Happy reading ....
*
Cincin berlian merah muda dengan potongan pear seharga 35 miliar diperlihatkan Natasha pada mereka yang berada di ruangan Direktur Utama. Dalam hati Natasha terbahak melihat reaksi Kania. Dengan sengaja ia mengenakan cincin itu di salah satu jari manisnya.
"Wow, bisa pas begini yah?" Ujung Natasha melirik pada Kania yang masih menganga. Gerakan mata Kania mengikuti kemanapun Natasha menggerakkan tangannya.
"Tasha, jangan lupa mengucapkan terima kasih pada Tuan Muda," ujar Adipura yang terlihat sangat senang dengan hadiah yang diterima Natasha.
"Tentu. Terima kasih, Tuan Muda," ucap Natasha yang kali ini terlihat ramah.
"Sama-sama, Nona," sahut Arjuna santai.
"Tuan Muda, barangkali ada hadiah juga untukku?" tanya Kania tak bisa menahan diri untuk bertanya.
"Saya minta maaf, Nona. Ini pertemuan pertama kita. Mungkin lain kali." Sahutnya.
"Baiklah, tidak apa. Kuharap, dipertemuan kita selanjutnya kau memberiku yang seperti itu," ujar Kania dengan ujung mata mengarah pada jari Natasha.
"Kania." Joshua menegur Kania dengan isyarat wajah dan membuat adiknya itu menekuk wajahnya.
"Tuan Muda, saya dan Kania harus kembali ke ruangan kami. Ada banyak pekerjaan yang harus kami lakukan. Senang bertemu dengan anda," ujar Joshua sambil mengulurkan tangannya.
"Silahkan," sahut Arjuna yang membiarkan uluran tangan Joshua.
Joshua menurunkan tangannya dengan perasaan kesal. Ia meremas jemarinya sendiri dan keluar dari ruangan itu dengan tangan yang terkepal.
Lain halnya dengan Joshua, Arjuna menyambut uluran tangan Kania. Tentu saja hal itu membuat Kania sangat senang dan tersenyum bangga.
Kania mendelik pada Natasha, begitu juga sebaliknya. Delikan keduanya seakan mengisyaratkan perang dingin dalam memperebutkan hati seorang Tuan Muda Al-Fatih.
Namun itu hanya sesaat. Karena setelah Kania menutup pintu ruangan itu, Natasha pun melepas cincin pemberian Tuan Muda.
"Ini, aku kembalikan padamu. Terima kasih. Tapi maaf, aku tidak bisa menerimanya," ujar Natasha sembari mengeser kotak cincin itu di meja.
"Tasha, apa yang kau lakukan? Apa aku mengajarimu bersikap seperti itu?" tanya Adipura yang terlihat mulai emosi.
"Pa, dia sudah pernah memberiku hadiah dan aku menerimanya. Tapi hadiah lagi? Aku tidak bisa menerima pemberian pria lain terus menerus tanpa izin suamiku. Aku harus bilang apa kalau Arjuna bertanya nanti? Cincin ini juga terlalu mahal, aku tidak mau suatu saat dia mengharapkan balas budi dariku," tutur Natasha sambil mendelik pada Tuan Muda.
"Jika dia bertanya, katakan pada suami sampahmu itu untuk tahu diri dan secepatnya menceraikanmu. Ini konyol, Tasha. Kau lebih memilih memakai cincin itu dari pada cincin pemberian Tuan Muda," ujar Adipura ketus dengan gerakan mata mengarah pada cincin yang dikenakan Natasha.
Cincin milik ibu Arjuna memang terkesan klasik, hingga hanya orang-orang bermata jeli yang menyadari itu bukan cincin biasa.
"Apa salahnya? Meski cincin yang kukenakan tidak sebanding dengan cincin pemberian Tuan Muda, aku bersumpah tidak akan pernah melepasnya. Karena cincin ini pemberian dari suamiku," ucap Natasha dengan ekspresi bangga, lalu beranjak meninggalkan ruangan itu tanpa pamit.
Adipura sampai kehilangan kata. Ia merasa dipermalukan oleh putrinya sendiri, tapi tidak mungkin ia memarahi Natasha di depan Tuan Muda.
Adipura menoleh pada Tuan Muda yang sedang mengaruk tengkuk sambil memalingkan wajah. Ia segera mendekati Tuan Muda sambil memegang kotak cincin yang diambilnya dari meja.
"Tuan Muda, anda jangan khawatir. Akan saya pastikan Natasha menerima cincin ini." Ujarnya.
Arjuna memberi isyarat pada Sani untuk mengambil cincin itu dari tangan Adipura. Dengan ekspresi datar, Arjuna berkata, "Sebuah hadiah harusnya diterima dengan senang hati, bukan dengan terpaksa."
"Maafkan Natasha, Tuan Muda. Dia memang seperti itu. Tapi ketahuilah, Natasha akan segera menceraikan pria menyedihkan itu. Saya perhatikan, anda tertarik pada Natasha. Saya bisa saja menjadikan anda menantu jika memang anda mau. Bagaimana, Tuan Muda? Anda hanya harus bersabar sedikit saja," ujar Adipura mencoba merayu.
