Nikolas bangun dengan terpaksa ketika mendengar kicauan burung di pinggir jendela sangat mengganggunya. Ia duduk melipat kaki mencoba mengembalikan kesadarannya sedikit-demi sedikit. “Berkicaulah dengan keras, dunia ini milik kalian” dengus Nikolas kemudian melangkah keluar kamar.
“Kak aku pergi sekolah. Ada telepon untukmu dari Kak Sofia. Kak Sofia bilang kalau kakak sudah sehat, sebaiknya kakak masuk kerja karena mereka kekurangan orang. Aku menulis alamat tempat kerja kakak di kulkas” teriak Niel buru-buru berlari keluar. Nikolas melirik ke arah jam dinding, kalau jarum menunjuk arah yang tepat bisa dipastikan ketika Niel menginjakkan kaki di tangga ketiga, anak itu sudah terlambat masuk sekolah.
Nikolas melangkah ke depan kulkas dan meraih secarik kertas yang ditempelkan Niel. Jarak kedai itu tidak begitu jauh dari tempat mereka tinggal. Setelah sarapan seadanya Nikolas langsung beranjak pergi, menyusuri gang perumahannya sembari mengikuti arah maps dari ponsel pemberian Niel yang sedikit retak. Secara teknis ponsel itu milik Nick, tapi retak di beberapa sisi membuat Nikolas yakin ponsel itu lebih cocok dipakai untuk memukul babi hutan.
Langkah kaki Nikolas berhenti di depan sebuah kedai kopi dengan jendela dan pintu yang terbuat dari kaca bening, kemudian di luar kedai ada beberapa meja payung dikelilingi pot bunga. Meskipun sebenarnya tempat itu berada di dekat gang, tapi masih banyak orang yang datang.
Memangnya ini Itaewon? gumam Nikolas merujuk pada drama Itaewon Class ketika restoran berpindah ke gang sempit pelanggan pun tetap ikut berpindah. Nikolas kemudian masuk ke dalam dan ia dikejutkan ketika seorang lelaki muda meninju lengannya. Wajah Nikolas berpaling dengan ekspresi dingin menusuk tetapi justru membuat lelaki itu geleng-geleng takjub.
“Dia benar-benar amnesia. Lihat dia tidak menanggapi candaan tinjuku seperti biasa” ujar lelaki itu. Nikolas melirik tag nama yang berada di atas sakunya bertuliskan ‘Hansung.’
“Jangan ganggu dia” tegur seorang gadis bernama Sofia. Tanpa ragu Hansung langsung merangkul pundak Nikolas dan menariknya bergabung di balik meja bar bersama Sofia dan seorang lagi yang bernama Sera.
“Kau ingat aku?” tanya Sera melihat Nikolas dengan pandangan takjub seakan lelaki itu adalah primata terakhir dimuka bumi.
“Sera”
“Dia mengingatku”
“Tag namamu bertuliskan Sera” jelas Nikolas membuat Sera tersenyum geli.
“Ini pertama kalinya aku bertemu pasien amnesia. Katakan padaku bagaimana rasanya amnesia? Apa seperti di drama? Apa kepalamu pusing ketika mengingat masa lalu?” cerca Hansung membuat Nikolas melongo, lelaki itu sama cerewetnya seperti Niel. Diusia asli Nikolas Hansung berumur jauh lebih muda dari Nikolas, tapi diusia baru maka usia Hansung dan Nikolas adalah teman sebaya.
“Apa terkadang kau mimpi melihat masa lalumu? Seperti kejadian samar-samar yang terasa nyata?” kejar Hansung. Nikolas angkat bahu lalu berpaling pada Sofia.
“Kau pemilik tempat ini kan?” tanya Nikolas tidak mengacuhkan Hansung. Sofia nyengir lebar lalu menggeleng.
