Who Is Adam?
Di tepi jalan terlihat seorang wanita yang sedang berjalan dengan tertatih, sesekali dia mengelus perut buncitnya dengan tangan kirinya. Sedangkan di tangan kanannya, dia membawa tas besar berisikan perlengkapan calon buah hatinya.
Terkadang dia melihat ke kanan dan ke kiri, berharap ada mobil yang mau mengajak dirinya untuk pergi jauh dari tempat itu.
Sesekali dia terisak dan tampak mengusap pipinya yang berderai air mata, sudah satu jam dia berjalan tapi tidak juga mendapatkan tumpangan.
Tidak lama kemudian, sebuah mobil bak terbuka melintas di depan wanita itu. Dia pun memberhentikan mobil tersebut, dia berharap akan mendapatkan tumpangan.
Sang supir pun dan seorang kernet pun memberhentikan mobilnya, mereka membuka pintu mobil dan menghampiri wanita tersebut.
"Ada apa, Nyonya? Kenapa malam-malam begini anda masih berada di jalan? Bukankah tidak baik seorang wanita yang sedang hamil besar berkeliaran di malam hari?"
Sang supir membrondong wanita itu dengan banyak pertanyaan, rasanya sangat aneh ada seorang wanita hamil masih berada di jalanan seperti itu.
"Maaf, Tuan. Boleh'kah saya ikut menumpang?" tanya perempuan itu.
Sopir dan kernet itu nampak saling pandang, mereka baru saja bertemu dengan wanita itu. Namun, mereka merasa tidak tega jika harus membiarkan wanita itu sendirian di jalanan.
Apalagi perut wanita itu dalam keadaan hamil besar, rasanya mereka begitu tidak tega melihat akan hal itu.
"Kami ini hanya orang kampung yang akan pulang, kami baru selesai mengantarkan sayuran ke pasar induk. Memangnya Nyonya mau pergi ke mana? Kenapa harus menumpang pada mobil kami?" tanya sang sopir.
Mendapatkan pertanyaan seperti itu, wanita hamil itu nampak kebingungan. Dia seakan menyimpan satu rahasia yang tidak ingin dia ungkapkan.
"Aku tidak tahu harus pergi ke mana, tolong bawalah aku ke kampung kalian. Aku akan membayar ongkosnya," pinta perempuan itu.
"Lalu, jika anda sudah sampai di kampung kami, Nyonya mau kemana?" tanya sang sopir dengan khawatir.
Dia sudah tidak peduli akan pergi ke mana, dia sudah tidak peduli akan tinggal di mana. Yang terpenting baginya, dia bisa segera pergi dari sana.
"Kalian bisa turunkan aku di tempat yang ramai, aku akan mencari tempat tinggal di kampung kalian," jawab wanita itu.
Sang sopir terlihat menghela napas berat, dia seakan enggan untuk memberikan tumpangan kepada wanita itu.
Namun, dia juga merasa tidak tega jika harus meninggalkan wanita itu sendirian di tepi jalan. Dia merasa kasihan.
"Baiklah, Nyonya. Tapi, Nyonya hanya bisa duduk di belakang. Jika anda duduk di depan tidak akan muat, apa Nyonya tidak keberatan?" tanya sang sopir.
Wanita itu dengan cepat menganggukkan kepalanya, tidak mengapa jika dia harus duduk di bak terbuka. Yang terpenting dia bisa mendapatkan tumpangan.
"Tidak apa, Tuan. Justru saya sangat berterimakasih," ucapnya dengan senyum yang mengembang di bibirnya.
Sang sopir menepuk pundak kernetnya, lalu dia pun berkata.
"Jhoy! Bantu Nyonya itu naik ke atas mobil," titah sang sopir.
"Baik, Pak," jawabnya.
Jhoy pun memapah dan membantu wanita itu untuk naik ke atas mobil, setelahnya wanita itu nampak duduk sambil memeluk perut buncitnya.
