[ Halaman - 16 ]

“ Nay, ari eta saha ? mani kasep pisan. ”

[ “ Nay, dia siapa? Ganteng bener ” ].

^^^Ucap Uwa Arum sambil melirik ke arah dokter Arfan.^^^

“ Dokter Arfan Wa dari Jakarta. Dia teh lagi tugas di puskesmas. Duh.. Wa. Bidan sareng perawat di puskesmas, meni heboh. Upami Dokter Arfan lewat teh. Hahaha.. ”

Bukan aku yang menjawab melainkan Syava yang menikung dengan tertawa.

“ Siga neng Syava atuh nya sok heboh nyalira heheh.... ”

[ “ Kayak neng Syava. Suka heboh sendiri ” ].

Kata Wa Hardi di akhiri tawa.

“ Aish, ari si Uwa teh sok bener hihihi.... ”

Ucap Syava dengan tertawa.

Usai pekenalan nama. Uwa Arum memperkenalkan makanan Khas Sunda kepada doker Arfan, selanjutnya setelah itu kami melanjutkan makan siang bersama. Selama makan siang bersama Dokter Arfan tidak ada yang berbicara kami semua menikmati makan siang dengan khidmat. Aku melihat dokter Arfan yang tersenyum kepada ku dengan cepat aku menunduk karena malu.

“ Melihat senyumannya saja membuat jantung ku berdegup sangat kenang. Menyebalkan sekali ! ”

🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴

Seperti biasa, setelah ashar pukul empat sore aku mengajar ngaji anak anak. Jika libur mengajar di rumah senja pada hari minggu. Akan tetapi belajar mengaji anak anak tidak libur melainkan liburnya di hari jumat.

Kegiatan belajar mengaji pun brlangsung tidak beda dengan hari biasanya. Aku yang membenarkan bacaan Al – Quran anak anak dan dilanjuttkan dengan hafalan juz 30 serta bercerita kisah nasi dan para sahabatnya.

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Kegiatan belajar mengajar pun telah selesai. Anak anak yang berlarian pulang. Sementara aku mengayuh sepeda ku yang berwarna biru muda itu menuju sawah. Hendak melihat senja di sore hari.

Tidak butuh waktu lama untuk menuju sawah, aku telah sampai di sawah untuk menantikan senja. Lalu aku duduk di atas rerumputan hijau dibawah pohon mangga yang rindang. Menyandarkan sepeda dibalik pohon mangga.

Hembusan anggin sore itu begitu sejuk, menerpa wajah dan mengibaskan kerudung ku. Begitu sejuk. Tak kala langit terlihat mulai berubah warna jingga. Perlahan mentari pagi mulai membenamkan dirinya. Aku tersenyum menyaksikan pemandangan sore itu.

...“ Kamu suka melihat senja? ”...

seseorang yang tiba tiba saja bertanya.

Aku berbalik arah, melihat ke belakang dan ternyata itu adalah Dokter Arfan yang membuatku kaget.

...“ Dokter Arfan !!! ” Ucap ku....

“ Saya ngangetin kamu ya, Mba? Maaf ya hehehe... ” ucapnya yang tertawa.

Lalu ia ikut duduk bersama ku tepat di samping ku dengan jarak yang tidak begitu dekat.

“ Mba Nayla, suka dengan Senja? "

Tanya nya lagi pada ku.

Sementara aku hanya mengganguk sembari tersenyum.

...“ Kenapa suka dengan Senja? ”...

lagi lagi dia bertanya.

“ Saya menyukai senja karena Allah, saya begitu bersyukur karena Allah telah memberikan saya Indra penglihatan. Sehingga saya bisa melihat keindahan dari salah sau ciptaan – Nya yaitu senja ”

ucapku diakhiri sebuah senyuman.

...“ MasyaAllah ” Ujarnya....

...“ Dokter juga suka senja? ”...

aku balik bertanya walaupun sedikit gugup.

Dia mengganguk sembari tersenyum.

...“ Kenapa menyukai senja? ”...

tanya ku pada Dokter Arfan.

“ Kehadiran senja seperti perumpamaan iman. Senja terkadang bisa datang bisa juga tidak. Keindahannya selalu terpancar dari guratan warna di langit. Layaknya seperti iman, dimana kita selalu mengecap iman dan mempertahankannya. Kita akan merasakan manisnya beriman kepada Allah Subhanahu Wataala ”

Ucapnya diakhiri senyuman.

“ MasyaAllah. Senja itu bisa menjadi salah satu media, dimana kita harus mensyukuri nikmat serta anugerah yang Allah berikan kepada kita tidak lain adalah umatnya. Semakin dalam kita melihat senja, semakin kita diajarkan untuk bersyukur atas apa yang Allah subhanahu wataala berrikan kepada kita ”

^^^Balas ku.^^^

Tiba tiba terdengar dering handpone. Ternayata itu handphone dari dokter Arfan. Lantas dokter Arfan menganggkat panggilan masuk dari handphonenya dan menjauh dari ku dengan jarak lebih kurang 2 meter.

Aku tidak mengubrisnya dan kembali melihat senja yang indah. Tiba tiba aku di buat kaget dengan suara dokter arfan yang tidak sengaja terdengar. Dia berbicara dengan nada sedikit meninggi.

“Arfan enggak bisa, Ma ! Arfan sudah punya calon sendiri !! ”

Seperti itu kira kira perkataan dari dokter arfan yang terdengar. Namun aku tidak memperdulikannya. Lagi pula aku tidak ingin ikut campur.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***