“Kau benar-benar amnesia rupanya. Aku hanya manajer disini”
“Kau menelpon Niel dan mengatakan kedai membutuhkan tambahan orang. Tapi aku tidak melihat kalian perlu orang lagi”
“Ah itu...Sebenarnya untuk sore nanti. Apa Niel tidak bilang?”
Nikolas menggeleng.
“Sore nanti sebagian tempat kedai akan di sewa seseorang untuk perayaan ulang tahun” jelas Sofia dan benar ketika sore hari segerombolan anak muda merayakan ulang tahun di tempat itu. Beberapa mencoba bernyanyi keras membuat Nikolas meringis dari balik meja bar.
“Apa ia sedang beryanyi?”
Hansung mengangguk lugu. “Memangnya ada yang berpidato dengan iringan nada?”
“Suaranya mengerikan”
“Aku setuju. Dia butuh guru vokal”
“Tidak. Ia hanya butuh diam dan tidak bernyanyi.”
Hansung berpaling ke arah Nikolas, mulutnya membulat dengan ekspresi takjub. “Wow, aku baru tau amnesia merubah kepribadian orang. Ini pertama kalinya aku melihat kau tidak bersikap positif pada seseorang”
“Memangnya aku begitu?”
Kepala Hansung mengangguk cepat. “Bisanya kau mungkin akan lebih memilih mencari guru vokal untuk gadis itu” kata Hansung lalu menarik nafas panjang. “Kalau amnesia bisa membuat kaya, kuharap aku juga amnesia”
“Untungnya tidak” balas Nikolas singkat lalu pergi ketika seorang memanggil.
Sepanjang hari Nikolas sibuk bekerja. Melayani pembeli, membersihkan meja, dan mencuci gelas kotor. Sekitar pukul setengah delapan malam ketika kedai akan tutup Nikolas meminta izin pulang lebih dahulu untuk memperbaiki ponselnya.
“Kau tidak ingin mengganti? Ponsel ini hampir rusak”
“Tolong perbaiki saja layarnya paman, aku tidak punya uang” kata Nikolas santai. Paman pemilik konter ponsel mengangguk dengan cekatan mengganti layar ponsel Nikolas. Setelah selesai Nikolas pergi dari situ, ia memutuskan pergi ke minimarket untuk membeli beberapa susu dan cemilan.
‘Seorang mayat wanita tanpa busana ditemukan terbungkus dalam sebuah tas hitam di dekat tempat pembuangan sampah. Menurut keterangan polisi, korban yang diidentifikasi bernama Morae, siswi SMA berusia 17 tahun tewas dibunuh oleh orang tidak kenal. Selain itu hasil otopsi menunjukan bahwa tidak ditemukan organ dalam korban membuat polisi berasumsi bahwa kematian ini berhubungan dengan praktik jual beli organ dalam di pasar gelap. Berita selanjutnya...’
“Lihat itu, dunia sekarang kejam sekali. Saat aku muda dulu aku dan teman-temanku diajarkan untuk tidak membunuh makhluk hidup, bahkan serangga sekalipun. Ya ampun dunia ini sudah gila”
“Kau benar hidup ini lama kelamaan semakin gila dan mengerikan”
“Fakta bahwa pelaku masih berkeliaran di sekitarku membuatku merasa sedikit sesak nafas”
“Aku harap polisi menangkap pelakunya dan ia mendapat hukuman mati. Kuharap ia akan masuk neraka”
“Kurasa neraka bahkan terlalu istimewa untuk orang-orang seperti mereka. Terkadang manusia bisa lebih jahat dari iblis.”
Nikolas diam mendengarkan percakapan dua orang tua yang mengantri di depannya. Mereka tidak henti-hentinya menggeleng sambil sesekali mencaci si pembunuh yang dianggap membuat hidup mereka tidak lagi nyaman. Setelah membayar ia keluar dari minimarket menyusuri jalan pulang kembali ke rumah. Bibirnya mengulum permen sementara tangannya mengecek ponselnya yang sudah terlihat lebih bagus untuk digunakan.