"Terima kasih Jhoy," ucap perempuan itu.
"Sama sama, Nyonya ----"
"Laila, panggil aku Laila," ucapnya.
"Baiklah, Nyonya Laila." Jhoy melepas jaketnya karena merasa tidak tega saat melihat wajah Laila yang mulai memucat.
Lalu, dia memberikan jaket itu kepada Laila. Tentu saja Laila menerima jaket itu dengan senang hati. Karena merasa mendapatkan perhatian dari Jhoy.
"Perjalanan ke kampung masih sekitar enam jam, pakailah jaketku agar anda tidak kedinginan. Kalau di dalam tasmu itu ada kain, pakailah untuk menutupi perutmu itu," ucap Jhoy seraya berlalu.
Laila tersenyum, dalam hatinya sungguh dia berterima kasih. Kini dia akan pergi ke tempat yang jauh untuk meninggalkan kehidupan lamanya dan memulai kehidupannya yang baru. Hanya ada dia dan bayi yang ada di dalam kandungannya.
Mobil pun mulai berjalan, suasana malam yang dingin menjadi sangat dingin dengan adanya hembusan angin yang menerpa. Laila pun memakai jaket dari Jhoy, dia membuka tasnya dan mengambil selimut bayi yang sudah dia persiapkan untuk calon baby boy-nya.
Ya, menurut dokter bayi itu berjenis kelamin laki laki dan akan lahir sekitar satu minggu lagi. Laila nampak meringkuk dan menyandarkan kepalanya di atas tas besar tersebut, walaupun udaranya sangat dingin, tapi akhirnya dia pun bisa tertidur dengan lelap.
***
Laila merasa jika dirinya baru saja memejamkan matanya, tapi sang sopir sudah membangun dirinya.
"Nyonya, bangunlah. Maaf saya menurunkan anda di pasar, karna saya tidak mungkin membawa anda pulang ke rumah saya. Istri saya pasti akan langsung meminta saya untuk menceraikannya kalau saya pulang membawa anda bersama saya, maaf." Sopir itu berbicara dengan penuh sesal.
"Tidak apa-apa, Tuan. Justru saya sangat berterimakasih kepada anda, karena anda sudah memberikan tumpangan," ucap Laila.
Laila pun turun dari mobil di bantu oleh Jhoy, Laila nampak merogoh tas yang dia bawa dan mengambil beberapa lembar uang.
"Ini, Pak. Saya ada uang sebagai ongkos karena Bapak sudah baik membawa saya ke sini," ucap Laila.
"Tidak usah, buat anda saja, Nyonya. Anda pasti membutuhkannya untuk biaya melahirkan nanti, saya permisi," ucap Pak sopir.
"Terima kasih, Pak. Anda sangat baik," ucap Laila.
Pak sopir pun pergi untuk pulang ke rumahnya, sedangkan Laila yang baru saja datang ke tempat itu nampak celingukan.
Dia memang berasal dari keluarga sederhana, tapi dia baru tahu jika kehidupan di kampung itu terlihat lebih memprihatinkan. Bisa dikatakan di sana itu masih dalam lingkup orang-orang miskin.
Laila merasa jika dirinya memang harus mulai beradaptasi dengan lingkungan tersebut, karna inilah jalan yang dia ambil. Dia sudah memutuskan untuk meninggalkan kehidupan lamanya dan mengubur semuanya.
Cukup lama Laila berjalan menyusuri kampung tersebut, tidak lama kemudian dia melihat Masjid besar tidak jauh dari pasar.
Laila pun langsung pergi ke mesjid tersebut, dia langsung menuju toilet mesjid dan menumpang membersihkan diri.
Setelah selesai, Laila pun langsung masuk ke dalam mesjid. Dia melihat jam yang bertengger cantik di dinding Masjid, Laila tersenyum.
"Pukul empat pagi, sebentar lagi waktu subuh. Aku akan mengaji sebentar sambil menunggu waktu subuh tiba," ucapnya saraya memakai mukena yang ada di Masjid tersebut.
