Dalam Kapal Antariksa Thornic 035, terdapat banyak dek besar yang banyak pula menampung fasilitas untuk para penghuninya. Salah satu dek paling dibutuhkan adalah Dek Hunian.
Dek ini berisikan jejeran kabin tempat para warga sipil tinggal. Kalau dek khusus tempat tinggal para awak kapal biasanya dipisah ke Dek Kru Kapal. Satu kabin biasanya dapat berisikan setidaknya satu sampai dua kamar tidur, dapur, ruang santai, kamar mandi dan toilet.
Salah satu kabin ditinggali oleh seogok makhluk bercodet di kulit mata kiri. Nampaknya muka orang ini suntuk sekali ketika baru saja memasuki kabin. Ia merogoh ponselnya di saku celana macam orang kesetanan dan menghubungin nomor seseorang, menunggu panggilan diangkat sambil satu kaki mengetuk-ngetuk lantai secepat baling-baling jet.
Selain Dek Hunian, ada pula Dek Hidroponik yang digunakan sebagai area untuk menanam tanaman seperti sayur dan buah, serta pusat produksi oksigen dan daur ulang udara.
Di bagian salah satu ruangan tempat memproduksi oksigen, seorang pria dengan memakai kaos agak kotor dan jaket seragam teknisi yang diikat di pinggang sedang memperbaiki salah satu baling-baling raksasa yang agak macet. Rambut hitamnya nampak acak-acakan karena tak terurus.
Dia nampak menghela nafas lega setelah selesai membetulkan baling-baling tersebut.
“Gimana, Bung Suda? Udah bisa nyala?” tanya salah satu staf yang bekerja di Dek Hidroponik.
“Coba aja nyalain,” pinta teknisi bernama Suda itu setelah memasang penghalang berupa jaring-jaring kawat yang kuat di depan baling-baling.
“Oi, coba dinyalain!” perintah sang staf pada rekannya yang sudah siap di bagian panel kontrol.
Mesin baling-baling pun dinyalakan dan benda tersebut berhasil berputar lebih lancar dari sebelumnya yang agak macet-macet.
“Terima kasih sudah memperbaikinya, Bung Suda,” ucap sang staf. “Kalau satu baling-baling aja rusak, kualitas oksigen yang dihasilkan bakal menurun.”
“Jangan sampai lalai lagi, ya.” Suda mengelap keringatnya menggunakan jaket di pinggang. “Tadi banyak sulur semangka nyangkut di baling-baling.”
Lalu Suda berlalu sambil membawa tas berisi peralatannya, meninggalkan sang staf yang mendadak bengong akibat ucapan Suda.
“Cuy, katanya ada banyak sulur semangka nyangkut di baling-baling, kok bisa?” tanya staf itu pada rekannya.
“Lah, tempe. Ajaib bener sulur semangka nyangkut di baling-baling ventilasi.”
“Udah. Udah! Sebaiknya kita lapor ke bos. Ini perlu diselidiki, nih. Staf gila mana yang bikin banyak sulur semangka masuk ke sono?!”
Suda terus berjalan melewati rentetan baris berbagai macam kebun hidroponik menuju gerbang dek. Saat itu juga, panggilan masuk berbunyi dari ponsel. Ia pun menjawab masih sambil jalan dan sesekali memberi senyum pada para staf yang ia lewati.
“Eh? Halo, Tong!”
“Tang, tong! Tang, tong! Pantatmu macam gentong!”
Spontan Suda menjauhkan ponsel dari telinganya gara-gara suara menggelegar dari sana.
Di kabin kapal, Astan sudah uring-uringan. Bolak-balik sambil mengomeli Suda di ponselnya, sesekali mengacak-acak rambut jingganya pula.
“Kok bisa kau biarin adikmu gabung jadi pemburu?” omel Astan. “Apa enggak berbahaya, tuh? Kau tidak khawatir?”
“Iya…. Khawatir, sih.” Suda baru saja keluar dari gerbang Dek Hidroponik, kemudian menuruni tangga besar. “Tapi, ‘kan kau tahu sendiri kalau Arni itu keras kepala. Aku juga kasihan pas lihat dia sempat murung beberapa hari gara-gara aku larang dia jadi pemburu.”
Astan menyugar rambutnya. “Tapi, jadi pemburu itu bahaya. Fisiknya lemah. Kalau kenapa-napa, gimana?”
“Itu sebabnya aku mempercayakannya padamu.” Suda berjalan melewati koridor menuju Stasiun Trem. “Kau jarang juga ambil misi, kan? Bantu-bantu Arni bentar aja. Kalau enggak mau repot, ambil misi paling mudah biar kalian selamat.”
“Gimana ya, Bruh…? Aku ragu kalau itu anak jadi kenapa-napa kalau aku sampai lalai sedikit. Entar kau embat aku.”