Di dekat pertigaan gang langkah Nikolas terhenti mendapati Niel berdiri disitu yang juga berhenti karena dirinya. Niel masih mengenakan seragam sekolah tapi terlihat acak-acakan dan kotor. Keduanya hanya terdiam menatap satu sama lain sampai kemudian Nikolas buka suara.
“Kenapa kau pulang malam?” tanya Nikolas tenang, matanya melirik ke arah jarum jam yang menunjuk pukul sebelas kurang.
“Kerja kelompok” jawab Niel pendek. Nikolas menatap Niel dari atas sampai bawah, luka di bibir dan lebam-lebam kecil di wajah anak itu menarik perhatiaan Nikolas. Sadar sedang diperhatikan Niel lantas memalingkan wajah mencoba menghindar tatapan Nikolas.
“Jangan bertanya. Aku hanya jatuh.”
Nikolas angkat bahu, ia tidak berkomentar apapun, hanya menyodorkan susu coklat dan kemudian melangkah diikuti Niel dari belakang. Sepanjang jalan mereka tidak berbicara, karena Nikolas sendiri tidak memiliki keinginan untuk membuka percakapan dengan bocah cerewet di sampingnya itu. Sudah cukup seharian ini ia mendengar suara berisik Hansung.
“Kak” panggil Niel pada akhirnya tidak tahan dengan keheningan diantara mereka. Karena tidak ada jawaban dari Nikolas, ia lanjut berbicara. “Kakak memiliki mimpi? Seperti ingin menjadi apa dimasa depan?”
“Bagaimana aku bisa bermimpi kalau aku saja amnesia.”
Niel tertawa geli mereka masuk menyusuri tangga dan tiba-tiba mendengar suara teriakan dari gang samping yang terlihat remang-remang berkat lampu jalan.
Plak.
Suara tamparan keras diiringi makian kasar membuat Niel dan Nikolas melongok. Ada seorang lelaki yang baru saja menampar seorang wanita dan mencacinya dengan kalimat yang tidak pantas.
“Ayo pergi”
“Kakak tidak ingin membantu?” tahan Niel terkejut dengan sikap tidak acuh Nikolas.
“Tidak usah ikut campur urusan orang” ujar Nikolas. Niel menarik baju Nikolas kuat dengan ekspresi kesal.
“Kakak benar-benar tidak berubah” seru Niel lalu melangkah pergi masuk ke dalam gang tadi. Nikolas menarik nafas panjang.
“Dasar bocah merepotkan” gumamnya lalu mengikuti Niel. Tampak wanita tadi sudah berada di belakang Niel sementara si lelaki terlihat marah menunjuk-nunjuk ke arah mereka berdua.
“Hoi. Kau sedang apa?” tegur Nikolas tenang melangkah mendekat dengan pelan. “Apa kau tidak tahu dalam kamus lelaki ada larangan untuk memukul anak kecil, wanita, dan orang tua?”
Lelaki itu mendengus tanda kesal. “Sayangnya aku tidak memukul ketiga kategori yang kau sebutkan tadi. Kau pikir aku memukul wanita? Matamu tidak bisa melihat dengan jelas ya?”
“Hmm. Agak remang-remang disini” angguk Nikolas santai.
“Orang ini! Ia menipuku” tunjuk si lelaki pada wanita dengan marah. “Dia adalah pria yang menipu orang lain demi uang”
“Aku tidak begitu! Kau yang bilang kau menyukaiku dan mau menerimaku apa adanya!” teriak si wanita membela diri dari belakang punggung Niel.
“Anjing! Kau masih bisa bersuara. Rupanya kau harus kuhajar lagi” seru si lelaki hendak melangkah maju dan menampar. Tangannya melayang diudara membuat mata Niel dan si wanita spontan terpejam. Sekitar tiga detik Niel membuka mata dan mendongak karena tidak ada tamparan yang mendarat di pipinya. Niel terkejut bukan main karena tangan lelaki itu berada dalam genggaman Nikolas.
