Setelah selesai sarapan dan mempersiapkan berkas yang dibutuhkan untuk pindah sekolah, Tera dan neneknya berangkat ke sekolah naik sepeda. Sekolah baru Tera tidak begitu jauh dari rumah neneknya. Hanya sekitar 1 Km dari rumah. Mereka bersepeda sendiri – sendiri karena Bu Lydia punya 3 buah.
Di sekolah Bu Lydia langsung membawa Tera ke ruang kepala sekolah. Kebetulan Bu Lydia sangat mengenal kepala sekolah SMA KUSUMA BANGSA. Keluarga Pak Arman sudah lama berlangganan di kedai Bu Lydia.
“TOK..TOKK..TOK.”
Bu Lydia mengetok pintu bertuliskan RUANG KEPALA SEKOLAH.
“Silahkan masuk.” suara dari dalam ruangan.
“Permisi Pak. Ini cucu saya yang ingin mendaftar di sekolah disini.” kata Bu Lydia, setelah tadi pagi menelepon Pak Arman sebelum berangkat sekolah.
“Oh, mari silahkan duduk.” mepersilahkan Tera dan neneknya dan mengisyaratkan dengan tangan lalu membereskan berkas di depannya.
“Boleh saya lihat datanya.”
“Silahkan Pak.” bu Lydia menyerahkan berkas ke tangan pak Arman.
Pak Arman membuka berkas satu per satu, menurut data yang dia baca Tera sudah 5 kali pindah sekolah. Masih memegang berkas pak Arman membuka sedikit kacamatanya dan menatap Tera. Tera nampak santai sepertinya dia sudah kebal dengan tatapan aneh dan mungkin tatapan marah dari para guru dan kepala sekolahnya dulu. Pak Arman kembali melihat berkas kemudian meletakkannya di atas meja.
“Baiklah.. Kamu bisa mulai belajar di sini besok. Kamu harus belajar sungguh – sungguh, jangan membuat nenek kamu kecewa.” pak Arman berkata sambil melpas kacamatanya.
“Lentera saya sudah mendengar sepak terjang kamu, saya harap kamu bisa menjaga nama sekolah ini sampai kamu lulus nanti.” lanjut Pak Arman sambil menatap Tera penuh wibawa.
“Baik Pak.” jawab Tera sopan.
“Setelah ini Bu Lydia bisa ke ruang tata usaha mengurus administrasi dan mengambil seragam sekolah.” pak Arman beralih menatap bu Lydia sambil tersenyum ramah.
“Terima kasih Pak, kami mohon diri.” bu Lydia berdiri bersama Tera dan beranjak meninggalkan ruang kepala sekolah dengan perasaan lega.
Bu Lydia dan Tera berjalan menuju ruang tata usaha seperti arahan pak Arman. Setelah selesai melunasi administrasi dan diberikan seragam serta buku – buku mereka berdua menuju parkir sepeda untuk pulang ke rumah. Waktu itu murid – murid sedang istirahat. Mereka nampak berbisik – bisik ada tatapan kagum melihat kecantikan Tera, ada yang merasa heran, dan ada juga yang bersikap acuh tak acuh.
Tera tak mau ambil pusing dia terus melenggang santai, berbeda dengan neneknya yang terus memperlihatkan senyum ramahnya. Melihat Tera hanya mengendarai sepeda, banyak tatapan sinis dari mereka meremehkan, terutama kaum hawa. Tera tak peduli, baginya hidup sederhana bersama nenek lebih berarti dibanding bersama ayahnya serba kecukupan namun penuh kepalsuan.
Sampai di rumah nenek pergi ke kamar untuk berganti pakaian. Tera duduk di ruang TV setelah menyimpan peralatan sekolahnya di kamar.
“Nenek mau kemana?” tanya Tera.
“Mau kekedai depan sayang.”
“Tera boleh ikut Nek?” Tera berdiri menghampiri neneknya sambil tersennyum.
“Kamu tidak malu ikut nenek jualan?” tanya nenek mengerutkan dahinya.
“Tidak lah Nek, ngapain Tera malu. Tera sudah sangat senang Nenek mau menerimaku disini.” Tera bergelayut di lengan neneknya dan berjalan mengikuti.
“Kamu ngomong apa sich.. Mana mungkin nenek membiarkan cucu kesayangan nenek terlantar. Bahkan sedari dulu nenek berharap kamu mau tinggal disini menemani nenek.” kata nenek sambil mencubit hidung Tera pelan.
Tera dan bu Lydia bersiap dan mulai membersihkan kedai. Tera mendorong neneknya menuju ke dapur untuk mempersiapkan menu. Dia tidak ingin neneknya terlalu lelah. Dia tak membiarkan neneknya mengangkati kursi dan menggeser meja untuk ditata. Tak berapa lama berselang banyak pengunjung berdatangan untuk makan di tempat ataupun dibungkus. Tera juga mengantar pesanan makan siang ke ruko dan kompleks terdekat.
Datang seorang pemuda menghampiri Tera yang sedang mengelap meja.
