Keganjilan wanita itu

Jam dinding sudah menunjukkan pukul empat pada saat ia membuka mata. Namun anehnya, bukannya langsung membersihkan diri, Adiwangsa malah teringat gadis cantik tadi. Istri muda Baron. Oh iya, bukan gadis lagi. Sebut saja namanya Nirmala. Memang jalur kaya itu sangat mudah bagi wanita-wanita zaman sekarang. Apalagi kalau mempunyai wajah yang mendukung.

Sebenarnya, Nirmala itu muda dan cantik. Menurut Adiwangsa, Nirmala bisa saja memilih lelaki yang mungkin lebih muda, lebih kaya dan lebih gagah daripada suaminya. Tetapi mengapa dia bisa menjatuhkan pilihannya kepada Baron? Bagaimana bisa Nirmala melayani lelaki kadal tua itu, lalu tidur satu ranjang dengannya? Ah, pasti kentutnya sangat bau sekali. Hoek!

Dan sesaat kemudian, Adiwangsa langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah itu, ia menghubungi kekasihnya yang tinggal di daerah Jakarta Timur. 

“Sudah lama kau tidak menghubungiku,” katanya dari seberang sana. “Lupa?”

“Tidak juga, aku sedang sibuk.”

“Lagi di mana sekarang?”

“Sedang mengantarkan Pak Baron ke Tangerang Selatan.”

“Kau sedang apa di sana?”

“Hanya tidur-tiduran saja, sambil menunggu Pak Baron selesai,” jawab Adiwangsa. “Lalu kau sendiri sedang apa?”

“Menonton televisi.”

“Sudah makan?”

“Itu-itu saja yang kau tanyakan. Aku bosan mendengarnya. Tanpa kau ingatkan pun kalau aku lapar pasti aku akan makan.”

Adiwangsa menggaruk-garuk kepalanya. “Lalu aku harus bertanya apa? ... Itulah sebabnya kenapa aku jarang menghubungimu. Aku tidak tahu sama sekali apa yang harus aku tanyakan dan aku bicarakan padamu.”

“Sudahlah, yang penting kau sudah menghubungiku. Dan aku senang kau punya inisiatif sendiri tanpa diperintah.”

“Alessia.”

“Ya, ada apalagi?”

“Selamat sore.”

“Hmmm.”

Panggilan ditutup. Lantas Adiwangsa segera turun dari lantai dua. Namun keadaan rumah masih saja terlihat sepi. Pasti lelaki kadal tua itu masih berada di kamar Nirmala.

Kopi kedua dibuat, Adiwangsa kembali menunggu di gazebo. Lantaran bosan, Adi hanya menggulir-gulir layar ponselnya tanpa tujuan apa-apa. Namun matanya tanpa sengaja mendapati foto Alessia di beranda sosial media. Sedang berpose memegang kelinci kecil berwarna putih kesayangannya. Wanita memang berjiwa feminim dan suka dengan hewan gemas seperti itu.

“Alessia ...,” katanya bergumam.

Alessia memang tidak memakai penutup kepala, tetapi dia wanita yang berpakaian sopan. Berawal dari pertemuan mereka karena kecelakaan kecil; saat Alessia berkendara motor dan terserempet oleh mobilnya tanpa sengaja. Karena kejadian itu, akhirnya mereka saling mengenal dan menjadi dekat. Namun Adiwangsa sendiri tidak tahu bagaimana perasaannya yang sebenarnya. Karena selama enam bulan berhubungan, perasaan itu masih belum terasa jelas. Yakni seperti samar dan meraba-raba.

Adiwangsa hanya menjalani hubungan yang ada seperti air mengalir. Lagipula wanita itu juga tak pernah mengatakan apapun yang mengarah kepada hubungan ini. Apapun dan bagaimanapun kelanjutannya nanti, Adiwangsa tidak peduli dan lelaki itu malas sekali untuk memikirkannya. 

“Adi!” panggil Baron.

“Iya, Pak!” jawab Adi lantas beranjak dari tempatnya duduk.

“Antarkan saya pulang.”

“Baik, Pak.”

Adiwangsa masuk ke dalam mobil meninggalkan mereka yang sedang melakukan perpisahan sementara. Ya—semacam cepika cepiki, seperti itu. Lantas Adi segera menginjak pedal saat adegan itu telah usai.

“Nirmala itu, istri kedua saya, siri …,” kata Baron tanpa Adi bertanya. “Tolong kamu jaga rahasia ini. Jangan sampai istri pertama dan anak-anak saya tahu.”

“Baik, Pak.”

