Pelan-pelan Bimo memindahkan tangan Ajeng yang berada di pangkuannya kembali ke pangkuan Ajeng. Bimo merasa tidak nyaman mendengar kata menikah.
“Menikah?” tanya Bimo diikuti anggukan Ajeng.
“Kenapa ibu kamu ingin kamu menikah?” tanya Bimo membuat Ajeng menyipitkan mata memandangi laki-laki di sampingnya itu. Baru kali ini Ajeng mendapatkan pertanyaan jenis aneh seperti yang dilontarkan Bimo.
“Ya… karena usia saya sudah 24 tahun lebih. Dan ibu saya bilang kalau saya sudah pantas untuk membangun keluarga dan memiliki anak,” menjelaskan dengan detail meski merasa malu harus membahas hal-hal seperti itu dengan laki-laki.
“Em… Jadi kamu suka hubungan yang memiliki komitmen?” Pertanyaan Bimo itu semakin aneh saja dirasakan Ajeng.
“…Yeah… Dengan komitmen seperti married… orang bisa membangun keluarga. Menjadi seorang istri dan memiliki anak. Itu yang diinginkan ibu saya.” Menjawab sedikit takut kalau Bimo tidak suka jalan pikirannya.
“Hm… Menarik…” sambung Bimo.
Mendengar jawaban Bimo yang semakin tidak masuk akal, Ajeng merasa ada jarak antara dirinya dengan Bimo.
Kenapa sih dia? Bukannya pernikahan selalu diinginkan setiap orang…? Atau jangan-jangan orang ini gay…? Ajeng bertanya-tanya dalam pikirannya. Sayang banget kalau dia sampai gay. Padahal wajahnya ganteng banget. Hm… Untung aku belum kepincut banget-banget… Atau jangan-jangan dia gak suka berkomitmen? Batin Ajeng dengan menggeser duduknya agar tidak terlalu berhimpitan dengan Bimo.
Keduanya kini saling diam dan membisu. Rasa akrab yang sempat terjalin justru memudar karena pembahasan tentang komitmen dan pernikahan.
“Bim…”
“Yeah?”
“Bisa saya permisi ke toilet?” tanya Ajeng dengan melepas sabuk pengamannya.
Dia beranjak berdiri untuk menuju toilet. Pikirannya masih bertanya-tanya tentang perubahan sikap Bimo.
Selesai dari toilet, Ajeng mulai menghela nafas lagi saat dirinya kembali ke tempat duduk. Dia mendapati Bimo sudah tidak duduk di samping kursinya.
“Ya udahlah. Mungkin kehadiarannya cuma numpang iklan aja. Nraktir makan… sama nyadarin aku waktu mimpi buruk tadi. Hm… Kenapa bete gini sih? Dia kan cuma orang asing yang baru aku kenal. Aku gak boleh berharap lebih dengan orang yang gak bisa berkomitmen macam dia. Pasti ujung-ujungnya juga macam Gery…” Bisik Ajeng dengan menatap tirai kain pembatas kelas bisnis dan ekonomi.
Karena rasa kesalnya kepada Bimo yang mendadak berubah, Ajeng menyibukan dirinya dengan membaca majalah yang tersedia di kantong kursi depannya. Dia memilih membaca dari pada tidur. Karena kalau sampai dia bermimpi buruk lagi dalam tidurnya, Ajeng kuatir kalau dirinya akan menangis meraung membuat kegaduhan lagi. Jadi pilihan membaca majalah adalah option yang tepat.
Selang beberapa menit kemudian, Ajeng melihat Bimo keluar dari tirai pembatas. Laki-laki itu berdiri di depan toilet kelas ekonomi.
Gak tidur rupanya dia… Bisik Bimo dengan mencuri-curi pandang saat dirinya mengantre di depan toilet. Dia menahan senyum tipisnya memergoki tingkah laku Ajeng.