“Hei. Kau ingin memukul anak ini? Dia masih bocah”
“Kalau begitu kau bawa pergi bocah ini dan jangan campuri urusanku” bentak si lelaki tadi menghempaskan tangan Nikolas kasar.
“Nona kau tidak apa?” tanya Nikolas tidak mengacuhkan keberadaan lelaki tadi.
“Kubilang si brengsek ini adalah pria!”
“Lalu kenapa?” balas Nikolas dingin. “Dua orang ini terlihat lemah dan kau ingin memukul mereka?”
Si lelaki meludah ke tanah dan berkacak pinggang. “Kalau begitu kau saja yang kupukul huh?”
Plak.
Satu tamparan mendarat di pipi Nikolas. Nikolas menarik nafas mencoba tidak tersulut emosi. “Sudah kan? Kalau begitu sekarang kau pergi saja”
“Kau cukup pintar untuk berlagak rupanya.”
Plak.
Satu tamparan lagi mengenai pipi kanan Nikolas. Dan ketika lelaki itu ingin menampar lagi tangan Nikolas sigap menangkap tangan itu dan mengarahkan ke samping sampai ia berteriak kesakitan. “Aku benci dipukuli.”
Nikolas menghempas kasar lelaki itu sampai tersungkur ke tanah. Ia lalu berpaling ke arah Niel dan wanita tadi. “Ayo kita pergi”
“Brengsek!”
“Kakak!” Niel berteriak keras ketika lelaki tadi bangkit dan menerjang Nikolas. Tapi Nikolas jauh lebih cepat, ia berkelit memutar tubuhnya menangkap tinju yang terarah padanya dan satu tinju melayang darinya tepat mengenai wajah lelaki itu, membuatnya jatuh tersungkur ke tanah dan hidungnya mengeluarkan darah.
“D-darah. Hoi! Kau mau mati ya?!” tunjuk lelaki itu semakin marah.
“Bukannya seharusnya aku yang berkata seperti itu ya?”
“Kau bajingan, brengsek, akan ku kubur kau di api neraka!” teriak si lelaki seakan sedang kerasukan setan. Nikolas malah mendengus dan mengorek-ngorek telinganya dengan gestur meremehkan.
“Apa yang kalian lakukan?”
Mereka berempat berpaling menatap seorang lelaki tua berseragam yang bertugas untuk ronda keliling. Ia mengarahkan senternya dan memberikan ekspresi seolah baru saja melihat pembantaian.
“Hei nak kau tidak apa?” tanya lelaki tua itu panik menunjuk ke arah lelaki yang tersungkur di tanah. “Apa-apaan ini? Kalian baru saja mengeroyok orang? Akan kulaporkan kalian ke polisi” lanjut kakek itu berseru marah dengan cepat menelepon polisi.
“Aku bisa gila” gumam Nikolas menarik nafas panjang.
...******...
Nikolas menarik ujung kerah bajunya dan mengatur rapi rambutnya. Ia terlihat begitu tenang meskipun Rocky, lelaki yang berkelahi dengannya tadi mengomel sepanjang interogasi polisi.
“Pak tenanglah, atau kau akan mendekam di sana” tunjuk polisi ke arah sel di dekat meja interogasi. Rocky spontan diam tapi terus menghela nafas kesal karena ingin memukul Nikolas.
“Nama?”
“Nick, dua puluh satu tahun, tidak punya pekerjaan” jawab Nikolas lengkap. Polisi menggeleng heran.
“Kau sering bermasalah rupanya” kata Polisi sembari mengetik. Nikolas menarik nafas panjang, mereka sudah berada di kantor polisi selama tiga puluh menit dan belum ada penyelesaian sama sekali. Nikolas menggigit ujung bibirnya sementara jari tangannya menepuk-nepuk pahanya tanda bahwa kesabarannya sudah hampir habis.