“Nirmala itu gadis yang baik, kasihan dia. Saya tahu cerita hidupnya yang cukup menyedihkan. Pada awalnya, saya hanya ingin menolongnya. Tetapi lama kelamaan saya jatuh hati kepada gadis itu. Kemudian saya menikahinya.”

Baron masih melanjutkan kata-katanya. “Mungkin sebagian orang atau termasuk dirimu, ‘menolong tidak perlu menikahinya’. Tapi itulah yang terjadi. Saya menginginkannya dan tak ada lagi yang bisa saya lakukan untuk menahannya pergi dari saya. Meskipun, mungkin sesuatu pasti akan terjadi suatu saat nanti. Kau paham Di?”

“Ya, paham, Pak,” jawab Adi melihat Baron dari kaca yang bertengger di tengah.

“Kau sudah mempunyai kekasih?”

“Sudah, Pak.”

“Bagus. Menikahlah cepat agar kau tahu betapa bahagianya memiliki pendamping.”

Namun Adiwangsa hanya tersenyum. Bingung untuk menjelaskannya lebih lanjut.

***

Beberapa hari setelahnya.

“Adi, kau masih ingat rumah Nirmala?” tanya Baron.

“Masih, Pak. Kompleks Prima indah, Ciputat Tangerang selatan.” Adiwangsa menjawabnya dengan cepat, jelas, dan lugas.

“Ingatanmu sangat bagus!” Baron mengangkat jempolnya. “Kamu antarkan obat untuknya sekarang. Ini penting. Saya tidak percaya orang lain dan tidak mau ada orang sembarangan yang masuk ke dalam kompleks itu selain orang-orang kepercayaanku.”

“Untuk obatnya, Pak?”

“Kau bisa ambil di Century. Ini bukti pembayarannya.” Baron menunjukkan invoice-nya kepada Adiwangsa. 

“Baik, Pak, saya segera ke sana.”

Terlebih dahulu Adiwangsa menuju ke Century mengambil pesanan obat sebelum akhirnya ia mengendarai mobil ke daerah Ciputat. Sesampainya di sana, ternyata Nirmala sudah menunggunya di teras.

“Cepat sekali sampainya?” 

“Iya, Bu.” Adiwangsa menyerahkan kantung plastik obat kepada Nirmala. “Hanya butuh waktu tiga puluh menit dari Pondok indah ke sini.”

“Ini masih siang. Arus masih lancar. Coba tunggu sebentar lagi, pasti jalanan sudah padat merayap,” kata Nirmala sambil tersenyum. “Eh, ayo masuk-masuk!”

“Tidak, Bu. Saya harus cepat kem—” tidak sempat terselesaikan karena Nirmala menarik tangannya untuk masuk. Sehingga mau tak mau Adiwangsa duduk di sana.

“Alah, sesibuk apa sampai-sampai kau tidak punya waktu untuk sekadar minum? Apa saja sih yang kau kerjakan untuk si Baron itu?” Kata Nirmala namun tangannya sambil sibuk menuangkan minum untuk Adiwangsa. “Ini minumnya. Kau harus minum dulu sebelum pergi.”

Adiwangsa berusaha menyela. “Tapi—”

“Aku marah kalau kau pergi tanpa mau minum airku dan kue buatanku!” potong Nirmala cepat. Perempuan ini rupanya pemaksa juga. Tetapi mengapa juga Adi harus menurutinya?

“Aku yang bertanggung jawab jika Baron memarahimu.”

“Ya, Bu.” sejujurnya, Adiwangsa tidak nyaman berada di ruangan ini. Tetapi tidak dengan wanita itu yang terus melempar senyum. Dan tanpa malu atau ragu-ragu dia menyulut rokok di depannya. Lalu melempar bungkusan rokok itu ke meja.

“Kau ini kaku sekali, rileks saja,” kata Nirmala. Sebagian asap sudah mengepul di wajahnya yang jelita. Sungguh kelakuannya sangat berbanding terbalik dengan wajahnya yang feminim. Bahkan cara duduk wanita itu terbuka seperti mengundang orang lain untuk fokus ke arah itu.

“Kau perokok juga?”

“Ya, tapi tidak terlalu.”

“Kalau mau ambillah!” 

Wanita itu tersenyum lagi menatapnya. Dasar wanita kegatalan! Genit! Penggoda! 

“Sudah berapa lama kau bekerja dengan Baron?”

Terlebih dahulu Adiwangsa menenggak minum yang tersedia. Hanya secangkir teh, tapi beraroma kelapa. Minuman ini, Adi menyukainya. Sangat enak dan segar sekali.

“Saya baru sekitar dua minggu bekerja dengan Pak Baron,” jawab Adi. “Em, ini teh apa, Bu?”

“Kenapa, kau menyukainya?”

