Setelah selesai melakukan negosiasi dan membayar uang muka untuk pelayanan antar menggunakan jasa ‘ojek pesawat’ milik Soni Sinclair, akhirnya mereka memasuki pesawat, bersiap untuk melakukan keberangkatan menuju Satelit Alam Darzia.
“Selamat datang di dalam Pesawat Supri Z Goceng,” ucap Soni memberi sambutan saat mereka baru memasuki pesawat. “Silakan, langsung ambil saja tempat duduknya. Tak perlu banyak cincong lagi, kita akan segera berangkat!”
“Hilih~ Kau yang dari tadi banyak cincong, biji jinten,” ledek Astan pada Soni.
Sebelum keberangkatan, Soni menjelaskan beberapa hal tentang penerbangan menggunakan pesawatnya pada Arni yang baru pertama kali menumpang di pesawat ini.
Setelah itu, Soni mempersilahkan kedua pemburu tersebut duduk di kursi penumpang yang hanya tersedia lima kursi, sedangkan dirinya juga mulai bersiap duduk di kursi kemudi.
Karena pesawat luar angkasa ini tidak sebesar pesawat komersil, bahkan lebih kecil lagi, maka pesawat ini tidak memiliki kokpit. Jadi, area kemudi dan tempat duduk para penumpang disatukan dalam satu ruangan.
Ditambah lagi, hanya dibutuhkan satu pilot untuk mengendarainya. Cara mengendarai pesawat ini pun terbilang sederhana, hampir sesederhana mengendarai mobil, bus, atau motor.
Makanya, Soni menyebutnya ojek pesawat.
“Oke, semua sudah siap di tempat?” Soni mulai menyalakan beberapa sistem terbang satu-satu.
“Siap!” ucap riang Arni setelah memasang sabuk pengamannya.
Sedangkan Astan tetap dengan muka papannya setelah selesai memasang sabuk juga.
“Oookee….”
Soni sudah sangat bersemangat untuk melakukan penerbangannya, kedua tangannya juga sudah siap pada kemudi.
“Tetaplah duduk di tempat, ketatkan sabuk pengaman, dan kencangkan sabuk celana kalian. Jangan sampai ada belalai yang gundal-gandul sembarangan, karena kita akan melakukan perjalanan ke luar angkasa tiada tara.”
Arni berusaha menahan tawa saat Soni bicara begitu, antara geli dan malu. Sedangkan Astan sudah gemas hendak menjambak rambut biru sang pilot sampai botak.
“Buka gerbang hangar utama, Bung,” ucap Soni pada alat komunikasi di pesawat.
Perlahan gerbang hangar terbuka lebar, menampakan sebuah ruangan hitam yang juga luas tapi kosong tak ada apa-apa.
Pelan-pelan Soni menjalankan roda-roda pesawat memasuki ruangan tersebut. Setelah masuk, pintu hangar utama kembali tertutup serapat mungkin. Ruangan itu merupakan area hangar luar khusus pesawat yang hendak lepas landas meninggalkan kapal. Fungsi dari area hangar luar adalah untuk mencegah kehilangan oksigen pada kapal saat peluncuran pesawat dari hangar utama.
“Buka gerbang area.”
Perlahan gerbang area tersebut terbuka, menyebabkan sebagian udara yang tersisa di sana keluar habis tak bersisa.
Soni sempat menoleh ke belakang, berusaha menenangkan Arni yang terlihat tak nyaman saat melihat udara keluar deras dari area tersebut.
“Jangan khawatir, Neng. Pesawat kita ini sangat rapat, jadi oksigen di sini enggak bakal bocor.”
Arni hanya mengangguk mengiyakan, walau kedua tangannya mulai mengepal erat pada lengan kursi penumpang saking tegangnya.
“Oke, siap?”
Soni mendorong perlahan tuas, menjalankan ban pesawat dari yang awalnya pelan jadi semakin kencang.
“Meluncur, terbang!”
Pesawat luar angkasa pun terbang keluar dari area tersebut, terbang menjauh meninggalkan Kapal Thornic 035 menuju Satelit Alam Darzia.
Di dalam pesawat, mereka sama sekali tidak merasakan guncangan apapun. Semuanya terasa mulus dan nyaman. Arni juga bisa melihat pemandangan indah hamparan bintang luar angkasa dan juga permukaan Satelit Alam Darzia saat pesawat semakin mendekati atmosfer.
“Woah…. Indah banget…,” puji Arni terkagum melihat pemandangan luar lewat kaca jendela pesawat yang luas.