“Ya jelas aku embat kau sampai ke tulang-tulang kalau sampai terjadi sesuatu pada adikku.” Suda baru sampai di Stasiun Trem. Ia bersender sejenak di samping barisan Vending Machine. “Bukannya aku enggak tahu diri meminta bantuan padamu. Cuma… Ash, kita udah kenal sejak masih tinggal di planet orang. Aku percaya padamu. Menjadi pemburu adalah cita-cita yang paling Arni idam-idamkan. Aku sedih kalau melihat Arni harus merelakan cita-citanya itu.”
“Oleh sebab itu, aku mempercayakan adikku padamu. Tidak usah sering ambil misi. Yang penting dia bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi pemburu.”
Terdengar helaan nafas dari Astan. Kalau sudah sahabatnya yang meminta, Astan sulit tuk menolak. Lagipula selama ini Suda jarang meminta bantuannya, malah Astan yang sering meminta bantuan sang teknisi itu. Kalau ada kesempatan untuk membalas segala kebaikan Suda, maka inilah saatnya.
“Ya, sudah. Aku tutup dulu. Lihat minuman di Vending Machine jadi pengen beli minuman aku.” Suda pun menutup panggilan telepon.
Setelah panggilan telepon berakhir, Astan kembali menghela nafas berat. Ia lempar asal ponselnya ke sofa dengan wajah lesu.
“Mau bagaimana lagi, ish?” Astan menggosok wajahnya sesaat.
...~*~*~*~...
[Error!]
[Error!]
[Error!]
Kilatan cahaya terlihat samar-samar di balik panel sistem yang beberapa kali menampakan notifikasi rusak. Itu sangat mengganggu, apalagi entah mengapa dia tidak bisa berbuat apa-apa di tempat gelap ini.
Geraman berat terdengar, perlahan gelombang bayangan muncul di depan. Notifikasi lenyap, berganti dengan sepasang mata kuning menyala di kegelapan itu.
“Kembalilah…!”
Entah suara siapa yang berbicara, tapi kedengaranya seperti rintihan penuh penderitaan.
“Kembalilah…!”
Perlahan bayangan itu menciptakan tangan berkuku perak yang tajam, mengkilat saat terkena kilatan cahaya sekejap. Dan tangan itu pula yang berusaha tuk menggapai dirinya, hendak mencengkeramnya sekuat yang ia bisa.
“Kembalilah… padaku!”
...~*~*~*~...
“Agh!”
Kedua mata heterokrom Astan mendadak terbuka, langsung memperhatikan pemandangan plafon metal kamarnya. Nafasnya terengah-engah, keringat dingin membasahi pelipis. Pening di kepala pun menyerang akibat bangun mendadak dari tidur.
Lagi-lagi mimpi itu muncul kembali. Mimpi tersebut sangat jarang terjadi. Tapi, sekali muncul benar-benar membuat seluruh tubuh Astan tegang.
Entah apa arti mimpi tersebut. Selama ini Astan hanya menganggap mimpi itu sebagai bunga tidur. Namun ini terlalu jelas, terlalu nyata untuk diabaikan.
Tak apa. Kalau mimpi itu sangat jarang muncul, setidaknya mentalnya aman. Jika mimpi itu kembali lagi, mungkin Astan akan segera mencari tahu. Kadang kala mimpi berartikan sebuah pesan yang dikirim oleh alam bawah sadar seseorang.
“Lagi…?” desis Astan jengkel.
Masih berbaring di ranjang, kepalanya menoleh pada jam digital di nakas menunjukan pukul 7.58 pagi. Ya, sebutannya saja pagi, tapi selama tinggal di kapal antariksa, para penghuni hanya melihat langit gelap luar angkasa yang dominan seperti malam hari, kecuali jika ada yang keluar menuju Darzia sebagai benda luar angkasa yang mendukung kehidupan.
Standar waktu yang ditetapkan bagi setiap kapal antariksa maupun kapal induk antariksa adalah sehari 24 jam, sebulan 28-31 hari, dan setahun 12 bulan. Standar waktu tersebut sudah ditentukan sesuai rata-rata waktu rotasi-revolusi sebuah planet di zona aman dengan jarak pas antara planet dengan bintang induk.
Walau setiap planet hunian memiliki perbedaan waktu tertentu, tapi selisihnya tidak beda jauh. Makanya, standar waktu seperti ini yang ditetapkan untuk setiap koloni di luar angkasa. Kalau berada di planet atau satelit hunian, maka waktu dari tempat tersebut yang perlu diterapkan.
Dua menit terlewati dengan hanya melamun di tempat, jam digitalnya berbunyi disertai getaran keras, membuat jam itu jatuh dari nakas. Astan masih terbaring sambil berusaha mengumpulkan kesadaran sepenuhnya.
“Ah, seharusnya aku tidak meningkatkan getaran jam sebesar 80%.”
...~*~*~*~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
John Singgih
80% wah berarti kenceng dong
2022-11-16
0
Pintu RAYIAN
keren Otor , novelnya
2022-02-13
0
Scurity MT
♡42
THOR GW KRITIK PEDAS LV. 15
kritiknya adalah 'komen dong wooiii...'
2021-10-18
1