“Kalian semua adalah lelaki. Damai saja. Tahu tidak berapa banyak masalah yang harus kami urus?” ujar polisi membuat alis kanan Nikolas terangkat naik. Ia menunjuk ke arah keempat orang itu dengan ekspresi tidak sabaran. “Bersikaplah seperti lelaki sejati dan selesaikan ini dengan damai”
“Ah, jadi begitu kinerja kepolisian yang digaji dari pajak kami” balas Nikolas agak keras sengaja agar didengar oleh semua orang.
“A- apa kau bilang?” Polisi menatap Nikolas dengan ekspresi terkejut sementara Nikolas mendengus, wajahnya berpaling pada Niel yang duduk bersama wanita tadi di kursi belakang.
“Pak. Lain kali jika bertemu korban, tolong tanyakan ‘apa kau baik-baik saja?’ ‘apa kau terluka?’ ‘ini segelas air agar membuatmu tenang.’ Kalau kalian tidak bisa bekerja dengan baik, setidaknya berpura-puralah peduli pada korban” kata Nikolas tenang. Ia kembali berpaling pada polisi yang menatapnya tidak percaya, ekspresi Nikolas terlihat begitu dingin dan menusuk, tidak ada rasa gentar dalam dirinya meskipun polisi memberikannya sebuah pelototan tajam.
“'Lihat! Lihat! Bocah tidak punya sopan santun. Penjarakan saja dia” teriak Rocky berdiri menunjuk-nunjuk ke arah Nikolas. “Anak zaman sekarang memang harus diberi pelajaran. Aku tidak akan mencabut laporanku, kau harus dipenjara agar mengerti bagaimana menghormati orang tua!”
“Hoi!” teriak si wanita yang sejak tadi hanya diam. Ia berdiri dengan ekspresi kesal dan berdiri tepat di depan Rocky. “Baik. Ayo penjarakan dia. Kemudian lihat bagaimana aku akan terus menghantuimu! Aku akan menghancurkan reputasimu. Kau berpacaran dengan seorang lelaki, ingat itu. Aku akan mengirimkan foto kita berdua ke orang tuamu, ke adikmu, bahkan aku akan membuat banner foto kita di hari pernikahanmu. Ayo lakukan saja. Penjarakan dia.”
Semua orang disitu mendadak terdiam melihat si wanita berteriak dengan mata melotot. Rocky tertawa kaku dengan panik berpaling pada polisi. “Aku rasa semua pihak sudah setuju untuk berdamai.”
...******...
“Terima kasih banyak”
“Aku akan mengantar kakak pulang” kata Niel buru-buru.
“Aku akan naik taksi. Ngomong-ngomong namaku Regina” kata Regina agak telat memperkenalkan diri.
“Aku Niel dan ini kakakku Nick” balas Niel. Mereka melangkah keluar dari kantor polisi dan berdiri di dekat trotoar menunggu Regina menghentikan taksi.
“Aku tidak tahu bagaimana harus berterima kasih dengan benar, tapi tolong terima ini.” Regina mengeluarkan beberapa kupon diskon dari dalam tasnya. “Ini kupon diskon makan di kedai makanku. Aku tau ini tidak banyak tapi tolong terima sebagai rasa terima kasihku”
“T-terima kasih juga karena telah melindungi kakakku. Pasti sulit harus marah seperti tadi” kata Niel kikuk menerima kupon itu. Regina tersenyum kecil memberhentikan taksi yang datang dari kejauhan, setelah masuk ia melambaikan tangan dan melaju pergi.
“Kak”
“Hmm
“'Tadi itu pidato yang bagus” ujar Niel malu-malu lalu melangkah pergi lebih cepat. Nikolas diam ditempat dan bibirnya tersenyum kecil.
“Dasar bocah.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Jimmy Avolution
Asyiek....
2021-12-12
0
hm...
next.
2021-08-02
0