Pernikahan Bisnis 4

Bian mematung disofa sedangkan Hera berusaha mencari kesibukan lain tetapi tetap saja matanya mencuri pandang untuk menatap pria didepannya. Sesekali sorotan mata mereka menyatu dan membuat keduanya menjadi canggung.

"Berapa usiamu?" Tanya Bian dengan nada datar.

"Aku?" Hera menunjuk dirinya seakan terkejut pria didepannya ini menganggapnya ada sedangkan Bian masih fokus menatap Hera sambil menunggu jawaban darinya.

"Seharusnya besok adalah hari bahagiaku, aku bisa merayakan ulang tahun bersama kedua orang tuaku dan teman-temanku. Seharusnya diumurku yang menginjak angka dua puluh satu tahun ini aku bisa merasakan apa yang namanya itu hidup menjadi wanita yang dewasa. Tetapi ternyata aku salah karena keserakahan sebagian orang aku terkurung diruangan ini." Hera berucap dengan gemetar, nada suaranya terdengar kuat dengan menggenggam erat sudut bantal yang berada di pangkuannya.

"Sebagian orang? Aku rasa ayahmu salah satu pria yang paling serakah. Kamu tahu kenapa? karena ulahnyalah kamu berada ditempat ini. Jangan menyalahkan siapapun terutama istriku Yolanda!" Sahut Bian dengan tegas.

"Cintamu itu buta, aku tidak tahu kamu pria yang bodoh atau kamu memang pria yang jahat. Bagaimana mungkin kamu menikahi wanita lain sedangkan istrimu sedang sekarat? Tubuhnya begitu lemah bahkan tidak memiliki harapan hidup seharusnya kamu mendampinginya bukan mencari kesenangan dengan wanita lain!" Teriak Hera, Hera tak mampu lagi menahan emosinya.

Brian bangkit dari duduknya, ia menjatuhkan tubuh Hera dengan satu tangannya lalu menindihnya dengan kedua kakinya. Matanya melotot seperti ingin menerkam Hera secara hidup-hidup. "Jaga ucapanmu! Yolanda masih punya harapan hidup. Lihat saja setelah Yolanda sehat kembali aku yakin kamu akan menjadi wanita yang tidak beruntung karena telah berucap kasar terhadap wanitaku!"

Hera mengatupkan bibirnya dengan kuat, Teriakan serta cengkeraman Bian membuatnya jatuh dalam ketakutan. Wajahnya pucat, detak jantung nya berdetak lebih cepat dari biasanya. Kedudukannya sebagai istri kedua membuatnya jatuh dalam lubang hitam, sama sekali tidak anggap kecuali hanya sebagai pemuas *****. Kebenciannya kepada ayahnya mulai muncul. Air matanya mulai mengalir dari kedua kelopak matanya.

Bian masih mencengkeramnya dengan erat, matanya menatap lekat bibir mungil yang berwarna merah muda walaupun tanpa polesan lipstik. Bian memajukan wajahnya hingga ia tanpa sadar menyatukan bibirnya dan membuat Hera terkaget. Bian dengan cepat bangkit dan menyadari apa yang dia lakukan kepada Hera.

"Tunggu..! Kamu jangan salah paham. Aku hanya mengira bahwa kamu adalah Yolanda." Bian berdiri tegak dihadapan Hera dan berusaha menjelaskan apa yang terjadi.

Hera bangkit dan duduk bersandar ditempat tidur, kedua kakinya dipeluk erat. Terlihat wajah ketakutannya bertambah.

"Aku akan tidur disofa dan kamu tetap tidur diranjang. Aku sama sekali tidak pernah mengkhianati Yolanda. Aku mencintainya, jadi bagaimana mungkin aku bisa melakukannya dengan orang lain." Bian masih berusaha menjelaskan sedangkan Hera masih duduk di posisi yang sama.

Keesokan paginya Hera terbangun dari tidurnya, pancaran sinar matahari terlihat dari ventilasi. Kamar yang tidak memiliki jendela itu membuatnya terkurung seperti dalam penjara.

Bian tertidur pulas disofa, Hera terkaget karena diambang pintu terlihat Maya dan Yolanda sedang menatap mereka. Yolanda yang masih terlihat lemah duduk di kursi roda menatap tanpa arti ke arah Bian.

Maya berjalan dengan mendorong Yolanda dikursi roda mendekati Bian. Yolanda menatap sesaat wajah suaminya lalu mengelus lembut lengan Bian. Sentuhan itu membuat pria tampan didepannya itu terbangun kaget.

"Sayang?" Ujarnya sambil mencari berusaha duduk.

"Aku kecewa mas! hikz..hikz..hikzz." Yolanda kembali menjatuhkan air mata.

"Sayang? maafkan aku.. aku hanya belum bisa menerima orang baru dalam kehidupanku. Harusnya aku yang tersiksa karena berada diposisi ini."