Laila mengaji dengan suara sir, dia takut suaranya akan mengganggu. Tidak lama para jemaah pun mulai berdatangan, karena memang waktu subuh telah tiba.
Banyak orang yang memandang ke arah Laila, karna mungkin mereka tidak mengenal sosok wanita itu. Mereka seperti memandang remeh ke arah Laila, tapi dia merasa tidak perduli.
Baginya yang terpenting untuknya saat ini adalah segera shalat dan pergi mencari tempat tinggal yang baru, dia tidak ingin memikirkan apa pun lagi.
Selesai shalat, Laila langsung bergegas untuk pergi. Tentu saja yang pertama kali Laila lakukan adalah mencari tempat makan, karena perutnya terasa lapar.
Beruntung di pasar tradisional itu terdapat banyak jajanan, baik berupa kue atau pun nasi bungkus.
Laila pun membeli satu bungkus makanan untuk mengisi perutnya, saat Laila hendak mengambil dompet dari tas besarnya, tiba tiba saja ada seorang copet yang mengambil dompetnya dan dia langsung berlari dengan cepat.
Laila langsung berteriak dengan histeris, karena semua uangnya ada di dalam dompet itu. Bahkan untuk biaya melahirkan pun ada di dalam dompetnya, Laila pun berusaha mengejar pencopet itu.
"Tolong kembalikan dompetku, kumohon. Jangan ambil dompetku!" teriak Laila.
Perempuan hamil itu tidak bisa mengejar pencopet itu dengan perut besar nya, dia merasa tubuhnya sangat lemas.
Satu hal yang membuat dirinya sedih, tidak ada satu pun orang yang mau menolongnya. Mereka hanya melihat saja tanpa berniat membantu, sungguh miris pikirnya.
"Ya Tuhan, maafkan atas segala dosa besarku. Maafkan aku," ucap Laila seraya terisak.
Laila menjatuhkan tubuhnya di tanah sambil memeluk perut besarnya, tasnya pun dia campakkan begitu saja. Kini perutnya terasa sangat sakit, tubuhnya terasa sangat lemas.
Mungkin, karna efek berlari tadi perut Laila langsung mengalami kontraksi. Laila tampak meringis menahan sakit, beberapa orang nampak melihat iba ke arahnya, tapi mereka tidak mau ambil risiko karena tidak mengenal Laila.
"Tolong, tolong aku," pintanya mengiba.
Orang orang yang ada di sekitar sana hanya melirik ke arahnya sekilas saja, setelah itu mereka pura-pura tuli.
Laila pun semakin merasa sedih dan juga nyeri di perutnya, dia mencengkram tas yang ada di dekatnya dengan kuat.
"Aaaarggh! Siapa pun tolong aku," pintanya terbata.
Namun, tetap saja tidak ada yang mau menolongnya. Semua yang ada di sana seperti payung hidup yang taj berhati.
Darah segar mulai terlihat mengalir dari sela pahanya, Laila nampak panik. Dia bersusah payah untuk berdiri, Laila bersusah payah berjalan menuju jalan besar.
Dia sungguh berharap ada orang yang bersedia untuk menolongnya, dia takut baby yang dia kandung akan kenapa-kenapa.
+
+
+
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 248 Episodes
Comments
Nunik Wahyuni
ya ALLAH masa dr mrk ga ada satupun yg tergerak membawa Layla ke puskesmas....Layla knp uangnya ga ditrh di tas besarnya yg berisi perlengkapan baby ....ludes smua uangx raib di copet 😭😭😭🙈🙈🙈
2024-03-31
0
ossy Novica
Laila salah tempat dimana dikampung miskin warganyapun miskin hati lengkap deh.
2022-11-05
0
Farhah Ali basebe
biasanya d daerah lebih kekeluargaan kenapa d Situ gak ada yg peduli????😭😭😭
2022-07-30
2