Ancamnya.
"Heh, apa maksudmu? Siapa yang bermain api? Kurasa kau salah orang," ujar Joshua yang merasa aneh dengan suara orang di ujung ponselnya.
"Joshua. Aku sudah memperingatkanmu, dan sebentar lagi kau akan dapatkan balasan dari perbuatanmu dengan pria berkepala plontos, rekanmu. Bersiaplah untuk itu."
"Beraninya Ka-." Joshua tidak melanjutkan kalimatnya. Si penelepon misterius sudah menutup panggilannya.
"Apa-apaan ini? Dia mengancamku? Apa dia pikir, aku takut? Tapi, bagaimana dia tahu nama dan nomer ponselku? Dan ... pria berkepala plontos yang dia maksud, apa itu ... Irwan?" Joshua tersentak saat menghubungkan telepon yang diterimanya dengan Irwan. Apa ada hubungannya dengan paket yang diterima Irwan?
"Aaargh, sial! Siapa sebenarnya dia?" Joshua dengan kesal mengacak kasar rambutnya. Tidak ada satu nama pun yang terpikir olehnya saat ini.
Sementara itu di sisi lain rumah tersebut, Arjuna mulai bersiap untuk tidur. Ada aturan tersendiri dari Natasha setelah Arjuna memutuskan untuk bersikeras tidur di ranjang yang sama dengan istrinya.
Arjuna diperbolehkan tidur, hanya setelah Natasha terlelap. Entah apa maksud Natasha menerapkan aturan itu. Selama beberapa malam ini, Arjuna mematuhinya tanpa banyak bertanya.
Arjuna berbaring menghadap Natasha yang juga menghadapnya sambil memeluk bantal guling. Cantik. Wanita di hadapannya ini sangatlah cantik.
Arjuna sadar sepenuhnya, di luar sana banyak pria yang bermimpi bisa mendapatkan Natasha. Selain wajah yang cantik, bentuh tubuh Natasha yang aduhai juga menjadi daya tarik tersendiri.
"Aargh. Aku bisa gila jika setiap malam disuguhi pemandangan seperti ini," umpat Arjuna di dalam hati.
Betapa tidak, gaun tidur Natasha yang tipis hampir memperlihatkan setiap lekukan dari kulit mulus yang mencoba bersembunyi di baliknya. Belum lagi potongan gaunnya yang serba irit bahan, membuat Arjuna dapat dengan leluasa menikmati setiap bagian yang terbuka. Sayangnya, karena hal itu pula Arjuna tersiksa di setiap malamnya.
Bodoh, mungkin julukan Natasha itu memang pantas disematkan pada Arjuna. Di saat pria lain mungkin sedang membayangkan tubuh indah Natasha, Arjuna justru menyia-nyiakan kesempatan yang ada.
Salah satu kebodohan Arjuna adalah tidak pernah meminta haknya sebagai suami Natasha. Lalu, apakah malam ini Arjuna akan memintanya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Imam Sutoto Suro
bener bener keren thor lanjutkan seruuuu banget ceritanya
2024-01-30
2
Utinya AL Ghifari
jangan dulu thor biarlah itu terjadi krn suka sama suka bukan krn ada yg terpaksa
2023-06-15
1
Andy Yunus
lanjut lg baca
2023-05-10
0