Di ujung lapangan, nampak rentetan meja podium berdiri kokoh di sana. Podium-podium itu sebenarnya merupakan kontrol terminal untuk mengaktifkan fasilitas yang ada di lapangan, dilengkapi dengan monitor sentuh dan juga alat pemindai kecil di sisinya.
Sesampainya Astan di salah satu meja podium kontrol terminal, Astan mengaktifkannya dan mengotak-atik monitor sentuh tersebut.
“Nah, Arni,” Astan memanggil gadis di sampingnya. “Sekarang, kau pindai gelang AutoTerra-mu pada alat pemindai. Nanti sistem di lapangan ini bakal menciptakan musuh seperti yang dihadapi bocah itu.”
“Gardin maksudnya?”
Sesaat Arni memperhatikan Gardin yang kembali latihan melawan boneka-boneka kayu di tengah lapangan.
“Aku harus melawan mereka sekaligus?” tanya Arni menunjuk para boneka kayu.
Mata Astan mengikuti arah tunjuk Arni. “Untuk awal bakal dikasih satu, yang masih belum bergerak juga. Kalau sudah berhasil mengalahkan satu, bakal muncul dua, lalu tiga, dan seterusnya. Bertahap, sampai kau berhasil mencapai level 5 dan membuka Pangkat Kayu level 1.”
“Oke, oke. Aku mengerti.”
Arni berjalan ke meja podium, mulai memindai gelangnya pada alat pemindai di sana. Otomatis segaris cahaya kehijauan memindai kode dari garis biru di sepanjang gelang dari ujung ke ujung. Tiba-tiba muncul beberapa notifikasi hologram di hadapan Arni.
[Selamat Datang, Arni Siragan]
[Anda dipersilakan untuk melakukan pelatihan sebagai pemburu baru sebelum mencapai Pangkat Kayu]
[Untuk awalan, kami menyediakan satu target]
Setelah selesai pemindaian gelang, di tengah lapangan dengan jarak yang cukup jauh dari jarak Gardin berlatih sekarang, muncul satu boneka kayu yang nampak sama sekali tidak bergerak.
[Julukan : Wooden Doll]
[Jenis : Robot]
[Sifat : Pasif]
[Status : Easy]
“Wah! Dikasih tahu data musuhnya juga?” tanya Arni ketika data target muncul tiba-tiba, lalu lenyap setelah selesai dibaca.
“Kalau baru pertama kali berhadapan dengan jenis musuh baru, bakal dikasih lihat datanya.” Astan mulai menjelaskan, “Julukan merupakan sebutan atau nama musuh. Jenis itu ya jenis musuh, ada yang robot seperti ini, monster, alien, infeksi, dan parasit.”
“Infeksi dan parasit itu seperti apa musuhnya? Kedengarannya tidak lazim,” tanya Arni heran.
“Infeksi itu makhluk yang dapat menularkan semacam penyakit. Kalau kena, ada kemungkinan besar korbannya bakal mengalami keracunan, atau sampai bermutasi menjadi seperti mereka. Kalau parasit merupakan jenis makhluk yang dapat menyerap energi kehidupan musuh serta mengendalikannya sekaligus. Dua jenis musuh ini jarang ditemui. Sekali ditemukan, pasti yang tingkat statusnya di Danger ke atas.”
“Nah, kalau tingkat status itu kayak gimana?”
“Yang ditunjukan cuma sebagai status,” jawab Astan. “Itu sebenarnya tingkat status yang menunjukan seberapa berbahayanya musuh. Tingkatnya sendiri di mulai dari Easy, Normal, Hard, Danger, Extreme, dan Nightmare. Dulu pernah ada rumor yang membuat takut para pemburu di berbagai kalangan kalau ada satu lagi tingkat paling sulit, yaitu Inferno. Tapi rumor itu dibantah karena Inferno sebenarnya Bug dari Sistem AutoTerra bagian pemindai data.”
“Paling ditakuti, ya…?” Arni sempat berpikir sejenak. “Memang seberapa sulitnya Inferno kalau sampai itu beneran ada, bukan Bug sistem?”
“Pasti bakal sangat sulit. Tingkat Nightmare saja sudah bikin pemburu Pangkat Berlian dan Kristal kewalahan, apalagi Inferno. Kalau beneran ada, sekalipun Pangkat Kristal level menengah pun takkan sanggup menaklukannya.”
Arni jadi merinding membayangkannya. Pangkat Berlian dan Kristal sudah dianggap sebagai pangkat terkuat. Kalau sampai para pemburu di dua pangkat itu saja tak bisa menaklukan musuh Inferno, itu bisa jadi bencana di seluruh galaksi.
Astan pun berucap dengan enteng. “Tapi rumor, ya rumor. Hanya omong kosong dari mulut ke mulut tanpa bukti. Dan setelah dibuktikan, faktanya musuh tingkat Inferno tak pernah ada. Kalau pun ada, pemburu rendahan seperti kita takkan terlibat dalam misi menaklukannya. Ehe…. Eheheh….” Sesaat ia tertawa renyah.
“Ya, sudah. Mending kau mulai latihannya. Aku tunggu kau di sana.” Astan menunjuk deretan bangku di pinggir lapangan.
“Eh? Enggak bantuin?”
“Mana bisa? Biarpun kita satu Squad, aku yang berada di Pangkat Besi sudah tidak bisa ikut mengakses pelatihan di sini. Kalau aku coba menembak Wooden Doll, yang ada malah jadi obyek hologram tanpa respon.”