Ajeng yang menangkap sorot mata Bimo memandang ke arahnya menjadi salah tingkah. Cepat-cepat dia menutup wajahnya dengan majalah. Tapi tetap saja dia masih mencuri pandang melihat keberadaan Bimo.
“Kenapa sih dia suka senyam senyum gitu? Aku kan bisa salah paham terus mikir kalau dia naksir aku… Huh! Ngeselin!” bisik Ajeng masih berusaha mengintip wajah Bimo.
Adegan intip-mengintip itu berakhir setelah Bimo masuk ke toilet. Laki-laki itu tidak mencari cela untuk memandang Ajeng lagi setelah keluar dari toilet. Punggungnya yang lapang berjalan pasti tanpa menoleh ke tempat duduk Ajeng.
Perjalanan menuju Indonesia tinggal 2 jam lagi. Pesawat Garuda yang di tumpangi Ajeng dan Bimo harus transit di Jakarta sebelum menuju Solo.
Semua penumpang berjalan keluar dari pesawat dengan tertip. Ada yang destinasinya berakhir di Jakarta dan ada juga yang melanjutkan penerbangan ke kota lain.
Destinasi kota Ajeng dan Bimo adalah Solo. Mereka berjalan menuju gate yang sama. Tapi keduanya menjaga jarak saat berjalan di lorong menuju gate.
“Kalau gini caranya aku ngerasa gak nyaman. Emang waktu aku ngobrol sama dia ada kata-kataku yang nyinggung dia ya? Kenapa sih dia harus sok cool gitu? Dasar lakik! Susah banget karakternya ditebak,” bisik Ajeng dengan memandangi punggung Bimo yang berjalan di depanya.
Waktu transit di Jakarta hanya membutuhkan waktu 45 menit. Bukanlah waktu yang lama. Petugas jaga di gate untuk penerbangan menuju Solo memprioritaskan penumpang kelas bisnis untuk masuk ke kabin terlebih dulu. Barulah setelah itu giliran kelas ekonomi boleh memasuki kabin.
Ajeng bergegas masuk ke kabin dan mencari tempat duduknya. Ternyata di sebelah tempat duduknya itu ada seorang perempuan yang wajahnya terlihat seumuran dengannya. Perempuan itu cukup ramah dengannya.
“Hai! Duduk dekat jendela ya?” tanya perempuan itu.
“Hai! Yeah… Boleh saya masuk dulu?” tanya Ajeng dengan sibuk melepas tas ranselnya. Dia segera menaruhkan tasnya itu di bagian bagasi kabin yang ada di atas tempat duduk. Ajeng berlanjut menuju tempat duduknya dan memasang seat belt.
“Mau liburan ke Solo ya?” tanya perempuan itu.
“Saya mau pulang ke rumah. Asli saya Solo. Daerah Colomadu…” jawab Ajeng dengan ramah. “Mau liburan ke Solo ya?” tanya Ajeng balik.
“Ya ampun… rumahku juga di Colomadu. Kok gak pernah lihat? Hehee…” jawab perempuan itu dengan antusias.
“Saya habis pulang dari Maldives. Emang jarang juga sih ada di rumah. Soalnya waktu saya sekolah sama kuliah ada di Semarang. Terus dapet kerja di Maldives. Jadi tetangga-tetangga saya juga jarang lihat saya di rumah. Hihiii…” jelas Ajeng menceritakan sekilas tentang dirinya. “Ini habis ngapain di Jakarta? Kerja ya?” tanya Ajeng ikut merasa nyaman berbicara dengan perempuan di sebelahnya itu.
“Em… Ya bisa dibilang begitu… Jadi tour guide kalau ada turis butuh guide keliling Indonesia… Kamu di Maldives kerja apa?” tanya balik perempuan itu.
“Kemarin jadi sekretaris GM… Tapi saya udah berhenti kerja di sana. Mau cari suasana baru aja. Cari kerja di Indo. Biar bisa deket sama keluarga,” jawab Ajeng.