"Jika memang keputusanku membuatmu tersiksa aku akan memberhentikan pengobatan ku. Dan aku akan pergi dari rumah ini mas!"

Bian menghela nafasnya dengan panjang. "Berikan aku waktu untuk menerima ini sayang, kamu tahu jika selain kamu aku tidak berpengalaman melakukan ini dengan orang lain. Bagaimana mungkin kamu menuntutku harus bisa lakukan hal ini dalam waktu singkat."

"Pokoknya aku tidak mau tahu, malam ini kamu harus bisa tidur bersama wanita itu, aku telah menghubungi Adam untuk menggantikan semua pekerjaanmu dikantor. Jika malam nanti kamu belum bisa melakukannya pintu ini akan terus terkunci dan pekerjaanmu dikantor tidak ada akan pernah beres. Handphonemu juga akan aku tahan, mas aku tidak main-main dengan ucapanku karena aku cukup menderita dengan penyakitku tetapi aku lebih menderita jika melihatmu tidak bisa bahagia. Maya, antar aku kembali kekamar dan jangan lupa untuk mengantarkan makanan untuk mas Bian dan wanita itu." Ujar Yolanda yang kemudian dibantu oleh Maya keluar dari kamar.

Malam harinya, Bian terlihat mondar mandir. Hera yang berada dikamar mandi sejak sejam yang lalu belum menunjukkan batang hidungnya.

Tok..tok.. "Hey kamu baik-baik saja..?" Panggil Bian dari luar pintu.

"Hmm aku baik-baik saja pak." Sahutnya.

"Lalu apa yg membuatmu bertahan selama itu didalam sana? Jangan menambah bebanku karena kamu ingin mengakhiri hidupmu."

"Cih.. mana mungkin aku akan mengakhiri hidupku hanya demi pria seperti dia?" Batin Hera kesal.

"Hera?" Panggil Bian masih dengan ketukan. Tangan Bian hendak berayun lagi untuk mengetuk tetapi Hera membuka pintu dengan pelan. Bian melotot, kali ini dia benar-benar tidak bisa berkedip hingga mulutnya ternganga. Pria mana yang bisa tahan bersama seorang wanita yang tengah memakai lingerie putih dengan rambut yang terurai. Kelopak mata Hera begitu lentik, kulitnya yang putih dan mulus nampak jelas. Hera menutup dadanya dengan kedua tangannya lalu melewati Bian yang masih berdiri mematung.

"Maaf hanya baju ini yg disediakan oleh Maya, jika pak Bian bisa meminjamkan selembar baju anda maka aku akan berterima kasih. Aku sangat tidak nyaman memakai baju ini dihadapan anda."

Bian membalikkan badannya lalu melepaskan pakaiannya. "Ambillah, hanya itu yang aku punya.!" Bian melempar bajunya kepada Hera.

"Tapi anda?" Sahut Hera sembari memegang baju berwarna putih itu ditangannya.

"Kamu lebih membutuhkan itu!"

Malam semakin larut, Bian Hera terbangun bersama karena suara ketukan pintu. Tak lama berselang Maya datang dengan wajah bingung.

"Maaf pak, itu anu...nona Yolanda mengatakan jika.. aduh bagaimana yah ngomongnya."

"Berbicara lah dengan jelas Maya!" Tegas Bian yang tengah menyelimuti tubuhnya dengan selimut.

"Jika sampai pagi pak Bian belum melakukan itu.., maksudku melakukan anu pak bersama non Hera maka non Yolanda akan mengakhiri hidupnya." Perkataan Maya terpotong-potong karena gugup.

"Keluarlah. Aku tahu maksud yang ingin kamu utarakan."

"Maaf pak bukannya aku tidak sopan hanya saja aku menyampaikan sesuai perintah non Yolanda."

"Hmm." Jawab Bian ketus.

Setelah Maya pergi Bian terdiam sejenak sembari memandangi Hera yang sedang menatapnya juga. Pikiran mereka sama tahu apa yang diinginkan oleh Yolanda. Bian berjalan pelan menuju tempat tidur dengan dada terbuka, terlihat jelas otot-otot perut nya dan lengannya yang kekar. Bian duduk disamping Hera lalu mengambil tangannya dengan lembut, memajukan wajahnya berdekatan dengan wajah Hera. Hal itu membuat Hera terkejut.

"Apa yang kamu lakukan?" Hera menolak tubuh Bian dengan keras tetapi usahanya gagal karena Bian telah mencengkeramnya dengan erat.

Bersambung..

Terpopuler

Comments

᪙ͤæ⃝᷍𝖒ᵗᵃʳⁱ♡⃝𝕬𝖋🦄❁︎⃞⃟ʂᶬ⃝𝔣🌺

᪙ͤæ⃝᷍𝖒ᵗᵃʳⁱ♡⃝𝕬𝖋🦄❁︎⃞⃟ʂᶬ⃝𝔣🌺

Waaahhh bian bneran mo lkuin anu ma hera😲😲😲

2021-11-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!