Hari sudah menjelang sore. Ayura yang sejak tadi tertidur pun akhirnya terbangun karena perutnya yang mulai lapar.
"Hemm.. dia belum balik ternyata," gumam Ayura saat mendapati kamar yang dia tempati tidak terlihat siapapun selain dirinya sendiri. "Lah bodo amat.. ngapain juga gue ngurusin dia. Kenal juga enggak," ucapnya cuek.
Ayura beranjak dari ranjangnya untuk mencuci muka karena dia ingin keluar untuk mencari makan.
Setelah selesai mencuci muka, Ayura mengambil ponselnya dan memasukannya ke waist bag miliknya. Tak lupa juga uang mahar lima ratus ribu dari Ello dia bawa karena uang cash Ayura memang sudah habis.
Seperti biasa Ayura menaiki taxi untuk pergi menuju ke salah satu restoran gudeg yang cukup terkenal di Jogja. Bukankah belum afdol jika berlibur ke kota istimewa ini tapi belum menikmati makan khas-nya yang sudah sangat terkenal?
"Kembaliannya ambil aja pak," ucap Ayura sebelum akhirnya turun dari taxi yang di tumpanginya.
Karena merasa cukup lapar Ayura memesan satu paket gudeg komplit berisi Nasi, gudeg, krecek, paha ayam dan telur tak lupa dia memesan teh manis hangat dan sebotol air mineral untuk minumnya.
"Wow... enak banget," gumam Ayura di sela-sela makannya. "Akhirnya gue bisa nikmati makanan yang sejak semalam gue pengenin."
Usai menghabiskan makanannya dan membayar Ayura memilih naik becak untuk mengantarnya ke malioboro mall yang berada di pusat kota Jogja. Dia ingin membeli beberapa pasang pakaian karena saat kabur dia tak membawa baju ganti sama sekali. Bahkan sejak kemarin dia masih memakai stelan baju yang sama.
"Totalnya satu juta tujuh ratus lima puluh tiga ribu mbak," ucap penjaga kasir setelah mengitung total belanjaan Ayura.
Ayura mengulurkan kartu kreditnya pada penjaga kasir untuk membayar.
"Maaf mbak, apa ada kartu yang lain?" tanya penjaga kasir sambil mengembalikan kartu kredit Ayura.
"Emang ini gak bisa mbak?"
"Maaf mbak, gak bisa mbak."
Ayura mengambil kartu itu dan kembali membuka waist bag-nya untuk mengambil kartu berwarna gold dan memberikannya ke penjaga kasir. "Coba pakai kartu yang ini mbak."
Setelah beberapa kali mencoba penjaga kasir kembali mengatakan jika kartu yang Ayura berikan lagi-lagi tak bisa digunakan untuk melakukan transaksi. "Mungkin mbak-nya mau bayar pakai uang cash aja?"
"Emang totalnya berapa mbak?" tanya Ayura karena tadi tidak begitu mendengarkan saat penjaga kasir memberi tahunya jumlah yang harus di bayar.
"Totalnya satu juta tujuh ratus lima puluh tiga ribu mbak."
Ayura kembali membuka waist bag-nya untuk ke sekian kalinya. Dia mengeluarkan seluruh uang cash yang dia miliki ke atas meja kasir. Bahkan uang koin pun tak luput dia keluarkan.
Setelah merasa seluruh uang cash-nya sudah tidak ada lagi, Ayura pun mulai menghitung lembar demi lembar uangnya. Dari yang bergambar pahlawan wanita yang berasal dari Aceh, Cut Meutia hingga uang berwarna merah bergambar bapak plokamator Indonesia Soekarno-Hatta. Dan yang terakhir koin-koin yang hanya beberapa keping saja.
"Tiga ratus dua puluh tujuh ribu lima ratus," gumam Ayura setelah selesai menghitung jumlah uang cash yang dia miliki.
"Bagaimana mbak?" tanya penjaga kasir yang sejak tadi menunggu Ayura menghitung uangnya.
"Uangnya kurang mbak," jawab Ayura dengan wajah di tekuk.
"Terus gimana ini mbak?"
"Sebentar mbak saya telepon papi saya dulu." Ayura meraba waist bag-nya untuk mencari ponsel miliknya. Dan setelah menemukannya Ayura pun langsung mencari nomer kontak papi-nya.
"Dari kemarin papi telepon gak di angkat. Sekarang ngapain telepon-telepon papi?" ucap Genta sesaat setelah panggilan terhubung.
"Papi kenapa kartu Yura gak bisa di pakai semuanya?" Bukannya menjawab pertanyaan papinya, Ayura justru merengek karena ketiga kartu saktinya tak ada yang bisa di gunakan sama sekali.
"Udah papi bekukan tadi pagi," jawab papi Genta dengan santainya.
"Tapi kenapa?"
"Malah nanya. Siapa suruh kamu pakai acara kabur dari rumah saat kamu harusnya tunangan," sahut Papi Genta yang terdengar kesal.