“Ya. Ini enak. Sangat enak.”

“Kau boleh datang ke sini lagi untuk merasakan tehku,” katanya namun setengah berbisik.

Tapi entah mengapa Adiwangsa menangkap keganjilan yang terjadi. Yaitu tatapan haus wanita itu kepadanya.

***

To be continued.

Terpopuler

Comments

Eti Rahmawati

Eti Rahmawati

bisa bisa adi terjerat

2022-01-26

0

Juliezaskia

Juliezaskia

baru tau ada teh kelapa😀

2022-01-06

0

Iie Bae

Iie Bae

cewe gatel

2021-12-08

0

lihat semua
Episodes
1 Pengkhianatan Sang Asisten
2 Keganjilan wanita itu
3 Terngiang-ngiang
4 “Ceritanya sangat panjang.”
5 Bukankah teh itu sangat enak?
6 Aku tidak bisa tidur 21
7 Merasa bersalah yang berlebihan
8 Hampir membunuhnya
9 Hampir ketahuan ....
10 Bagaimana hasilnya?
11 Cerita cinta putih abu-abu
12 Perkelahian dua anak remaja
13 Gagal dimalam pertama
14 Ada yang salah denganku (?)
15 Tamu membawa petaka
16 Tuduhan menyakitkan
17 "Kau keterlaluan!"
18 Dia tidak percaya
19 "Maaf, aku tidak bisa."
20 Lalu maumu apa?
21 Hampir tiga bulan
22 Menemukan kesibukan baru
23 Taruk ulur perasaan
24 Gimana kalau kita babymoon?
25 Perbuatan murahan suamiku!
26 Akibat mencari pelarian
27 Jiwanya sedang terguncang
28 Semacam timbal balik
29 Lebih baik kita berakhir di sini
30 Cara memulai pendekatan
31 Lagi2 terjebak dengan perempuan
32 Aku wangi atau tidak?
33 Tidak peduli apa katamu!
34 Itu tidak akan pernah terjadi
35 Rasanya seperti manis madu
36 Ketampanan yang meresahkan
37 Menikahlah denganku....
38 Mempunyai perasaan yg sama
39 Menindak tegas gadis itu
40 Begitu menggelegak
41 Dipergoki oleh seseorang
42 Tidak pernah diduga sebelumnya
43 Digrebek istri pertama
44 Bawa pengkhianat itu ke hadapanku!
45 Adi sudah dibunuh olehnya
46 Dia sudah kalah telak
47 Permintaan maaf M A N T A N
48 Mungkin mati lebih baik
49 Aku menemukanmu, sayang!
50 Last episode
51 Pengumuman, gak usah dibaca gapapa
Episodes

Updated 51 Episodes

1
Pengkhianatan Sang Asisten
2
Keganjilan wanita itu
3
Terngiang-ngiang
4
“Ceritanya sangat panjang.”
5
Bukankah teh itu sangat enak?
6
Aku tidak bisa tidur 21
7
Merasa bersalah yang berlebihan
8
Hampir membunuhnya
9
Hampir ketahuan ....
10
Bagaimana hasilnya?
11
Cerita cinta putih abu-abu
12
Perkelahian dua anak remaja
13
Gagal dimalam pertama
14
Ada yang salah denganku (?)
15
Tamu membawa petaka
16
Tuduhan menyakitkan
17
"Kau keterlaluan!"
18
Dia tidak percaya
19
"Maaf, aku tidak bisa."
20
Lalu maumu apa?
21
Hampir tiga bulan
22
Menemukan kesibukan baru
23
Taruk ulur perasaan
24
Gimana kalau kita babymoon?
25
Perbuatan murahan suamiku!
26
Akibat mencari pelarian
27
Jiwanya sedang terguncang
28
Semacam timbal balik
29
Lebih baik kita berakhir di sini
30
Cara memulai pendekatan
31
Lagi2 terjebak dengan perempuan
32
Aku wangi atau tidak?
33
Tidak peduli apa katamu!
34
Itu tidak akan pernah terjadi
35
Rasanya seperti manis madu
36
Ketampanan yang meresahkan
37
Menikahlah denganku....
38
Mempunyai perasaan yg sama
39
Menindak tegas gadis itu
40
Begitu menggelegak
41
Dipergoki oleh seseorang
42
Tidak pernah diduga sebelumnya
43
Digrebek istri pertama
44
Bawa pengkhianat itu ke hadapanku!
45
Adi sudah dibunuh olehnya
46
Dia sudah kalah telak
47
Permintaan maaf M A N T A N
48
Mungkin mati lebih baik
49
Aku menemukanmu, sayang!
50
Last episode
51
Pengumuman, gak usah dibaca gapapa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!