“Kita hanya perlu waktu 10 menit untuk mencapai atmosfer Darzia. Jadi, kalian boleh bersantai-santai dulu ‘lah, sambil ngemil atau apa… gitu,” saran Soni sambil menerbangkan pesawatnya.
Sejenak Arni melihat Astan yang masih tenang di kursinya sambil membaca komik pada tab yang disediakan di pesawat tersebut. Iseng-iseng Arni berusaha mengintip komik macam apa yang dibaca Astan hingga Arni buru-buru memalingkan wajahnya dengan semburat rona merah.
Yang dibaca itu sangat… memalukan.
“Hei, Tong!” panggil Astan pada Soni. “Kau sudah punya lanjutan komik ‘Pendekar Naga Onar’?”
“Oh, iya! Aku udah baca sampai habis,” jawab Soni antusias. “Itu lanjutannya kampret banget! Bininya si Pendekar Naga Onar itu ternyata selingkuh sama Dewa Tanah Kuburan. Emang kambing bininya itu! Si pendekar udah susah-susah nyari’in gulungan pertapa 5000 detik buat dia. Eh! Si dia malah selingkuh. Kepergok lagi nganu mereka berdua.”
“Ooo…. Jadi, pas mereka lagi nganu itu udah kepergok sama pendekarnya?” Astan menunjuk-nunjuk halaman pada komik di tab.
“Ya, ya! Itu!” tunjuk-tunjuk Soni membenarkan, dan kembali fokus pada kemudi. “Kecewalah si pendekar. Episode selanjutnya pasti pendekar sama dewa itu bakal berantem. Kalau sampai berantem karena rebutin bini setan itu, bodoh sangatlah mereka!”
“Waduh…” Astan membolak-balikan halaman di tab. “Pantas di forum author-nya dihujat netizen. Ternyata karena episode ini, toh? Emang kambing sekambing-kambingnya ‘lah bini si pendekar ini.”
“Aku harap jadi mantan, biar si pendekar bisa dapat wanita yang lebih baik!”
Arni hanya diam menunduk, memijit pelipisnya sendiri. Baru tahu dia kalau Astan punya selera begitu dalam membaca komik.
Kedua tangan Soni sudah semakin erat memegang kemudi, sebentar lagi pesawat akan tembus masuk menuju atmosfer.
“Semuanya, bersiaplah. Sebentar lagi kita akan menembus memasuki atmosfer Darzia. Akan ada sedikit guncangan, sih. Tapi, itu tidak masalah,” peringat Soni.
“Awas kau ya kalau sampai ugal-ugalan, aku tonjok kau nanti,” ancam Astan.
“Tenang saja. Semua di bawah kendaliku.”
Pesawat pun mulai terjun memasuki atmosfer. Terasa sedikit guncangan saat badan pesawat menerobos udara yang semakin menebal ketika semakin dalam mereka memasuki Darzia.
Arni nampak begitu tegang, kedua tangannya erat memegang lengan kursi karena ini pengalaman pertama ia keluar dari kapal menuju sebuah satelit alam yang dapat dihuni. Sedangkan Astan tetap diam, tenang karena ini merupakan pengalaman untuk kesekian kalinya walau ia jarang sekali ke sini untuk berburu.
“Oke!”
Pesawat berhasil menembus atmosfer, kini terbang mulus melintasi hamparan lautan luas nan biru di siang hari yang cerah.
Untuk kesekian kalinya, Arni dibuat terpana oleh pemandangan alam Darzia. Begitu indah dengan laut biru berbinar, nampak pula dua satelit alam lain dan Planet Gas Yomna, planet yang menjadi pusat orbit dari satelit ini.
“Woaaah….”
Saat Arni tengah fokus mengagumi keindahan laut di kaca jendela pesawat, Astan dan Soni mulai mengobrol.
“Kira-kira mau kemana? Aku tadi lupa nanya, jadi malah nganter kalian ke sini,” tanya Soni disertai senyum canggung.
Astan bersender, bersedekap tangan pula. “Kemana aja, lah. Yang penting di tempat yang banyak monster Mutant Frog.”
“Ooo…. Nyari Mutant Frog? Dimana aja banyak. Cuma rawa-rawa merupakan habitat terbaik Mutant Frog. Jadi, kita ke sana, ya?”
Astan hanya membalas dengan acungan jempol.
Pesawat pun terbang mulus dengan cepat melewati lautan menuju sebuah pulau besar di depan mereka.
...~*~*~*~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Sikilman
imajinasi liarnya kereenn!!!!!👍👍👍👍👍👍
2022-03-12
0
PEMBACA BIASA
jadi planet nya ini ngitarin planet lain bang?
2021-11-20
1