"Aku memang tertarik pada Natasha. Mmm jadi menantu? Bagaimana ya? Natasha sepertinya tidak tertarik padaku," ujar Arjuna datar.
"Serahkan pada saya, Tuan Muda. Natasha sangat penurut seperti mendiang ibunya. Jadi anda jangan khawatir."
Arjuna mengangguk-angguk pelan. Bukan hanya arogan dan suka memandang rendah orang lain, kali ini ia juga bisa melihat keserakahan di mata Adipura.
Arjuna berpamitan dan meninggalkan Adipura Land dengan hati yang berbunga. Di dalam mobil, Sani dan Rahul saling menatap heran melihat tuan muda mereka yang senyum-senyum sendiri sambil menatap kotak cincin yang dipegangnya.
"Dia wanita yang luar biasa," gumam Arjuna.
***
Hari mulai sore, saat Arjuna kembali ke kediaman Adipura dengan mengendarai motor lamanya. Garasi yang masih kosong menandakan para penghuni rumah ini belum kembali dari aktivitasnya.
Arjuna melangkah menuju kamar dengan perasaannya yang geram. Tadi sebelum pulang, Ahmed melaporkan hasil penyelidikan sementara mengenai keterlibatan Joshua. Tidak hanya itu, ia bahkan menerima foto pertemuan Irwan dan Joshua saat makan siang bersama di sebuah restoran.
Langkah Arjuna terhenti di depan pintu kamar Joshua. Ditatapnya tajam pintu itu sambil bergumam, "Kali ini aku tidak akan membiarkanmu." Ia pun meneruskan langkahnya ke kamar.
Arjuna bertekad membersihkan nama baik Natasha pada rapat dewan komisaris selanjutnya. Ia akan memikirkan cara untuk mengumpulkan bukti bahwa Natasha tidak bersalah.
Arjuna mengeluarkan kotak cincin dari sakunya, kemudian diletakkan pada laci meja Natasha yang paling bawah dan menelepon Rahul.
"Apa kau sudah melakukannya?"
"Sudah, Tuan. Sesuai perintah anda," sahut Rahul.
"Baiklah, lakukan itu untuk beberapa hari kedepan. Aku akan urus sisanya," ujar Arjuna.
"Siap, Tuan."
Arjuna menutup panggilan teleponnya. Kemudian terperanjat menyadari sebentar lagi Natasha akan pulang.
Beberapa saat kemudian ....
"Arjuna!" terdengar pekikan Natasha menggema memanggil nama suaminya.
"Tasha, mau sampai kapan kau seperti ini? Ceraikan dia dan terimalah niat baik Tuan Muda Al-Fatih. Apa itu terlalu sulit bagimu?" tanya Adipura ketus.
Natasha menghentikan langkahnya dan menoleh pada sang ayah. Melihat Arjuna datang menghampiri dengan tergesa-gesa, Natasha menyeringai dan berkata, "Kalau Papa boleh menikahi wanita menyedihkan yang hanya bisa menghamburkan uang dengan kedua anaknya yang tidak tahu diri, kenapa aku tidak? Bukankah menyenangkan bisa melihat ekspresi bodoh mereka setiap hari?"
Natasha menoleh pada Inge yang berjalan menghampiri Adipura dengan beberapa paper bag di tangannya.
"Lihatlah! Dia bahkan tidak menunggumu pulang. Memuakkan," decih Natasha.
Natasha berlalu meninggalkan Adipura yang mendelik tajam pada Inge. Kemudian pria paruh baya itu menatap datar pada Arjuna yang berlalu ke dapur membuatkan teh untuk Natasha.
"Apa kau tidak bisa berguna sedikit saja seperti dia?" tanya Adipura pada Inge dengan gerakan mata mengarah pada Arjuna.
"Tentu, Suamiku. A-aku akan membuatkan teh juga untukmu." Inge menaruh paper bag yang dibawanya, dan berjalan ke dapur dengan tergesa-gesa.
Sekilas, Adipura melihat bayangan Ayunda yang selalu menyambut setiap kali ia pulang kerja. Mendiang ibu Natasha itu selalu sigap menyiapkan teh, dan baju ganti untuk dirinya.
Adipura berdehem pelan. Mengharapkan Inge bisa seperti Ayunda merupakan hal yang sia-sia. Tak ada yang sebaik Ayunda. Bahkan sikap Natasha tak selembut ibunya.
"Arjuna, cepatlah!" Lengkingan suara Natasha menyadarkan keterpakuan Adipura. Sekilas ujung mata Adipura menangkap langkah Arjuna yang tergesa-gesa.
"Benar-benar memuakkan," gumam Adipura sambil membuang kasar napasnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Elsyarief
Mantap abis neh ceritanya
2025-03-28
0
Imam Sutoto Suro
buseeet keren thor lanjutkan seruuuu
2024-01-30
2
betsyeba Djo
wuuus
2023-07-24
1