“Wah sayang banget udah jadi sekretaris GM harus keluar… Tapi gak pa pa juga sih kalau tujuannya mau deket sama keluarga. Tapi jangan milih kerja kayak saya jadi tour guide. Hihiii… Yang ada keliling Indonesia terus… Jarang di rumah… dan kulit sampai gosong…! Nih lihat… Hahaa…!” Gaya bicara perempuan itu membuat Ajeng terhibur. Mereka tertawa beberapa saat bersamaan. “Kalau udah ada pengalaman jadi sekretaris pasti mudah dapet kerjaan di Indo. Apalagi pengalaman jadi sekretaris di negeri orang… Dijamin makin mudah dapet kerjaan,” sambungnya lagi.
“Hehee… Ya semoga aja.” Ajeng mengangguk-angguk mengharapkan ucapan itu bisa terjadi kepadanya. “Ngomong-ngomong siapa namanya? Saya Ajeng…” Ajeng mengulurkan tangan untuk mengajak berjabat tangan. Perempuan itu segera menggapai tangan Ajeng.
“Ganis…” memberi senyuman ramah membuat keduanya semakin akrab.
Setelah pesawat lepas landas, Ajeng dan Ganis berlanjut berbicara membahas tentang pekerjaan. Ajeng menceritakan tentang pengalamannya bekerja di Maldives. Sedangkan Ganis menceritakan pekerjaannya menjadi tour guide yang bekerja bila ada panggilan.
Lagi-lagi di saat Ajeng asyik ngobrol dengan Ganis, matanya menangkap Bimo sadang berdiri di depan toilet. Dia berpura-pura tidak memperhatikan Bimo. Meskipun perasaan Ajeng sangat senang hanya dengan melihat tubuh Bimo dari samping.
Hm… Ngapain sih harus pakai toilet kelas ekonomi…? Emang business class toiletnya penuh terus ya? Bikin aku salah paham terus…! Nah kan… Dia juga nengok ke aku… Ngeselin! Ngapain harus nyuri-nyuri pandang gitu? Batin Ajeng saat membagi pikirannya mendengar celotehan Ganis dan memandangi Bimo.
Perjalanan dari Jakarta ke Solo hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu setengah jam. Ajeng dan Ganis yang sudah banyak ngobrol membuat mereka saling bertukar informasi mengenai sosial media.
“Ntar kapan-kapan kita jalan ya kalau kamu gak sibuk…” celetuk Ganis sambil memasang seat beltnya karena pesawat akan segera landing.
“Kalau aku sih udah jelas dalam waktu dekat ini gak akan sibuk. Mungkin kamu yang akan sibuk keliling Indo. Hihii…” sambung Ajeng yang juga membetulkan seat beltnya.
Pesawat itu tak lama kemudian mendarat dengan sempuran di lapangan udara Adi Soemarmo. Semua penumpang di pesawat itu segera keluar setelah pintu pesawat dibuka.
Ganis berlanjut meninggalkan bandara dengan menaiki taxi dan Ajeng masih harus menunggu jemputan dari kakaknya yang belum datang.
Di saat menunggu di depan bandara, Ajeng melihat ada mobil yang berjalan pelan melintas di depannya. Ternyata penumpang di mobil itu adalah Bimo. Dia memakai kacamata hitam sambil menurunkan kaca mobil.
“Hm… Pergi sana! Cowok aneh! Sok kecakepan!” ucap Ajeng sambil melirik wajah Bimo yang memakai kacamata hitam.
*****
Kenapa sih si Bimo mendadak berubah ya?
Padahal udah tahu kalau Ajeng jomblo.
Apa mau sama othor aja ya mas Bimo nya?
Bersambung…
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Emi Wash
othornya jomblo? 😊😊
2024-06-07
1
Katherina Ajawaila
biasa jual mahal
2022-04-12
0
mungkin Bimo lagi menata hatinya..
2022-04-10
0