“Bu Lydia ada?” tanya pemuda tampan itu.
‘Ini artis apa model ya. Ganteng banget...’ batin Tera menatap pemuda di depannya tak berkedip. Dia malah terpana tak segera menjawabnya.
Dari kejauhan nenek melihat pemuda itu kemudian menghampiri karena kebetulan sedang tidak ada pembeli.
“Nak Wisnu, silahkan duduk.” kata nenek sambil menarik kursi untuknya dan duduk. Tera yang sedari tadi bengong ikut duduk di samping neneknya.
“Terima kasih Nek. Mulai hari ini saya akan menempati kamar yang saya sewa nek.” dia tidak menatap Tera seolah menganggapnya tidak ada membuat Tera mencebikkan bibirnya. Tapi diam – diam merasa senang karena tiap hari bisa melihat cowok ganteng mirip oppa Korea.
“Oh, silahkan Nak. Kuncinya sudah kamu bawa kan? Tera antarkan nak Wisnu ke dalam.” nenek menyentuh bahu Tera dan berlalu kembali melayani pembeli yang datang.
“Eh.. Eee.. mari kak saya antar.” kata Tera gugup.
“Mari.” kata Wisnu sambil menggendong tas, menyampirkan jaket di lengannya sambil menjinjing tas. Masih ada koper juga yang belum tau bagaimana harus membawanya. Tera merasa heran karena tadi tidak melihat bagaimana dia datang.
“Boleh saya bantu.” tawar Tera tak tega melihat Wisnu kerepotan.
“Boleh.” sambil menyodorkan kopernya.
“Terima kasih.”
“Tidak masalah.”
“Hanya pekerjaan kecil.” jawab Tera.
“Em.. kamu tinggal dimana? Sepertinya pas aku kesini tidak melihat kamu.” tanya Wisnu sambil terus berjalan mengikuti Tera.
“Aku juga tinggal disini. Kemarin baru pindah.”
“Kamu juga menyewa disini?”
“Sepertinya kamu masih sekolah?” tanya Wisnu lagi mencoba akrab.
“Tidak. Aku cucu dari nenek Lydia.”
“Aku baru pindah ke sekolah KU.. KU.. KUSUMA BANGSA.” kata Tera sambil mengingat – ingat.
“Oh, kebetulan saya guru disana. Besok saya mulai mengajar.”
Tera semakin ternganga. Tak terbayang sebelumnya cowok ganteng yang terbilang masih muda ini mengajar di sekolahnya.
Mereka sudah sampai di depan kamar yang akan ditempati Wisnu.
“Aku ke depan lagi ya Pak.” Tera mohon diri.
“Kalau diluar sekolah kamu boleh memanggilku seperti tadi. Tidak usah terlalu formal.”
“Baik.. kak.. saya permisi.” kata Tera sambil berbalik meninggalkan Wisnu.
“Silahkan.” Wisnu kemudian membuka kunci pintu kamarnya dan masuk untuk beres – beres.
Tera menyandarkan tubuhnya di tiang samping kedai sambil melipat satu kakinya. Dia berusaha mengontrol hatinya yang bergetar. Nggak mungkin aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi siapa coba yang tak tertarik dengan cowok seganteng kak Wisnu. Tera berguman dalam hati.
Ahh.. sudahlah.. Tera mengibaskan tangannya di depan wajahnya mencoba mengabaikan perasaannya. Dia lalu kembali berjalan menghampiri neneknya yang sedang kerepotan melayani pembeli.
"Nek, biar Tera saja yang nyuci piring. Nenek lanjut aja memasak pesanan. Kalau udah, nenek panggil Tera saja biar aku anter ke meja pembeli." kata Tera sambil mencuci piring kotor yang menumpuk.
"Iya sayang, terima kasih ya dah bantuin nenek."
"Hari ini lebih ramai dari biasanya, mungkin ini rejeki kamu sayang." kata nenek sambil mengaduk masakan.
"Ah nenek bisa aja." Tera tersenyum.
Memang benar, kedai bu Lydia sangat ramai hari ini. Bahkan bahan - bahan untuk masakan sudah hampir habis. Mungkin hari ini mereka akan tutup lebih awal.
Meski lelah namun Tera sangat senang. Senyumnya tak pernah hilang melihat nenek yang begitu semangat melayani pembeli. Lain kali dia ingin belajar memasak meski itu sulit. Setidaknya masak untuk dimakan sendiri bukan dijual. Kasihan anak orang pingsan kalau makan masakannya batin Tera tertawa dalam hati.
******
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Umma Athaya
cieee tera dah ketemu langsung sama opa-opa Korea ala2 Indonesia 🤭
semoga ini adalah awal yg baik tuk tera dan Wisnu kedepannya
2022-02-23
0
☘️ gιмϐυℓ ☘️
Rejeki anak solehah,deket sama guru ganteng 😆😆
2021-09-12
2
🍾⃝ ͩSᷞɪͧᴠᷡɪ ͣ
ciee punya temen
2021-08-17
4