"Mbak permisi saya boleh bayar duluan?" tanya seorang pria menyela. Dan hanya di balas anggukan kepala oleh Ayura dengan sedikit tersenyum.
"Papi gak bisa nyalahin Yura gitu donk. Ayura kan udah bilang gak mau. Ngapain pake di paksa segala," ucap Ayura kembali berdebat dengan Papi Genta.
"Setidaknya kamu omongin baik-baik sama papi kalau kamu belum siap. Kita bisa undur acara pertunangannya. Jangan main kabur begitu. Papa yang malu sama om Arya karena ulah kamu itu."
"Emang papi mau dengerin Yura? Gak kan?"
"Terserah kamu Yura. Papi pusing. Papi udah capek ngadepin kamu. Terserah kamu kalau mau kabur dan gak pulang lagi. Papi gak peduli."
"Tapi pi. Gimana sama kartu Yura. Ini Yura mau bayar tapi gak bisa. Papi jahat gitu sama Yura. Jangan-jangan Yura bukan anak kandung papi ya. Yura pasti cuma anak pungut. Iya kan? Mangkanya papi gak sayang lagi sama Yura."
"YURA CUKUP. Jangan bikin papi benar-benar marah sama kamu ya," ucap Genta terdengar makin kesal karena ucapan putrinya itu.
"Tapi pi... "
"Kalau kamu gak mau papi benar-benar marah sama kamu, kamu harus pulang sekarang. Dan terima hukuman dari papi."
"Tapi Yura gak punya uang sama sekali. Gimana Yura bisa pulang."
"Naik ojek atau taxi kan bisa Yura," ucap Papi Genta terdengar frustasi menghadapi putri semata wayangnya itu. "Nanti papi yang bayar kalau udah di rumah."
"Memang dikira deket Jogja-Jakarta sampai Yura harus naik ojek? "
"Apa? Jogja?" teriak papi Genta di sebrang sana dan sontak membuat Ayura menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Kamu sekarang di Jogja?" tanya papi Genta lagi.
"Iya pi.... " sahutnya lirih saat mendengar suara papi Genta yang terdengar sangat kesal.
"Kamu ngapain jauh-jauh ke Jogja Yura?"
"Kabur sekalian liburan pi. Tapi ternyata liburan Yura gagal," sahut Ayura lemas. Namun justru langsung terdengar suara tawa papi Genta di sebrang sana.
"Haduhh Yura, Yura... siapa suruh kabur jauh-jauh hah?"
"Gak ada pi. Cuma takutnya kalau deket nanti papi langsung nemuin Yura."
"Udah papi gak mau tau. Papi tunggu kamu di rumah secepatnya."
"Tapi pi.... "
Tutt.. Tutt.. Tutt..
Terdengar suara panggilan terputus sebelum Ayura menyelesaikan ucapannya.
"Haisshh... papi ngeselin banget sih." Ayura mendengus kesal.
"Maaf mbak ini belanjaannya," ucap pria yang tadi sempat menyela antriannya.
"Hah? Maksudnya?" tanya Ayura menatap paper bag yang di ulurkan ke arahnya.
"Ini belanjaannya udah gue bayarin," ucap pria itu dengan tersenyum manis pada Ayura sambil memberikan paper bag ke tangan gadis cantik didepannya.
"Kakak yang bayar belanjaan aku?" tanya Ayura yang sudah melihat isi paper bag itu adalah beberap stel baju yang sempat dia pilih-pilih tadi.
"Iya udah gue bayarin."
"Tapi kenapa?" tanya Ayura heran kenapa tiba-tiba ada orang baik yang membayarkan belanjaannya yang tak sedikit itu.
"Gak pa-pa. Cuma pengen bayarin aja. Bahkan kalau lo mau belanja lagi gue masih mau kok bayarin lagi."
"Gak.. gak usah kak." Ayura langsung melepas jam tangan Bvlgari yang dibelikan papinya dengan harga puluhan juta itu dan memberikannya pada pria didepannya. "Ini kak aku ganti pakai jam tangan aku aja ya."
"Ehh.. gak usah. Aku iklas kok. Kalau boleh aku cuma mau tau nama kamu aja." Pria yang sepertinya seumuran Ello itu menolak jam tangan dari Ayura.
"Gak kak. Aku gak mau punya hutang budi. Kakak tenang aja jam tangan ini ORI kok." Ayura meletakan jam tangan miliknya di telapak tangan pria itu dan langsung bergegas meninggalkan kasir.
"Ehh,, gak usah." teriak pria itu tapi tak di gubris sama sekali oleh Ayura.
"Gue tau ini jam tangan ORI. Tapi gue lebih pengen kenalan sama lo dari pada nerima jam ini," gumam pria itu sambil menatap Ayura yang sudah berjalan jauh darinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
muftinadzifa
aaaaaa gue ngefans
2022-10-02
0
Suzieqaisara Nazarudin
Siapakah cowok itu??akan oah jadi rival nya ello?🤭🤭😂
2022-07-05
1
Yuli Rafa
suka ceritaya
2022-04-01
0