Keduanya mulai berjalan memisah, Arni ke tengah lapangan, sedangkan Astan ke pinggir lapangan. Di pinggir lapangan, Astan mulai duduk di salah satu bangku. Ketika melihat tersedia Vending Machine minuman dan makanan ringan di dekatnya, Astan jadi kepengen buat membeli camilan.
Di tengah lapangan, Arni sudah berdiri dengan jarak cukup jauh antara dirinya dengan Wooden Doll. Sesuai penjelasan Astan sebelumnya, Arni mulai mencoba memunculkan senjatanya dari bagian penyimpanan Sistem AutoTerra.
Tanpa panel penyimpanan, Sniper Rifle miliknya muncul begitu saja di tangannya. Karena belum ada persiapan, tubuh Arni hampir oleng gara-gara keberatan memegang senapan itu.
Astan yang baru saja selesai membeli sekaleng minuman dan makanan dari Vending Machine melihat kesulitan Arni tersebut.
Dengan sifat ceriwis mendarah daging, Astan pun berkomentar, “Kenapa? Keberatan? Salah sendiri milih senjata kayak begitu.” Lalu duduk sambil membuka kaleng soda.
Arni yang mulai jengkel berteriak dari jauh, “Ish! Sudah kubilang, aku milih senjata ini biar kelak bisa kayak Veena—.”
“Mustarim? Kalau enggak sanggup, ya percuma.”
“Muskarov! Ergh!” Arni langsung menunjuk Astan. “Akan kutunjukan kalau aku bisa!”
Astan berucap demikian bukan karena ingin menghina gadis itu, ia hanya ingin tahu seberapa besar kesungguhan Arni menjadi seorang penembak jitu seperti idola yang selalu ia idam-idamkan cukup lama.
Tanpa persiapan apa-apa, Arni membidik dan langsung menarik pelatuk senapan.
Tapi, tak terjadi apa-apa.
“Loh?”
Beberapa kali Arni menarik pelatuk, tapi yang ada hanya suara ‘ceklak-cklek’ tanpa terjadi apapun.
“Kok enggak bisa nembak? Rusak, ya?”
Astan minum soda, lalu berucap, “Belum diisi amunisi. Senjata baru itu masih kosong.” Lalu kembali minum.
“Oh….”
Arni mulai memunculkan beberapa amunisi dari penyimpanan sistem. Karena masih belum paham mekanisme Sniper Rifle, ia belajar dari panduan yang ditunjukan sistem. Sambil belajar, sambil Arni isi amunisi senapannya.
“Hadeh~ Bakal lama ini.” Astan membuka bungkus keripik singkong, dan memainkan ponselnya.
Saat Astan sedang santai makan sambil mengotak-atik ponsel, datanglah Gardin yang baru saja selesai latihan menuju Vending Machine di dekat Astan, hendak membeli minuman. Raut wajah pemuda itu nampak kelelahan dengan keringat membasahi tubuh dan kaosnya.
“Udah selesai?” tanya Astan pada Gardin.
Setelah selesai membayar lewat pemindaian kode QR, Gardin mengangguk, “Udah.” Ia mengambil minuman isotonik dari Vending Machine. “Baru aja selesai. Berhasil masuk Pangkat Kayu.” Lalu menegak minumannya.
“Selamat, ya,” ucap Astan datar, tak begitu tertarik menyelamatinya.
Karena masih lelah, Gardin memutuskan untuk duduk di samping Astan sambil melihat Arni latihan. Astan pun juga mulai kembali memperhatikan gadis itu setelah selesai urusannya dengan ponsel.
“Oke, siap!”
Setelah dipastikan senapannya terisi peluru, Arni berusaha kembali mengangkat senapan itu walau kadang sempoyongan gara-gara keberatan.
“Eh, eh? Eh! Eh…!”
Hampir saja Arni jatuh kehilangan keseimbangan mengakat Sniper Rifle, beruntung tubuhnya berhasil ditahan senapan tersebut sehingga tidak jadi jatuh.
Astan yang melihatnya berusaha menahan tawa. Lucu saja melihat gadis bertubuh pendek seperti Arni berusaha mengangkat Sniper Rifle.
Sekali lagi Arni mencoba mengangkatnya, dikokang sesuai panduan sistem tadi, berusaha membidik, dan ia tembak Wooden Doll hingga terdengar suara menggelegar tembakannya.
Kejutan dari tembakan senapan itu cukup kuat bagi tubuh lemah Arni yang masih belum terbiasa, sehingga menyebabkan tubuhnya terdorong mundur beberapa langkah sampai jatuh ke lantai.
Bukannya tepat mengenai Wooden Doll, pelurunya melesat jauh sekali dari posisi Wooden Doll berada, malah jadi mengarah mengenai atap lapangan. Beruntung atap dan tembok lapangan indoor ini tahan peluru dan ledakan.
Gardin menganga lebar, tercengang melihat kepayahan Arni. Sedangkan Astan sudah tak kuasa menahan rasa ingin meledek ini.
“ASTAGA, YA TUHAN! BIDIKANMU BUSUK SEKALE, SAYANG!!!”
...~*~*~*~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Sikilman
author kurang promosi dan gak konsisten mungkin updatenya.
2022-03-12
0
Qolbi 1144
komen nya sepi
2021-08-20
1